Lauti Dwita Santy
Center of Geological Survey - Geological Agency Jln. Diponegoro 57, Bandung, West Java

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

The Potential of Ketungau and Silat Shales in Ketungau and Melawi Basins, West Kalimantan: For Oil Shale and Shale Gas Exploration Santy, Lauti Dwita; Panggabean, Hermes
Indonesian Journal on Geoscience Vol 8, No 1 (2013)
Publisher : Geological Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1087.509 KB) | DOI: 10.17014/ijog.v8i1.154

Abstract

DOI: 10.17014/ijog.v8i1.154The Ketungau and Melawi Basins, in West Kalimantan, are Tertiary intramontane basins of which the potential for economic conventional oil and gas discoveries have not previously been confirmed. The Ketungau Basin is bordered by the Melawi Basin in the south. Besides non-ideal trapping mechanisms, another major problem in these basins is source rock maturation. Nevertheless, both basins are promising to be explored for oil shale and shale gas energy resources. Therefore, the aim of this paper is to give some perspectives on their source rocks, as an input for the evaluation of the potential of unconventional oil and gas. About twenty samples collected from the Ketungau and Melawi Basins were analyzed using pyrolysis and organic petrographic methods. The results show a poor to good quality of source rock potential. The Ketungau shale, which is the main source rock in the Ketungau Basin, is dominated by type III, immature, and gas prone kerogen. The Silat shale, which is the main source rock in the Melawi Basin, is dominated by type II, immature to early mature, mixed gas, and oil prone kerogen. In the field, Ketungau and Silat Formations have a widespread distribution, and are typically 900 m to 1000 m thick. Both the Ketungau and Silat shales occur within synclinal structures, which have a poor trapping mechanism for conventional oil or gas targets, but are suitable for oil shale and shale gas exploration. This early stage of research clearly shows good potential for the future development of unconventional energy within the Ketungau and Melawi Basins.
DIAGENESIS BATUPASIR EOSEN DI CEKUNGAN KETUNGAU DAN MELAWI, KALIMANTAN BARAT Santy, Lauti Dwita
Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol 15, No 3 (2014): Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral
Publisher : Pusat Survei Geologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9903.548 KB)

Abstract

Cekungan Tersier Ketungau dan Melawi terletak di Kalimantan Barat. Keduanya terpisahkan oleh Tinggian Semitau yang tersusun oleh batuan pra-Tersier. Batuan sedimen berumur Eosen di daerah ini adalah Formasi Kantu, Tutoop, dan Ketungau di Cekungan Ketungau, kemudian Formasi Ingar, Dangkan, dan Silat di Cekungan Melawi, serta Formasi Haloq di Tinggian Semitau. Hasil analisis petrografi dan scanning electron microskop (SEM), menunjukan bahwa tingkat diagenesis batupasir dari Formasi Ingar, Dangkan dan Silat termasuk tingkat mesogenetik matang B, dengan kedalaman timbunan 2700 – 4000m. Sedangkan batupasir dari Formasi Kantu, Tutoop, dan Ketungau di Cekungan Ketungau, termasuk ke dalam tingkat mesogenetik matang A dengan kedalaman timbunan 2000-2700m. Adapun Formasi Haloq di Tinggian Semitau dapat di klasifikasikan ke dalam mesogenetik agak matang (semimature), dengan kedalaman timbunan 1500-2000m. Perbedaan tersebut dikarenakan batupasir Kantu, Tutoop, Ketungau, dan Formasi Haloq pada kala Oligosen telah mengalami pengangkatan, sehingga formasi tersebut tidak ditindih oleh batuan sedimen Oligosen.  Sedangkan dalam umur yang sama selama Oligosen Formasi Ingar, Dangkan, dan Silat ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Payak, Tebidah dan Sekayam dengan ketebalan total sekitar 3000 m.Kata Kunci : Batupasir, Melawi, Ketungau, diagenesis dan Eosen.
SEJARAH PENIMBUNAN CEKUNGAN SUMATERA SELATAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP WAKTU GENERASI HIDROKARBON Panggabean, Hermes; Santy, Lauti Dwita
Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol 22, No 4 (2012): Jurnal Sumber Daya Geologi
Publisher : Pusat Survei Geologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (721.05 KB)

Abstract

South Sumatra Basin is divided into four subbasins, that are Jambi Subbasin, Central Palembang Subbasin, North Palembang Subbasin, and South Palembang Subbasin. Clastic and carbonate sediments had filled the South Sumatra Basin during Eocene up to Quaternary times by various thickness of all rock units in each subbasin ranging from 2100 m to 3500 m. Those four subbasins have shown almost different maximum deep of burial history, that was started from 2900 m up to 5200 m. From burial of maximum depth by over 2000 m, several rock outcrop samples of the Talangakar Formation have evidently compacted, and grain particles as well as minerals of matrix have been proccessed by diagenesis realm. The lowest depth oil generation of the Lahat Formation is 1560 m in the Central Palembang Subbasin, while the deepest in the Talangakar Formation is 2700 in Jambi Subbasin and 2800 m in the South Palembang Subbasin. The timing of hydrocarbon generation has occurred between 20.6 mya (Early Miocene) and 3.38 mya (Late Pliocene). By studying detailed characters of sedimentary rocks filling each subbasin, thus the time of hydrocarbon generation can be known.Keyword : South Sumatra basin, burial history, hydrocarbon generation, Lahat Formation, and Talangakar Formation
Endapan Kipas Bawah Laut Kapur Akhir di Kalimantan Santy, Lauti Dwita; Sutjipto, Rachmat Heryanto
Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol 16, No 4 (2015): Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral
Publisher : Pusat Survei Geologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Endapan kipas bawah laut berumur Kapur Akhir di Kalimantan, terdapat di dua tempat. Pertama di Tinggian Semitau Kalimantan Barat sebagai Formasi Selangkai dan Konglomerat Belikai. Kedua di Tinggian Meratus Kalimantan Selatan yang dikenal sebagai batuan sedimen Kelompok Pitap. Formasi Selangkai merupakan endapan turbidit jauhan (distal) dan Konglomerat Belakai merupakan endapan aliran gravitasi. Kelompok Pitap di Tinggian Meratus terdiri atas Formasi Pudak, Manunggul, dan Keramaian. Formasi Pudak tersusun oleh batuan sedimen klastika kasar (> pebble), merupakan endapan aliran gravitasi.  Formasi Manunggul tersusun oleh batupasir dan konglomerat yang merupakan endapan saluran. Formasi Keramaian tersusun oleh sedimen klastika halus yang merupakan endapan turbidit jauhan. Batuan sedimen kedua kelompok tersebut termasuk ke dalam endapan kipas bawah laut, dimana Formasi Selangkai serta Formasi Keramaian merupakan kipas bagian bawah (lower fan), Formasi Manunggul merupakan kipas bagian tengah (middle fan), dan Konglomerat Belikai serta Formasi Pudak merupakan kipas bagian atas (upper fan). Pengendapan batuan sedimen Kelompok Pitap, diawali oleh adanya tranportasi masa sebelum pengendapan dan pada waktu pengendapan, dan dicirikan oleh adanya endapapan slumping yang menunjukan terjadinya di daerah tidak stabil.  Sedangkan Formasi Selangkai dan Konglomerat Belikai diawali dengan turbidit dasar cekungan berupa laminasi halus, dan dicirikan oleh tidak adanya endapan slumping yang menunjukan bahwa pengendapannya terjadi di daerah yang stabil.