Artikel ini mengkaji pemikiran Tono Saksono tentang tinggi matahari awal waktu Subuh menggunakan perspektif maqasid al-shari'ah, terutama dari segi daruriyyah al-khams, yaitu hifz al-din (menjaga agama), hifz al-nafs (menjaga jiwa), dan hifz al-‘aql (menjaga akal). Kajian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang memadukan metode deskriptif-analitis dan metode astronomi. Data dikumpulkan melalui studi literatur terhadap literatur klasik dan kontemporer terkait penentuan waktu shalat Subuh dan maqāṣid al-sharī’ah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dari perspektif hifz al-din, Tono Saksono berupaya menjaga agama dengan memastikan pelaksanaan shalat Subuh di waktu yang tepat, sebagaimana diatur dalam al-Qur’an dan hadis. Namun, dari perspektif hifz al-nafs, waktu yang diusulkan oleh Tono Saksono menimbulkan kesulitan praktis bagi umat Islam di Indonesia, karena durasi waktu Subuh yang terlalu pendek. Adapun dari perspektif hifz al-‘aql, meskipun keberanian Tono Saksono untuk berbeda pendapat perlu diapresiasi, penting untuk menekankan bahwa setiap ijtihad dan pendapat harus didasarkan pada metodologi yang benar dan akurasi yang tepat. Penggunaan teknologi canggih dalam pengamatan astronomi harus didukung oleh metode yang benar dan analisis yang akurat agar hasilnya dapat diandalkan. Dengan demikian, usaha Tono Saksono dalam menjaga akal harus mencerminkan komitmen terhadap metodologi ilmiah yang tepat guna memastikan bahwa interpretasi hukum yang dihasilkan benar-benar akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.