Tri Ernawati
Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

FLUKTUASI BULANAN HASIL TANGKAPAN CANTRANG YANG BERBASIS DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TEGAL SARI, KOTA TEGAL Tri Ernawati; Bambang Sumiono
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 15, No 1 (2009): (Maret 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (122.516 KB) | DOI: 10.15578/jppi.15.1.2009.69-77

Abstract

Penelitian mengenai perikanan cantrang yang berkaitan dengan sumber daya ikan demersal sebagai hasil tangkapan utama dilaksanakan selama tahun 2006 - 2007. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fluktuasi bulanan hasil tangkapan cantrang yang berbasis di Pelabuhan Perikanan Pantai Tegal Sari. Metode yang digunakan adalah survei yang meliputi pengambilan contoh dari hasil tangkapan, pencatatan buku bakul dan statistik perikanan pelabuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah trip armada cantrang periode 2006 - 2007 didominansi oleh kapal berukuran 21 - 30 GT. Produksi bulanan Pelabuhan Perikanan Pantai Tegal Sari dari tahun 2004 - 2007 berfluktuasi. Secara umum, produksi bulanan pada bulan Nopember 2005 - Desember 2006 jauh lebih tinggi dibanding pada bulan-bulan di tahun 2004 dan 2007. Hal ini karena dipengaruhi oleh fluktuasi jumlah trip dan perkembangan unit penangkapan. Komposisi hasil tangkapan cantrang tahun 2006 berdasarkan pada hasil pengambilan contoh, didominansi oleh ikan coklatan (Scolopsis taeniopterus) (22%), kuniran (Upeneus spp.) (17,4%), dan swangi atau demang (Priachantus sp.) (9,7%). Ratarata laju tangkap pada tahun 2006 dan 2007 berturut-turut 333,6 dan 424 kg/hari. Laju tangkap tahun 2006 cenderung, dipengaruhi oleh fluktuasi musiman, sedangkan laju tangkap tahun 2007 cenderung naik, tidak terpengaruh oleh fluktuasi musiman. Daerah penangkapan armada cantrang yang berbasis di Pelabuhan Perikanan Pantai Tegal Sari adalah di sekitar pantai timur Lampung, Tanjung Selatan (Kalimantan Selatan), dan Tanjung Puting (Kalimantan Tengah). The research on danish seine fishery related to demersal fish resources as the main catch was carried out from 2006 - 2007. The research aimed to know monthly fluctuation of the danish seine catch in Tegal Sari landing base. The survey was conducted by sampling the catch, recording data from retailer’s book and landing base statistic. The results showed that number of trip from 2006 - 2007 was dominated by 21 to 30 GT vessel. Monthly production in Tegal Sari landing base on 2004 to 2007 was fluctuated. Generally, monthly production on November 2005 - Desember 2006 was higher than other months on 2004 and 2007. It was caused by fluctuation of trips number and unit fishing developement. The catch composition in 2006 based on sampling result, was dominated by lattice monocle bream (Scolopsis taenipterus) (22%), goatfish (Upeneus spp.) (17.4%), and purple spotted bigeye (Priachantus spp.) (9.7%). Average of catch rate in 2006 and 2007 was 335.6 and 424 kg per day, respectively. The catch rate in 2006 danish seine, Tegal Sari tended to be influenced by season fluctuation. While catch rate in 2007 increased and was not influenced by season. Fishing grounds of danish seine fleet in Tegal Sari landing base were in eastern coast of Lampung waters, Tanjung Selatan (South Kalimantan) and Tanjung Puting (Central Kalimantan), respectively.
KELIMPAHAN STOK, SEBARAN PANJANG, DAN KEMATANGAN IKAN COKLATAN (Scolopsis taeniopterus) DI PERAIRAN LAUT JAWA Tri Ernawati; Badrudin Badrudin
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 13, No 3 (2007): (Desember 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (588.189 KB) | DOI: 10.15578/jppi.13.3.2007.213-221

Abstract

Ikan coklatan (Scolopsis taeniopterus) yang secara taksonomis termasuk famili Nemipteridae adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting di Laut Jawa. Data yang dianalisis merupakan sebagian hasil riset dengan K. M. Bawal Putih I pada tahun 2005 dan 2006, serta hasil pengambilan contoh di pangkalan pendaratan ikan Blanakan. Dugaan kepadatan stok pada ke-2 cruise tersebut adalah sekitar 7,0 dan 9,0 kg km-2. Dari sebaran frekuensi panjang teridentifikasi bahwa contoh ikan coklatan terdiri atas 1 kelompok umur yang kuat (strong cohort) dengan modus ukuran panjang 16,5 cm. Setelah dipisahkan antara jantan dan betina tampak bahwa, ikan jantan didominasi oleh kelompok ukuran 17,5 cm, sedangkan ikan betina oleh ukuran 16,0 cm. Data tersebut menyiratkan bahwa ukuran ikan coklatan jantan lebih panjang dibandingkan dengan ikan betina. Dari sebaran persen frekuensi kumulatif di mana 50% dari sebaran tersebut yang mencerminkan Lc (panjang pertama kali tertangkap) tampak bahwa ukuran ikan betina dengan Lc=15,5 cm lebih kecil dari ikan jantan dengan Lc=17,5 cm. Melalui analisis kematangan ovarium, dapat dihitung ukuran ikan coklatan mencapai matang ovarium untuk pertama kali pada panjang Lm=15,0 cm. Dari ukuran-ukuran tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar ikan coklatan yang tertangkap sudah melewati ukuran pertama kali matang gonad, atau Lc>Lm. Jika kondisi tersebut dapat terus dipertahankan, maka stok ikan coklatan di Laut Jawa pada tingkat upaya yang sama mempunyai peluang yang lebih besar untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan. Lattice monocle bream (Scolopsis taeniopterus) that taxonomically belong to the family Nemipteridae provide one of the economically important demersal fish resources in the Java Sea. Data analyzed were part of the R/V Bawal Putih I cruise results carried out in 2005 until 2006, and from sampling in Blanakan landing place. The estimated stock density of the fish were 7.0 dan 9.0 kgs km-2. From the overall length frequency distribution it is likely that the population of the lattice monocle bream consisted of one strong cohort, with the modus of 16,5 cm. When sexually separated, it is revealed that the male group was dominated by the size of 17,5 cm length, while the female was dominated by the size of 16,0 cm length. From these data is likely that average size of the male fish during this observation was bigger than the size of female. From the cumulative percent frequencies distribution it was also observed that 50% of the distribution that can be assummed as equal to the length of first capture of the female fish, Lc=15,5 cm, seem to be smaller size compare with the male of the Lc=17,5 cm. Through maturity analysis it was calculated that the length of first maturity, Lm=15,0 cm length. From these size observations it can be concluded that most of the fish caugth have been mature, where Lc>Lm. Provided that this condition could be maintained at the same level of effort, exploitation of the lattice monocle bream stock could likely be achieved sustainably.
KOMPOSISI JENIS DAN DISTRIBUSI IKAN PETEK (LEIOGNATHIDAE) DI PERAIRAN SELAT MAKASSAR Wedjatmiko Wedjatmiko; Tri Ernawati; Sukarniaty Sukarniaty
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 13, No 1 (2007): (April 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (242.635 KB) | DOI: 10.15578/jppi.13.1.2007.53-60

Abstract

Penelitian terhadap komposisi dan distribusi ikan petek (Leiognathidae) di perairan SelatMakassar (perairan timur Kalimantan), dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2005 dengan menggunakan KM. Bawal Putih. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa hasil tangkapan ikan petek (Leiognathidae)merupakan ikan dominan yang ke-2 dengan persentase 17,43%. Pada penelitian ini diperoleh 12 jenis ikan petek (Leiognathidae), dengan 3 genus yaitu Leognathus (7 spesies), Secutor (3 spesies), dan Gaza (2 spesies). Di antara ikan petek yang tertangkap, Leiognathus bindus mempunyai laju tangkap paling tinggi yaitu 12,53 kg per jam, dengan ukuran dominan antara FL 6,5 sampai dengan 7,0 cm, sedangkan Leiognathus splendens merupakan urutan ke-2 dengan laju tangkap 6,66 kg per jam, dengan ukuran dominan antara FL 10,0 sampai dengan 10,5 cm. Distribusi secara vertikal menunjukkan bahwa ikan petek, dominan tertangkap pada kedalaman perairan 21 sampai dengan 30 m, yang berlaku untuk semua jenis atau spesies ikan petek (Leiognathidae). Sedangkan distribusi horisontal ikan petek, dominan tertangkap di sekitar perairan Nunukan dan Tarakan. Research on catch composition, distribution, and some biological aspects of pony fish was conducted in June to July, 2005th using RV. Bawal Putih in the waters of East Kalimantan. Results show that the pony fish (Leiognathidae) provides the second largest component in the catch (17.43%), after Ariidae (30.02%). There were 3 genera of Leiognathidae i.e. Leiognathus (7 species), Secutor (3 species), and Gaza (2 species). Leioghnatus bindus was the highest catch rate within the Leioghnatidae group amoung to about 12.5 kg per hr, with the dominant size of FL 6.5 to 7.0 cm group, followed by Leioghnatus splendens with the catch rate of 6.75 kg per hr and the size of 10.0 to 10.5 cm. Based on depth distribution data it’s likely that the pony fish group was dominantly in the depth range of 21 to 30 m. Based on horizontal distribution data the pony fish group was dominantly in the East-Tarakan waters (1°49’ N–3°55’ N dan 117°53’ E–118° 31’ E).
ANALISIS PENANGKAPAN KAKAP MERAH DAN KERAPU DI PERAIRAN BARRU, SULAWESI SELATAN Bambang Sumiono; Tri Ernawati; Wedjatmiko Wedjatmiko
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 16, No 4 (2010): (Desember 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (227.14 KB) | DOI: 10.15578/jppi.16.4.2010.293-303

Abstract

Perairan di sekitar Barru Sulawesi Selatan merupakan salah satu kawasan terumbu karang yang penting di Selat Makassar. Sebagian besar dari nelayannya melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan rawai dasar dan jaring insang dasar. Analisis perikanan kakap merah (Lutjanus spp.) dan kerapu (Epinephelus sp.) dilakukan pada bulan Agustus dan Oktober 2006 dengan penekanan pada deskripsi alat tangkap dan teknik penangkapannya, komposisi hasil tangkapan dan beberapa aspek biologi kakap merah dan kerapu. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengikuti kegiatan nelayan yang menggunakan rawai dasar dan jaring insang dasar di sekitar terumbu karang dan pencatatan data dari pendaratan ikan utama. Untuk kelengkapan data dilakukan wawancara dengan nelayan dan pedagang pengumpul setempat. Hasil penelitian ini menunjukan daerah penyebaran kakap merah dan kerapu terdapat di perairan Barru dan Pangkajene Kepulauan. Pada perairan yang relatif dangkal (<50 m) digunakan pancing ulur dengan 1 atau 2 mata pancing (nomor 6 atau 7). Jaring insang dasar digunakan di luar daerah karang, satu pis (tinting) mempunyai panjang 40 m dan dalam 5 m dengan ukuran mata jaring 4 inci. Satu unit jaring terdiri atas 60 pis. Di perairan yang lebih dalam (lebih dari 50) digunakan rawai dasar yang terdiri atas 600 mata pancing (nomor 7 atau 8). Lama trip penangkapan tiga hari. Diperoleh laju pancing pada rawai dasar berkisar 6-8% dan laju tangkap jaring insang dasar berkisar antara 40-60 kg/kapal/tiga hari. Komposisi hasil tangkapan didominansi (47,2%) oleh ikan kakap merah (famili Lutjanidae) yang terdiri atas jenis Lutjanus malabaricus, Lutjanus hyselopterus, Lutjanus sebae, Lutjanus vittus, dan Pinjalo pinjalo. Ikan kerapu (Serranidae) terdiri atas jenis Epinephelus areolatus, Epinephelus malabaricus, Epinephelus microdon, dan Plectropomus maculatus. Kecuali itu tertangkap juga ikan lencam (Lethrinidae). Pengamatan biologi jenis ikan Lutjanus malabaricus dan Epinephelus malabaricus yang merupakan hasil tangkapan dominan masing-masing diperoleh nilai modus panjang cagak 48 dan 56 cm dengan modus bobot masing-masing 1,8 dan 2,1 kg. Karakteristik pertumbuhan kedua jenis tersebut adalah allometrik positif. The sea waters around Barru, South Sulawesi is one of the coral reef area in Makassar Strait. Most of the fishermen use bottom long lines, and bottom gillnets in their fishing activities. Analysis of red snappers and groupers fisheries in this area were carried out in August and October, 2006. The emphasis is focused on the discription of fishing gear and fishing technique, catch composition, and some biological aspects of red snappers and groupers. The research was done by observing the fishing operations of bottom long line and bottom gill net conducted by fishers in the waters around coral reefs. Data were recorded in some importantant landing places at Barru, and interview of some fishermen to collect data and information needed. The result showed that the distribution of red snapper and groupers occured in the waters around Barru and Pangkajene Islands. In the shallow waters (<50 m) the fishermen use handline, with one or two relativelly small size hooks (nomor 6 or 7). Bottom gillnets are frequently used in shallow back reef areas with one piece of 40 m in length, and 5 m in depth, with mesh size of 4 inches. One unit of the gear consisted of 60 piece of the nets. Meanwhile, in deeper waters (50-150 m), the number of hooks (nomor 7 or 8) in bottom long line operated 600 hooks for each unit. All fishing gears usually three days at sea for a fishing trip. The average of catch rate (hook rate) for a trip of bottom long line was 6-8% (6 or 8 individual fish for 100 hooks). Meanwhile, the catch rate of bottom gill net was about 40-60 kgs /boat/3 days trip. The catches were dominated by the family Lutjanidae in which the red snappers species (reached to 47.2% at this survey period) including Lutjanus malabaricus, Lutjanus hyselopterus, Lutjanus sebae, Lutjanus vittus, and Pinjalo pinjalo. Meanwhile the groupers (Serranidae) were dominated by species of Epinephelus areolatus, Epinephelus malabaricus, Epinephelus microdon, and Plectropomus maculatus. Other groups were emperors (Lethrinidae) and Gymnocranius. The biological measured for Lutjanus malabaricus and Epinephelus malabaricus as a dominant landed showed the modus of length were 48 and 58 cmFL, respectivelly. Meanwhile the modus of weight were 1.8 and 2.1 kg. The  growth characteristic of both species were positive allometric. It means that increasing the weight was faster than their length.
BEBERAPAASPEKBIOLOGI IKANBELOSO(Sauridamicropectoralis) DI PERAIRANUTARAJAWATENGAH Adrian Damora; Tri Ernawati
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 3, No 6 (2011): (Desember 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (148.168 KB) | DOI: 10.15578/bawal.3.6.2011.363-367

Abstract

Indeks kelimpahan stok ikan beloso (Saurida micropectoralis) di Laut Jawa cenderungmengalami penurunan dari tahun ke tahun dan untuk mencegahnya perlu bahan masukan yang bersumber dari hasil penelitian yang dijadikan sebagai dasar pengelolaannya. Penelitian dilakukan untukmengkaji beberapa aspek biologimeliputi hubungan panjangberat, nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, panjang pertama kali tertangkap dan panjang pertama kali matang gonad, serta kebiasaan makan ikan beloso. Penelitian dilakukan pada bulanApril–Agustus 2009 di perairan utara Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nisbah kelamin ikan jantan dan betina berada dalam keadaan tidak seimbang. Pertumbuhan ikan beloso bersifat allometrik positif, dimana pertambahan berat lebih cepat dibandingkan pertumbuhan panjangnya dan tingkat kematangan gonad (TKG) ikan beloso didominasi oleh stadium I. Panjang pertama kali ikan beloso tertangkap lebih kecil dari panjang pertama kali matang gonadnya (Lc < Lm) sehingga akan mengancam kelestariaannya. Ikan beloso bersifat karnivora, dimana makanan utamanya adalah potongan ikan dasar, cumi, dan teri. Index of stock abundance of Lizardfish (Saurida micropectoralis) in Java Sea tend to decreased from year to year. The decline was expected because of the potential of Lizardfish decreasing but the effort continue to rise. The objective of this study is to assess the biological aspects including length-weight relationship, sex ratio, gonadal maturity stage, length of first capture (Lc) and length of first mature (Lm), and feeding habit of Lizardfish in north waters of Central Java. This study was conducted from April to August 2009 in north waters of Central Java. Results showed that the sex ratio between males and females was 1:0,97. Based on Chi-square test it is showed that sex ratio is not balanced. The growth of Lizardfish indicated positive allometric where the weight growth more faster than its length growth. The gonadalmaturity stage of Lizard fish is dominated by the first stage. The length of first capture of Lizardfish was under the length of first mature (Lc < Lm) so that will threaten its sustainability. Lizardfish was indicated carnivorous species where its main food are part of demersal fishes, squids and anchovies.
BEBERAPAASPEKBIOLOGI IKANKUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRANTEGALDANSEKITARNYA Duranta Diandria Kembaren; Tri Ernawati
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 3, No 4 (2011): (April 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (740.658 KB) | DOI: 10.15578/bawal.3.4.2011.261-267

Abstract

Ikan kuniran (Upeneus sulphureus)merupakan salah satu ikan demersal dari familiMullidae banyak tertangkap di perairan Laut Jawa. Penelitian ini tentang beberapa aspek biologi ikan kuniran di perairan Tegal dan sekitarnya dilakukan pada bulan Maret, April, dan Agustus 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek biologi ikan kuniran, seperti nisbah kelamin, sebaran frekuensi panjang, hubungan panjang dan bobot, tingkat kematangan gonad, panjang pertama kali matang gonad (length at first maturity), dan faktor kondisi. Ikan yangdiamati 358 ekor yang terdiri atas 170 jantan dan 188 betina. Perbandingan jumlah ikan jantan dan betinamenunjukanrasio kelamin yang tidak seimbang. Berdasarkan atas sebaran frekuensi panjang, ikan dengan panjang 9 cmFL mendominansi hasil tangkapan pada bulan Maret dan April dan pada bulan Agustus didominansi ikan dengan panjang 11 cmFL. Pertumbuhan ikan kuniran pada bulan Maret bersifat allometrik negatif, sedangkan pada bulan April danAgustus bersifat isometrik.Analisis tingkat kematangan gonad menunjukan bahwa pada bulan Agustus banyak ditemukan tingkat kematangan gonad I dan II dan pada bulanMaret banyak ditemukan tingkat kematangan gonad III dan IV. Ikan kuniran diduga pertama kali matang gonad pada ukuran panjang 9,87 cmFL. Faktor kondisi menunjukan tidak ada perbedaan antara bulan Maret, April, dan Agustus. The silver goatfish (Upeneus sulphureus) is demersal fish which caught excessively in the Java Sea and taxonomically belong to the family Mullidae. Some biological aspects of the silver goatfish in Tegal and adjacent waters were studied on March, April, and August in 2009. The objective of this research were to know some biological aspects, i.e. sex ratio, length frequency distribution, length weight relationship, gonad maturity stage, length at first maturity, and condition factor. A total of 358 fishes that consisted of 170 males and 188 females were examinated their biological aspects. The composition of male and female showed an unequal sex ratio. According to the lenght frequency distribution, the fishes of 9 cmFL were dominant onMarch and April, while on August was dominated by the fishes of 11 cmFL. The growth characteristic of the silver goatfish were allometric negative on March and isometric on April and August. Gonad maturity stage level 1 and 2 were dominant on August and level 3 and 4 onMarch. Lenght at first maturity (Lm) of silver goatfish were 9,87 cmFL. The condition factor showed that there is no difference on March, April, and August.
KEPADATAN STOK, SEBARAN PANJANG, DANHUBUNGANPANJANGBOBOT KERANGSIMPING(Amusium pleuronectes) DI PERAIRANTEGALDAN SEKITARNYA Tri Ernawati; Bambang Sumiono; Wedjatmiko Wedjatmiko
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 3, No 5 (2011): (Agustus 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (191.494 KB) | DOI: 10.15578/bawal.3.5.2011.321-327

Abstract

Kerang simping (Amusium pleuronectes) yang secara taksonomis termasuk famili Pectinidae adalah salah satujenis kerang ekonomis penting di Laut Jawa. Tujuan dari penelitian ini adalah untukmendapatkan data dan informasimengenai kepadatan stok, sebaran panjang, dan hubungan panjang bobot kerang simping. Data yang dianalisis merupakan sebagian dari hasil penelitian dengan Kapal Riset Sardinella pada tahun 2008 dan 2009. Pengambilan contoh dilakukan denganmenggunakan trawl dengan pendekatanmetode sapuan area (swept area methode). Analisis hubungan panjang bobot digunakan rumus Effendie (2002). Jumlah stasiun pengamatan 13 dengan kedalaman berkisar antara 10-40 m. Dugaan kelimpahan stok masing-masing 142,4 kg/km2 (tahun 2008) dan 22,6 kg/km2 (tahun 2009). Terdapat perbedaan distribusi laju tangkap di setiap kedalaman. Laju tangkap tertinggi terdapat pada kedalaman antara 21-30 m, yaitu 32,57 kg/jam (tahun 2008) dan 3,6 kg/jam(tahun 2009). Laju tangkap terendah 9,5 kg/jampada kedalaman 31-40m(tahun 2008) dan 0,36 kg/jampada kedalaman 11-20m(tahun 2009). Dari sebaranfrekuensi panjang teridentifikasi bahwa contoh kerang simping terdiri atas satu kelompok umur yang kuat (strong cohort) dengan modus ukuran panjang cangkang 54 mm. Berdasarkan atas sebaran persen frekuensi kumulatif 50% diperoleh ukuran pertama kali tertangkap (Lc) dari kerang simping 52mm.Melalui analisis hubungan panjang bobot kerang diperoleh nilai b yang isometrik, artinya pertambahan panjang cangkang sebanding dengan pertambahan bobotnya. Asia moon scallop (Amusium pleuronectes) that taxonomically belong to the family Pectinidae. The spesies is one of the economically important resources in the Java Sea. The research is aimed to get data and informations about stock density, length frequency, and length weight relation of asia moon scallop. Data analyzed were part of the R/V Sardinela cruise results carried out in 2008-2009. Sampling was doing by trawl net with swept area methods. The stations were 13 in number with depth between 10-40 m. The estimated stock density of the scallop were 142.4 kgs/km2 (2008) dan 22.6 kgs/km2 (2009), respectivelly. The highest catch rate was 32.57 kgs/hour (2008) and 3.6 kgs/hour (2009) in depth of 21-30 m. The lowest catch rate was 9.5 kgs/hour in depth of 31-40 m (2008) and 0.36 kgs/hour in depth 11-20 m (2009). From the overall length frequency distribution it is likely that the population of the asia moon scallop consisted of one strong cohort, with the modus of 54 mm. From the cumulative percent frequencies distribution it was also observed that 50%of the distribution can be assummed as equal to the length of first capture, Lc= 52 mm. Length weight analysis indicated that b isometry.
ANALISIS PENANGKAPAN IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus spp.) DAN KERAPU (Epinephelus sp.) DI PERAIRAN BARRU, SULAWESI SELATAN Bambang Sumiono; Tri Ernawati; Wedjatmiko Wedjatmiko
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 2, No 2 (2010): (November, 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (158.97 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.2.2.2010.101-112

Abstract

Perairan di sekitar Barru Sulawesi Selatan merupakan salah satu kawasan terumbu karang yang penting di Selat Makassar. Sebagian besar dari nelayannya melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan rawai dasar dan jaring insang dasar. Analisis perikanan ikan kakap merah (Lutjanus spp.) dan kerapu (Epinephelus sp.) dilakukan pada bulan Agustus dan Oktober 2006 dengan penekanan pada deskripsi alat tangkap dan teknik penangkapannya, komposisi hasil tangkapan, dan beberapa aspek biologi ikan kakap merah dan kerapu. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengikuti kegiatan nelayan yang menggunakan rawai dasar dan jaring insang dasar di sekitar terumbu karang dan pencatatan data dari pendaratan ikan utama. Untuk kelengkapan data dilakukan wawancara dengan nelayan dan pedagang pengumpul setempat. Hasil penelitian ini menunjukan daerah penyebaran ikan kakap merah dan kerapu terdapat di perairan Barru dan Pangkajene Kepulauan. Pada perairan yang relatif dangkal (<50 m) digunakan pancing ulur dengan satu atau dua mata pancing (nomor 6 atau 7). Jaring insang dasar digunakan di luar daerah karang, satu pis (tinting) mempunyai panjang 40 m dan dalam 5 m dengan ukuran mata jaring 4 inci. Satu unit jaring terdiri atas 60 pis. Di perairan yang lebih dalam (lebih dari 50) digunakan rawai dasar yang terdiri atas 600 mata pancing (nomor 7 atau 8). Lama trip penangkapan tiga hari. Diperoleh laju pancing pada rawai dasar berkisar 6-8% dan laju tangkap jaring insang dasar berkisar antara 40-60 kg/kapal/tiga hari. Komposisi hasil tangkapan didominansi (47,2%) oleh ikan kakap merah (famili Lutjanidae) yang terdiri atas jenis Lutjanus malabaricus, Lutjanus hyselopterus, Lutjanus sebae, Lutjanus vittus, dan Pinjalo pinjalo. Ikan kerapu (famili Serranidae) terdiri atas jenis Epinephelus areolatus, Epinephelus malabaricus, Epinephelus microdon, dan Plectropomus maculatus. Kecuali itu tertangkap juga ikan lencam (famili Lethrinidae). Pengamatan biologi jenis ikan Lutjanus malabaricus dan Epinephelus malabaricus yang merupakan hasil tangkapan dominan masing-masing diperoleh nilai modus panjang cagak 48 dan 56 cm dengan modus bobot masing-masing 1,8 dan 2,15 kg. Karakteristik pertumbuhan kedua jenis tersebut adalah allometrik positif.The sea waters around Barru, South Sulawesi is one of the coral reef parts in Makassar Strait. Most of the fishermen use fishing lines, bottom long lines, and bottom gill nets in their fishing activities. Analysis of red snappers (Lutjanus spp.) and groupers (Epinephelus sp.) fisheries in this area were carried out in August and October, 2006. The emphasis is focused on the discription of fishing gear and fishing technique, catch composition, and some of biological aspect of red snappers and groupers. The research was done by following the fishing operations of bottom long line and bottom gill net conducted by fishers in the waters around coral reefs. Data were recorded in some importantant landing place at Barru, and interview of some fishermen to complete data and information needed. The result showed that the distribution of red snapper and groupers occured in the waters around Barru and Pangkajene Islands. In the shallow waters (<50 m) the fishermen use a lightly weighted hand line, with one or two relativelly small hooks (nomor 6 or 7). Bottom gill nets are frequently used in shallow back reef areas with one piece of 40 m in length, and 5 m in depth, with mesh size of 4 inches. One unit of the gear consisted of 60 piece of the nets. Meanwhile, in deeper waters (50-150 m), the number of hooks (nomor 7 or 8) in bottom long line operated 600 hooks for each unit. All fishing gears usually have three days at sea for a fishing trip. The average of catch rate (hook rate) for a trip of bottom long line was 6-8% (6 or 8 individual fish for 100 hooks). Meanwhile, the catch rate of bottom jaring insang was about 40-60 kgs/boat/3 days trip. The catches were dominated by the family Lutjanidae in which the red snappers species (reached to 47.2% at this survey period) including Lutjanus malabaricus, Lutjanus hyselopterus, Lutjanus sebae, Lutjanus vittus, and Pinjalo pinjalo. Meanwhile the groupers (family Serranidae) were dominated by species of Epinephelus areolatus, Epinephelus malabaricus, Epinephelus microdon, and Plectropomus maculatus. Other groups were emperors (Lethrinidae) and Gymnocranius. The biological measured for Lutjanus malabaricus and Epinephelus malabaricus as a dominant landed showed the modus of length were 48 and 58 cmFL, respectivelly. Meanwhile the modus of weight were 1.8 and 2.35 kg. The growth characteristic of both species were positive allometric. It means that increasing the weight was faster than their length.