Dewi Ratnaningrum
Program Studi S1 Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara

Published : 14 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

NON ISOLATED BLOCK : ARSITEKTUR YANG BERPERAN DALAM MEMBERIKAN JAWABAN KERUANGAN DALAM KONTEKS BERHUNI DI MASA DEPAN Junie Veronica Putri; Dewi Ratnaningrum; Maria Veronica Gandha
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 1 (2021): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i1.10778

Abstract

In 2020, the outbreak of COVID-19 virus is a shock to every individual and to society. In this time, people lives in a term called "space limitation", isolated in a radius and a certain space that makes people lives in a virtual space. This pandemic limits our living space, altered out daily routine, and makes us isolated in a space that causes us to break ourselves physically and mentally. By nature, architecture can't ignore a problem that is this extreme, architecture has a purpose to make space to be a product of humanity, the purpose of this project is the will to create a future living spaces that is unobstructed, undisturbed, and opened; going through a block by giving a communal space; communal space that connected each other between the inside and outside space so that it provides the feeling of togetherness. This “Non-Isolated Block” project starts by incorporating the meaning of “isolated” and “block”. A block or a box is one of the basic of design, a block marks efficiency in a space but considered “simple & bare”. A block that stood on its own and unconnected makes us feel alone. There should be connectivity from this block to create a living space that makes us feel un-caged or “non-isolated”. By using this “inside, outside, and through the block” concept, this project is aimed to split activities based on space. “Inside the block” is for private activities, “outside the block” is for public activities, and “through the block” is a communal space that has a role as an emerging space, space that is connected to one another, to increase togetherness and productivity. Keywords:  block; communal space; non-isolated; space limitation; through the block. AbstrakMunculnya wabah COVID-19 pada tahun 2020 ini merupakan sebuah guncangan terhadap suatu individu dan masyarakat. Saat ini, manusia hidup dalam “batas ruang”, terisolasi dalam radius dan jarak bahkan ruang hidupnya adalah ruang virtual. Wabah ini membatasi ruang gerak kita, merubah pola aktivitas keseharian kita, membuat kita terisolasi dalam suatu ruang yang dapat membunuh kita secara fisik dan mental. Secara fitrahnya, arsitektur tidak dapat mengabaikan sesuatu yang ekstrem ini, arsitektur memiliki tujuan untuk meruangkan ruang sebagai suatu produksi kemanusiaan, sehingga tujuan dari proyek ini yaitu keinginan untuk menciptakan hunian masa depan yang tidak terhadang, tidak terhalang, dan terbuka; saling menembus antar ruang-ruang dengan fungsi ruang komunal; ruang komunal yang saling terkoneksi satu sama lain di antara ruang dalam dan ruang luar sehingga meningkatkan rasa kebersamaan. Proyek “Non-Isolasi Blok” ini bermula dengan mengambil arti dari “isolasi” dan “blok”. Blok atau kotak merupakan salah satu dasar desain, kotak menandakan efisiensi dalam ruang tetapi dianggap "sederhana & polos". Suatu blok yang berdiri sendiri dan tidak terkoneksi membuat kita merasa tersendiri. Perlu ada konektivitas dari bentuk blok ini untuk menciptakan suatu hunian dengan perasaan tidak terkurung atau “Non-Isolasi”. Dengan konsep “ruang dalam, luar, dan antara”, proyek ini membagi aktivitas berdasarkan ruang. Ruang dalam menjadi ruang dengan aktivitas privat, ruang luar menjadi ruang dengan aktivitas publik, sedangkan ruang antara menjadi ruang komunal yang berperan sebagai ruang tembus, ruang yang terhubung satu sama lain dengan ruang tembus lainnya, sehingga meningkatkan kebersamaan dan produktivitas.
FASILITAS PEMBELAJARAN DAN RUANG KOMUNITAS DIGITAL Henry Halim; Dewi Ratnaningrum
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4579

Abstract

Today, generation of millennials is a topic that is quite warm among the people, starting from the aspect of education, technology and morals and culture. Millennials or sometimes also called generation Y are a group of people born after Generation X, namely people born in the 1980s and 2000s. Generation of millennials has a characteristic that is, they are very creative in the field of digital technology. Today the development of the creative economy is very rapid. The contribution of the creative economy to the national economy is increasingly evident. The added value generated by the creative economy also increases every year. The growth of the creative economy sector is around 5.76%. This means that it is above the growth of the electricity, gas and clean water sector, mining and quarrying, agriculture, livestock, forestry and fisheries, services and processing industries. Creative Economy is the Pillar of the Nation's Economy. Especially in the field of video blogging, video blogs are mostly asked by generations of millennials and jobs as video blogs, and are also suitable for generations of millennials because of their creative nature and flexible ways of working. The problem is that many generations of millennials are lacking in the knowledge of making interesting content. Thus the Digital Community Learning and Space Facilities project was created which can realize the ideals of the millennials generation that lack creativity in the field. With the method of field survey, shape grammar, and green architecture, this project can be a useful project for the surrounding environment and can be a useful forum for millennials to be able to find and analyze problems that occur in the development of information technology and the development of creative economics in the field of blogs video. Abstrak Dewasa ini, generasi millennials menjadi topik yang cukup hangat di kalangan masyarakat, mulai dari segi pendidikan, teknologi maupun moral dan budaya. Millennials atau kadang juga disebut dengan generasi Y adalah sekelompok orang yang lahir setelah Generasi X, yaitu orang yang lahir pada kisaran tahun 1980- 2000an. Generasi millennials memiliki ciri khas yaitu, mereka sangat kreatif di bidang teknologi digital. Dewasa ini perkembangan terhadap ekonomi kreatif sangatlah pesat. Kontribusi ekonomi kreatif pada perekonomian nasional semakin nyata. Nilai tambah yang dihasilkan ekonomi kreatif juga mengalami peningkatan setiap tahun. Pertumbuhan sektor ekonomi kreatif sekitar 5,76 %. Artinya berada di atas pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih, pertambangan dan penggalian, pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, jasa-jasa dan industri pengolahan. Ekonomi Kreatif adalah Pilar Perekonomian Bangsa. Terlebih di bidang Blog video, blog video banyak diminati oleh generasi millennials dan pekerjaan sebagai blog video, dan juga cocok bagi generasi millennials karena sifat mereka yang kreatif dan cara kerja yang bersifat fleksibel. Permasalahannya adalah banyak generasi millennials yang minim dengan ilmu tentang membuat sebuah konten yang menarik. Dengan demikian dibuatlah proyek Fasilitas Pembelajaran Dan Ruang Komunitas Digital yang dapat mewujudkan cita-cita generasi millennials yang minim akan kreatifitas di bidang tersebut. Dengan metode Survey lapangan, shape grammar, dan green architecture, proyek ini dapat menjadi proyek yang berguna bagi lingkungan sekitarnya dan dapat menjadi wadah yang bermanfaat bagi generasi millennials agar mampu menemukan dan menganalisa permasalahan yang terjadi pada perkembangan teknologi informasi dan perkembangan ekonomi kreatif di bidang blog video.
TEMPAT INTERAKSI BERBAGAI MACAM KEBUDAYAAN – JL. GEREJA AYAM Andi Wijaya; Dewi Ratnaningrum
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i2.8602

Abstract

As the time for the Shopping Center grew Pasar Baru to be abandoned because of the many modern shopping centers that began to appear in Jakarta. This causes shopping centers to compete with visitors in a variety of ways, such as transactions as well as family recreation, entertainment venues, and can become Third Place in big cities like Jakarta. So that makes shopping centers that are old concept become quiet. The decline in visitors in Pasar Baru has an impact on the surrounding area Pasar Baru which makes it not as busy as before and looks like it was left behind. This is contrary to the condition Pasar Baru first. Though Pasar Baru has great potential. If you look around Pasar Baru ethnic diversity there is very thick, there are 3 ethnic groups that are very dominant there namely, Indian, Chinese and Betawi ethnic groups. And ethnic diversity there makes Pasar Baru rich in culture. Therefore the purpose of this research is to create a forum to accommodate cultural activities and be able to attract the interest of visitors Pasar Baru by including various theories such as Third Place, as for the method used, namely conducting studies, observations and distributing questionnaires, as well as studying various needs of the surrounding community and making programs in accordance with the results of the observation survey to adjust the needs of the surrounding community, therefore this program is expected to be a solution to the problem of decreasing visitors Pasar Baru and can be a third place for the community in around the area Pasar Baru. Keywords:  culture, diversity, ethnicity Abstrak Seiring berkembangnya waktu pusat pembelanjaan Pasar Baru ditinggalkan dikarenakan banyaknya pusat perbelanjaan modern yang mulai bermunculan di Jakarta. Hal ini menyebabkan pusat perbelanjaan berlomba-lomba menarik pengunjung dengan berbagai cara, seperti tempat transaksi sekaligus juga sebagai rekreasi keluarga, menjadi tempat hiburan, dan dapat menjadi Third Place di kota-kota besar seperti Jakarta. Sehingga membuat pusat perbelanjaan yang berkonsep lama menjadi sepi. Penurunan pengunjung di Pasar Baru berdampak ke daerah sekitar Pasar Baru yang membuat tidak seramai dahulu dan terlihat seperti di tinggalkan. Hal ini bertolak belakang pada kondisi Pasar Baru dahulu. Padahal Pasar Baru mempunyai potensi besar. Jika dilihat di sekitar Pasar Baru keberagaman etnis di sana sangatlah kental dan terdapat 3 etnis yang sangat dominan yaitu, etnis India, Tionghoa, dan Betawi. kemudian keberagaman etnis di sana membuat Pasar Baru kaya akan kebudayaan. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah menciptakan sebuah wadah untuk menampung kegiatan-kegiatan kebudayaan serta dapat menarik minat pengunjung Pasar Baru dengan memasukan berbagai teori seperti Third Place. Adapun metode yang dipakai yaitu melakukan studi observasi dan penyebaran kuesioner, serta mempelajari berbagai kebutuhan dari masyarakat sekitar dan membuat program-program yang sesuai dengan hasil survei observasi untuk menyesuaikan kebutuhan masyarakat sekitar. Maka dari itu program ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk permasalahan menurunnya pengunjung Pasar Baru serta dapat menjadi Third place bagi masyarakat di sekitar kawasan Pasar Baru.
JARINGAN KULINER KOTA DI KEBON SIRIH Andreas Tanuwijaya; Dewi Ratnaningrum
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 1 (2020): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i1.6868

Abstract

Community is a group of several people who have specific goal and activities that are very varied, and are not in accordance with certain pattern of activity. They will look for a place for them to gathering or we call it “third place”. The third place is a public place that the people inside can act freely. This place is outside from their work or home, yet still feels comfortable. However, the third place began to disappear along with technological developments, especially in urban city such as Jakarta that have very high population and economic growth rates. This situation allows us to interact with others through technology that offers a third place in cyberspace as a gathering place. One of the third place that always continue to exist is a “dining area”, particularly in the informal sector. Central of Jakarta becomes a strategic location for culinary growth because of its office and economic center. This Project is using the “typology” method, observing the activities in the area. One of the familiar culinary in Central Jakarta is Sabang culinary, located on Jalan Sabang / Jalan H. Agus Salim and next to the office buildings on Jalan M. H. Thamrin, Kebon Sirih sub district, Menteng district. There are 2 culinary adjacent to the Sabang culinary, namely Bank Mandiri culinary and Kebon Sirih culinary, a network among culinary centers and to achieve the purpose of the “place to eat” as a third place. This is where Urban Culinary Linkage (Jaringan Kuliner Kota) is planned as an urban network that renforces culinary characterictics in Sabang area and as a third place for employees and residents in Kebon Sirih sub district. AbstrakKomunitas merupakan kelompok dari beberapa orang yang memiliki tujuan tertentu dan kegiatan yang sangat bervariatif, serta tidak terikat oleh sebuah pola kegiatan tertentu. Komunitas ini kemudian mencari tempat tersendiri untuk dijadikan tempat berkumpul atau “ruang ketiga”. Ruang ketiga merupakan wadah dari para komunitas dengan keadaan bebas ekspresi dan bersifat publik. Wadah ini berada di luar pekerjaan atau rumah mereka, namun tetap merasa nyaman. Ruang ketiga mulai hilang seiring dengan perkembangan teknologi, terutama di pusat kota seperti Jakarta dengan laju pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang sangat tinggi. Keadaan memudahkan kita untuk berinteraksi melalui teknologi yang menawarkan ruang ketiga di dunia maya sebagai tempat berkumpulnya komunitas. Salah satu ruang ketiga secara nyata yang terus ada adalah “tempat makan” terutama pada sektor informal. Jakarta Pusat menjadi letak strategis bagi pertumbuhan kuliner karena pusat perkantoran dan ekonomi berada di sana. Metode yang digunakan adalah tipologi, melihat langsung kawasan dan mengamati aktivitas serta perasaan ruang yang terjadi di sana. Salah satu kuliner yang terkenal di Jakarta Pusat adalah Kuliner Sabang yang berada di Jalan Sabang dan bersebelahan dengan perkantoran di Jalan M.H. Thamrin, Kelurahan Kebon Sirih, Kecamatan Menteng. Ditambah lagi 2 kuliner yang berdekatan dengan Kuliner Sabang, yaitu Kuliner Bank Swasta Mandiri dan Kuliner Kebon Sirih. Hal ini membuka potensi untuk menciptakan jaringan di antara sentra kuliner sehingga tercapainya tujuan “ruang makan” sebagai ruang ketiga. Jaringan Kuliner Kota (Urban Culinary Linkage) direncanakan hadir sebagai jaringan perkotaan yang memperkuat karakteristik kuliner di kawasan Sabang dan menjadi ruang ketiga bagi karyawan serta warga di kelurahan Kebon Sirih. 
WADAH AKTIVITAS SENI DIGITAL DAN KERAJINAN Wandy Wandy; Dewi Ratnaningrum
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4363

Abstract

The development of science and information technology caused major changes in this era. One of them is in everyday human activities. The number of micro communities based on expertise and ability has emerged and formed by itself and started to be called upon by the younger generation. Until now the knowledge and interest of the community about the creative industry still cannot be accommodated and the cultural needs that have occurred have changed. Another thing that happens is that the gap between the forms of work carried out by the younger generation is based on interests and hobbies that are loved so that the level of productivity also increases. One sector that is still minimal and has a high community level is craft. Crafts are one of the sectors that have a large role in the creative economy and are used to preserve local cultural values. Therefore, in helping the development and creative economic growth and answering these challenges, one alternative is to create a Digital Art and Craft Makerspace project. By using the field survey method and typology, it is expected that the project can become a forum for the community, especially the younger generation and local residents. The relationship between container activities and human resources has an important role. The purpose of Digital Art and Craft Space is to attract young people to be able to channel their interests and talents with the form of training and adequate information needs so that they can be creative in expressing ideas or ideas whose end results have cultural values. AbstrakPerkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi menyebabkan perubahan besar di era ini. Salah satunya adalah pada aktivitas manusia sehari-hari. Jumlah komunitas mikro yang berdasarkan keahlian dan kemampuan telah muncul dan terbentuk dengan sendirinya serta mulai diserukan oleh para generasi muda. Hingga saat ini pengetahuan dan minat masyarakat tentang industri kreatif masih belum dapat terwadahi dan kebutuhan budaya yang terjadi telah berubah. Hal lain yang terjadi adalah kesenjangan antara bentuk pekerjaan yang dilakukan oleh para generasi muda adalah berbasis minat dan hobi yang disenangi sehingga membuat tingkat produktivitas juga meningkat. Salah satu sektor yang masih minim dan memiliki tingkat komunitas tinggi adalah kerajinan. Kerajinan merupakan salah satu dari sektor yang memiliki peran besar dalam ekonomi kreatif dan guna untuk pelestarian nilai-nilai budaya lokal. Oleh karena itu, dalam membantu perkembangan dan pertumbuhan ekonomi kreatif dan menjawab tantangan tersebut maka salah satu alternatif adalah dengan membuat proyek Digital Art and Craft Makerspace. Dengan menggunakan metode survei lapangan, dan tipologi maka diharapkan  proyek dapat menjadi wadah bagi masyarakat khususnya kaum generasi muda dan penduduk lokal. Hubungan antara wadah kegiatan dan sumber daya manusia memiliki peranan penting. Tujuan Digital Art and Craft Makerspace dibangun adalah untuk menarik para generasi muda untuk dapat menyalurkan minat dan bakat mereka dengan bentuk pelatihan dan kebutuhan informasi yang memadai agar dapat berkreasi dalam menuangkan ide atau gagasan yang hasil akhirnya memiliki nilai budaya.
RUANG EDUKASI DAN INTERAKSI MUARA ANGKE Nathaniel Edbert; Dewi Ratnaningrum
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i2.8595

Abstract

Muara Angke is one of the poorest areas in Jakarta. One of the reasons is the lack of education owned by the surrounding population so that many families do not have a good life. In addition, as one of the areas located on the seafront, the Muara Angke area is one area that is busy with warehousing activities that trade in marine products so that part of the existing land is used as a place to work and trade. This causes problems in this area, such as the reduction of green land and public space for the surrounding population. The observations, data, and aspirations of community needs that have been collected will form a building that will answer the problem with a project design that will apply the third place concept introduced by Ray Oldenburg, then will use the architectural approach of regionalism in building designs and materials in buildings this. The project will be a space for interaction of local residents who have the main function as a container for the activities of surrounding residents and side functions that support the potential of culinary tourism to serve outside visitors with the concept of buildings that resemble oases in this dense area. In addition to being a place of entertainment, this building will also be a place of education for local people who teach them to be able to have a good education to help their lives. Keywords:  education; fisherman; interaction space; muara angke AbstrakMuara Angke merupakan salah satu kawasan miskin yang ada di Jakarta. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pendidikan yang dimiliki oleh penduduk sekitar sehingga banyak keluarga yang tidak memiliki kehidupan yang baik. Selain itu, sebagai salah satu kawasan yang berada di pinggir laut, kawasan Muara Angke merupakan salah satu daerah yang sibuk dengan aktivitas pergudangannya yang memperdagangkan hasil laut sehingga sebagian tanah yang ada digunakan sebagai tempat bekerja dan tempat berdagang. Hal ini menimbulkan masalah pada kawasan ini, seperti berkurangnya lahan hijau dan ruang publik untuk penduduk sekitar. Hasil pengamatan, data-data, dan aspirasi kebutuhan masyarakat yang sudah dikumpulkan akan membentuk bangunan yang akan menjawab masalah tersebut dengan rancangan proyek yang akan menerapkan konsep tempat ketiga yang diperkenalkan oleh Ray Oldenburg, kemudian akan menggunakan pendekatan arsitektur regionalisme dalam membangun desain dan material pada bangunan ini. Proyek akan menjadi ruang interaksi warga sekitar yang memiliki fungsi utama sebagai wadah kegiatan penduduk sekitar dan fungsi sampingan yang mendukung potensi wisata kuliner untuk melayani pengunjung luar dengan  konsep bangunan yang menyerupai oase pada kawasan yang padat ini. Selain menjadi tempat hiburan, bangunan ini juga akan menjadi wadah edukasi bagi masyarakat lokal yang mengajarkan mereka agar dapat memiliki pendidikan yang baik untuk membantu kehidupan mereka.
WADAH AKTIVITAS MASYARAKAT DI TANAH SEREAL Chantika Mayadewi; Dewi Ratnaningrum
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 1 (2020): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i1.6758

Abstract

As social beings, humans naturally need social interaction with others, but often do not have a proper place to support the interaction. Especially in densely populated settlements with limited open space such as in Tanah Sereal, Tambora District, West Jakarta, where community makes the streets and narrow alleys as a place to do various activities. On the other hand, modern times with increasingly evolving technology make society more inclusive and individual, so a facility is needed where residents can carry out joint activities outside the place of residence (first place) and work place (second place) reffered to as the third place that can answer various social needs and urban green spaces in densely populated areas. The method that is used in this study is the conventional method of analysis-synthesis which includes data collection (input), analysis (process), and synthesis (output). Data is obtained from grounded observations, interviews with local residents, literature studies, as well as regional mappings. The third place project in Tanah Sereal is titled Tanah Sereal Commuity Activity Space, which is intended to provide a place of activities for residents of dense settlements in having a shared activity space or a third place that is intergrated with green alley to address social and environmental problems in densely populated areas. The main program of the building is hydroponic planting areas (urban farming), equipped with foodcourt, play areas, teenage discussion areas, communal areas, seminar room, temporary event room, as well as community development program such as hydroponic workshop and garment workshop aimed at improving the skills, productivity, and standard of living of surrounding communities. AbstrakSebagai makhluk sosial, manusia tentunya membutuhkan interaksi sosial dengan sesamanya, namun seringkali tidak memiliki wadah yang layak untuk mendukung terjadinya interaksi tersebut. Terutama di permukiman padat penduduk dengan keterbatasan lahan terbuka seperti di Kelurahan Tanah Sereal, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, di mana masyarakat menjadikan jalan dan gang-gang sempit sebagai tempat untuk melakukan berbagai aktivitas. Di sisi lain, zaman modern dengan teknologi yang semakin berkembang membuat masyarakat menjadi semakin inklusif dan individual, sehingga diperlukan fasilitas di mana warga dapat melaksanakan kegiatan bersama sebagai kegiatan di luar tempat tinggal (first place) dan tempat kerja (second place) disebut sebagai tempat ketiga atau third place yang dapat menjawab berbagai kebutuhan sosial dan ruang hijau kota di kawasan padat penduduk. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode konvensional yaitu analisis-sintesis yang meliputi pengumpulan data (input), analisis (proses), dan sintesis (output). Data didapat dari pengamatan grounded ke lapangan, wawancara dengan warga sekitar, kajian literatur, serta mapping kawasan. Proyek third place yang ada di Tanah Sereal ini berjudul Wadah Aktivitas Masyarakat di Tanah Sereal, bertujuan untuk menyediakan sebuah wadah aktivitas bagi warga permukiman padat dalam memiliki ruang aktivitas bersama atau third place yang terintegrasi dengan gang hijau untuk mengatasi permasalahan sosial dan lingkungan di kawasan padat penduduk. Proyek ini memiliki program utama yaitu area tanam hidroponik (urban farming), dilengkapi dengan foodcourt, area bermain, area diskusi remaja, area komunal, ruang seminar, balai serbaguna, serta program pengembangan masyarakat seperti workshop hidroponik dan workshop garmen untuk meningkatkan skill, produktivitas, dan taraf hidup masyarakat sekitar.
WADAH AKTIVITAS TEMPORER DI RAWA BUAYA Adelia Putri Octavini; Dewi Ratnaningrum
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 1 (2020): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i1.6882

Abstract

The lives of many Jakarta people are spent in the residence (first place) and the workplace (second place). Lack of community interaction outside these two places makes people feel unfamiliar with the surrounding environment to cause prejudice and even crime (Theory of Deindividuation). Humans tend to feel more secure about the surrounding environment if they can get to know the people around him. The density of Jakarta is accompanied by a variety of activities that have not been properly enclosed. Spatial optimization using the planning of space temporality is manifested in the portability of architecture and program planning. To bring the community together, a temporary activity place (Tempo. Act. Place) is designed in Rawa Buaya. This site was chosen because it has a high diversity of the community. The method used is quantitative and qualitative methods, which is a grounded observation, interviews, and a literature review. The program in this building is realized through some zones, which are the Temporary Event Zone, the Knowledge Sharing Zone, the Pocket Farming Zone, and the Commercial Zone. The zone is planned to bring togetherness and trigger the needs of users so they can interact with each other. Organizing space is also formed through the approach of Social Psychology theory, namely Functional Distance. The shape of the building was inspired by the metamorphosis of the Liquid Phase theory in Temporary City which was realized in the form of cones. Then the curved floor plan following the cone made the building more dynamic. So that the third-place character that are playful mood, a conversation is the main activity, and neutral can be fulfilled. AbstrakKehidupan masyarakat Jakarta banyak dihabiskan di tempat tinggal (first place) dan tempat bekerja (second place). Kurangnya interaksi masyarakat di luar dua tempat tersebut membuat masyarakat merasa asing dengan lingkungan sekitarnya hingga menimbulkan prasangka dan kejahatan (Theory of Deindividuation). Manusia cenderung merasa lebih aman terhadap lingkungan sekitarnya, apabila ia dapat mengenal orang sekitarnya. Kepadatan kota Jakarta diiringi beragam aktivitas yang belum terwadahi dengan baik. Pengoptimalan ruang menggunakan sifat kesementaraan ruang terwujud dalam portabilitas arsitektur dan perencanaan program yang berfungsi mewaktukan ruang. Untuk mempertemukan masyarakat, direncanakan sebuah wadah aktivitas yang bersifat temporer yang berada di Rawa Buaya. Lingkungan ini dipilih karena memiliki keberagaman yang tinggi. Metode yang dipakai adalah metode kuantitatif dan kualitatif, yaitu berupa observasi grounded, wawancara, dan kajian literatur. Program ruang dalam bangunan ini terwujud melalui zona yang ada, yaitu Zona Temporary Event, Zona Knowledge Sharing, Zona Pocket Farming, dan Zona Komersil. Zona tersebut direncanakan untuk mempertemukan dan memicu kebutuhan antar pengguna sehingga dapat saling berinteraksi. Pengorganisasian ruang juga dibentuk melalui pendekatan teori Psikologi Sosial, yaitu Functional Distance. Bentuk bangunan terinspirasi dari metamorfosa teori Liquid Phase di Temporary City yang diwujudkan dalam bentuk cone. Kemudian bentuk denah yang melengkung mengikuti cone tadi membuat bangunan menjadi lebih dinamis. Sehingga karakter third place dapat terpenuhi, yaitu playful mood, conversation is the main activity, dan neutral.
MEREDEFINISI KAMPUNG: PARADIGMA BARU PERENCANAAN KOTA DALAM MEWUJUDKAN KOTA YANG LEBIH BAIK Maria Iqnasia Karen; Dewi Ratnaningrum; Maria Veronica Gandha
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 1 (2021): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i1.10826

Abstract

The rapid growth of the urban population on limited land pushes the city to grow vertically. Vertical development is clearly very helpful in overcoming the problem of high density, yet the existing module for vertical existence has produced an urban landscape of formal and monotonous that pushes the population to become socially disconnected. This paper aims to propose a new typology of a vertical dwelling in densely populated settlements in Urban Kampoong through a strategy of redevelopment, based on the form of community interaction and characteristics of urban village known as Kampung, in Tambora, West Jakarta. At some point, urban village has presented a new concept of urban development which is compact city, in terms of density, land efficiency with mixed land use pattern, and complex-dynamic social systems, that ensure the sustainability of the kampung and creates a livable community. Furthermore, within the framework of the "urban village", interaction between inhabitants relatively intense, and people feel a strong “sense of belonging” to their home. Urban Kampung can be the start of a new paradigm of urban planning towards a better city. The understanding of the Kampung itself refers to two methods of design, perception of space and locality.Keywords: vertical dwelling; social interaction; urban kampung AbstrakPertumbuhan pesat populasi perkotaan pada lahan yang terbatas mendorong kota tumbuh secara vertikal. Pembangunan secara vertikal jelas sangat membantu mengurangi masalah keterbatasan lahan dan kepadatan, namun model hunian vertikal yang ada malah menciptakan lanskap perkotaan dengan bentuk massa yang formal dan kaku. Hal ini berdampak pada hilangnya interaksi sosial dan kebersamaan penghuninya. Tujuan dari penulisan ini adalah mengusulkan tipologi baru hunian vertikal sebagai solusi bermukim pada permukiman padat di kampung kota melalui sebuah strategi redevelopment atau penataan ulang kawasan berdasarkan karakteristik dan bentuk interaksi warga pada kampung kota di Tambora, Jakarta Barat. Dalam beberapa hal, kampung kota telah mempresentasikan konsep baru pembangunan kota yaitu compact city baik dari sisi kepadatan penduduk, efisiensi lahan dengan pola guna lahan campuran, sistem sosial yang kompleks dan dinamis, dan lain-lain yang menjamin keberlanjutan kampung kota itu sendiri dan menciptakan kondisi kota yang livable. Selain itu, pada kampung kota terjalin ikatan kekeluargaan yang erat dan warga memiliki “sense of belonging” yang kuat terhadap tempat hidupnya tersebut. Kampung kota dapat menjadi awal dimulainya paradigma baru perencanaan kota dalam mewujudkan kota yang lebih baik. Pemahaman mengenai kampung kota itu sendiri mengacu pada dua metode desain yaitu persepsi ruang dan lokalitas.
PUSAT KREATIVITAS REMAJA DAN ANAK MUDA MILENIAL Stefanus Sutanto; Dewi Ratnaningrum
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4440

Abstract

In this modern age we often hear the term Millennial, Millennial is a young person today who was born between 1980-2000an. Especially in Indonesia even Millennials are very numerous, millennials are young people who certainly have many abilities and diverse creativity which of course can be developed in a positive way for the ability in each of them. Activities that can build their creativity are certainly very pleasant besides being able to fill their time with useful things besides that they can also increase their ability for the future so they can have an entrepreneurial spirit. This project aims to accommodate millennials who can develop their abilities and the creativity they have to develop in the future so that they can have an entrepreneurial spirit besides being able to fill time with useful and positive things and socializing to meet many people who have a passion and the same creativity so that it can add insight. This project is a place that accommodates teenagers and millennial young people to develop their talents and creativity in the activities they enjoy. as well as being a new non-formal teaching place for the Tangerang city, specifically Alam Sutera. The method used is descriptive where direct observation is carried out in the field and analysis of data - data to determine the space requirements to obtain the relationship of space and circulation in the site. From the results that have been found, a round / curved form of building mass is formed, with a façade that tends to be modern, depicting young people who are dynamic and not fixated in monotone activities. Activity groups are based on zoning and pay attention to the privacy of each activity and each activity can be obtained from the results of a survey with most young people and adolescents living in the Alam Sutera area. AbstrakPada zaman modern ini kita sering mendengar istilah Milenial, Milenial adalah anak muda pada sekarang ini yang lahir di antara tahun 1980-2000an. Terutama di Indonesia pun kaum Milenial sangatlah banyak, kaum milenial pun adalah kaum muda yang pastinya memiliki banyak kemampuan dan kreativitas yang beragam yang tentunya dapat di kembangkan dalam hal yang positif untuk kemampun dalam diri mereka masing-masing. Kegiatan yang dapat membangun kreativitas mereka tentunya sangat menyenangkan selain dapat mengisi waktu dengan hal yang berguna selain itu pun  juga bisa menambah kemampuan diri untuk masa depan agar bisa memiliki jiwa entrepreneur. Proyek ini memiliki tujuan untuk mewadahi para kaum milenial bisa mengembangkan kemampuan mereka serta kreativitas yang mereka miliki untuk di kembangkan untuk kedepannya agar bisa mempunyai jiwa entrepreneur selain itu juga dapat mengisi waktu dengan hal yang berguna dan positif serta bersosialiasi bertemu dengan orang banyak yang memiliki kegemaran dan kreativitas yang sama sehingga dapat  menambah wawasan. Proyek ini adalah tempat yang mewadahi para remaja dan anak muda milenial untuk mengembangkan bakat dan kreativitas mereka dalam kegiatan yang mereka gemari. sekaligus menjadi tempat pengajaran non formal baru bagi kota Tangerang khusus nya Alam Sutera. Metode yang digunakan adalah deksriptif di mana dilakukan pengamatan langsung di lapangan dan analisis data – data untuk menentukan kebutuhan ruang hingga didapatkan hubungan ruang serta sirkulasi di dalam tapak. Dari hasil yang sudah di dapati, terbentuklah bentuk massa bangunan yang bundar/melengkung, dengan façade yang cenderung modern, Menggambarkan anak muda yang dinamis dan tidak terpaku dalam kegiatan yang monotone saja. Kelompok kegiatan dibuat berdasarkan zoning dan memperhatikan privasi dari tiap kegiatan serta setiap kegiatan di dapat dari hasil survey dengan sebagian besar anak muda dan remaja yang tinggal di kawasan Alam Sutera.