Diah Anggraini
Program Studi S1 Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara

Published : 26 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 26 Documents
Search

ARSITEKTUR KESEHARIAN DALAM TIPOLOGI GALERI SENI DI SETIABUDI, JAKARTA Philip Efraim; DIah Anggraini
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 4, No 1 (2022): APRIL 2022
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i1.16922

Abstract

Jakarta has been the 9th most stressful city in the world with the highest stress index placing right after Kiev, Ukraina. According to survey in one of the company based in Jakarta, 80% of the staff confessed had a pressured work environment either the cause was work demands, unfriendly environment, or personal problems. In the other hand, art has been part of human civilization from the start until now. Art has been involved in human’s daily life, reached every aspect of human’s life quality. Few researches have stated that art has a part in human’s learning process and sharpen the human’s cognitive system. Based on the facts of the current circumstances, this study was made to create and develop a design concept of Art Gallery which holds a part in being a space for self healing for the urban society. The merge of these functions was based on the process of re-thinking of the typology of Art Gallery in general also by adding daily architecture approah in the design process. Keywords:  Art Gallery; Art; Daily Architecture;  Self-healing; StressAbstrakKota Jakarta merupakan kota dengan kedudukan ke-9 setelah Kiev, Ukraina sebagai kota dengan indeks stres terbesar di dunia. Menurut hasil survey di salah satu perusahaan di Jakarta, 80% karyawannya mengaku stres dengan pekerjaannya, akibat tuntutan pekerjaan, lingkungan kerja, dan masalah individu. Sementara itu, seni adalah bagian dari kehidupan manusia sejak awal peradabannya hingga sekarang. Seni terlibat dalam kehidupan sehari-hari manusia, dalam semua aspek kehidupan manusia. Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa seni bisa membantu proses belajar manusia dan melatih sistem kognitif manusia. Mengacu pada kondisi tersebut, maka studi ini bertujuan menghasilkan suatu konsep perancangan galeri seni yang sekaligus dapat menjadi wadah self healing bagi warga kota. Penggabungan kedua fungsi ini dilandasi dengan proses berpikir ulang terhadap tipologi galeri pada umumnya juga menambahkan pendekatan arsitektur keseharian dalam proses perancangan. 
WADAH KOMUNITAS EDUTANI DI RAWA BUNGA Pinky Hemnani; Diah Anggraini
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i2.8528

Abstract

According to Rey Oldenburg in the book The Great Good Place (1997) regardless of the first place (residence / house) and second place (place of work), humans need a third place as a space to meet those needs. This need is increasing in line when the social life of the community develops from complex to multi-complex. Meanwhile, Jakarta, which is characterized by metropolitan cities in Indonesia, makes its population have a fast and instant lifestyle. The comprehension of the importance of healthy eating is one of the things that is forgotten. Unhealthy eating patterns cause urban problems with higher mortality rates at 45-50 years old. Therefore, this study aims to produce the concept of designing a third place which, in addition to being a forum for interaction, and education about healthy eating can also improve the economy through strengthening communities in urban agriculture for people in Rawa Bunga and surrounding areas. The design of the third place project uses the disprogramming method of Bernard Tchumi, by combining two different program configurations, namely: edutani program as part of a community program with a commercial program. This disprogramming method then becomes the foundation in composing time compositions, which results in building designs that can meet the characteristics of third place and open architecture; namely; playful, conversation, neutral, leveler, accessibility and accommodation, a low profile and regulars. Keywords:  agriculture education; healthy eating; third placeAbstrakMenurut Rey Oldenburg dalam buku The Great Good Place (1997) terlepas dari first place (tempat tinggal/rumah) dan second place (tempat bekerja), manusia memerlukan third place (tempat ketiga) sebagai ruang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan ini meningkat sejalan dengan kehidupan sosial masyarakat berkembangan dari kompleks menjadi multi kompleks. Sementara itu, Jakarta yang bercirikan kota metropolitan di Indonesia membuat penduduknya memiliki gaya hidup yang serba cepat dan instan. Pemahaman masyarakat akan pentingnya pola makan sehat menjadi salah satu hal yang terlupakan. Pola makan yang tidak sehat menimbulkan permasalahan perkotaan dengan tingkat kematian yang semakin tahun semakin tinggi pada usia 45-50 tahun. Oleh karena itu, kajian ini bertujuan untuk menghasilkan konsep perancangan sebuah third place yang selain dapat menjadi wadah interaksi, dan edukasi tentang pola makan sehat juga dapat meningkatkan perekonomian melalui penguatan komunitas dalam pertanian perkotaan bagi masyarakat di kelurahan Rawa Bunga dan sekitarnya. Perancangan proyek third place ini menggunakan metode disprogramming dari Bernard Tchumi, dengan menggabungkan dua konfigurasi program yang berbeda yaitu: program edutani sebagai bagian dari program komunitas dengan program komersial. Metode disprogramming ini kemudian menjadi landasan dalam menyusun gubahan masa, yang menghasilkan rancangan bangunan yang dapat memenuhi karakter-karakter third place dan open architecture; yaitu playful, conversation, neutral, leveler, accessibility and accommodation, a low profile and regulars.
BALAI KAMPUNG KOTA KREATIF DI KOTA TUA JAKARTA UTARA Angy Chasia; Diah Anggraini
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4470

Abstract

Along with the current development to the Millennial Generation Era, Kampung Kota also developed into more modern habitations. Residents of Kampung Kota have also begun to recognize electronic devices such as gadgets and smartphones. The main problem that occurs is not only the fulfillment of the need for a place to live, but how to make it possible for the living environment to grow and improve the standard of living of its people. Consequently , the needs that urge to be fulfilled are job (livelihoods) and public space (greening and recreation). Meanwhile, the Old City Tourism area in Jakarta, whose growth since the colonial era was inseparable from the influence of the Kampung Kota, began to develop towards more advanced tourist areas. Kampung Kota directly and indirectly also becomes a supporting area for tourism activities in the Old City. Therefore, Balai Kampung Kota Kreatif was designed with the aim of accommodating creative economic activities and training for Kampung Kota Residents and also for a tourist attraction for Old City Tourists. Using the Cross-Dis Programming Method, the building was designed by combining two main programs, namely the Community Activity Zone and the Tourism Zone. The result of the design showed that  the community activity Zone which is needed is a Creative Economic Production Program in the fields of wood, crafts, clothing, and plants, along with  additional programs namely Shared Space, Business Units, Creative Corridors and Knowledge areas. Whereas for the Tourist Zones needed are Galleries, Theaters, and Tourist Centers. The program which could combine between two targets (Kampung Kota Residents and Tourist) is the outdoor in the form of Market Place and Ampy Theater. The conclusions obtained from the design of the Balai Kampung Kota Kreatif is a building which could contain a combination of two programs with different targets at once by accommodating the space requirements for both equally. Abstrak Seiring dengan perkembangan zaman ke Era Generasi Milenial. Kampung kota juga turut berkembang menjadi permukiman yang lebih modern. Warga kampung kota juga sudah mulai mengenal alat elektronik seperti gadget dan smartphone. Permasalahan utama yang terjadi bukanlah hanya pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal, namun bagaimana agar lingkungan tempat tinggal dapat berkembang dan menaikan taraf hidup masyarakatnya. Kebutuhan yang perlu dipenuhi adalah penyediaan lahan pekerjaan (mata pencaharian) dan ruang publik (penghijauan dan rekreasi). Sementara itu kawasan Wisata Kota Tua di Jakarta Utara, yang pertumbuhannya sejak Jaman Kolonial tidak lepas dari pengaruh Kampung Kota, mulai berkembang kearah kawasan wisata yang lebih maju. Kampung Kota secara langsung dan tidak langsung juga menjadi daerah penunjang kegiatan wisata di Kota Tua tersebut. Oleh karena itu, Balai Kampung Kota Kreatif dirancang dengan tujuan untuk mewadahi kegiatan ekonomi kreatif beserta pelatihannya bagi warga kampung kota dan juga sekaligus menjadi tempat wisata bagi turis yang mengunjungi Kawasan Wisata Kota Tua. Menggunakan Metode Cross-DisProgramming, bangunan dirancang dengan menggabungkan dua program utama yaitu zona kegiatan komunitas dan zona wisata. Hasil perancangan yang didapatkan bahwa zona kegiatan komunitas yang dibutuhkan adalah program produksi ekonomi kreatif dalam bidang kayu, kriya, pakaian, dan tanaman, serta program tambahan yaitu ruang bersama, unit usaha, selasar kreatif dan area pengetahuan. Sedangkan untuk zona wisata yang dibutuhkan adalah galeri, teater, dan pusat turis. Program yang dapat menggabungkan antara dua sasaran (warga kampung kota dan turis) adalah ruang luar yang berupa Market Place dan Ampy Theater. Kesimpulan yang didapat pada perancangan Balai Kampung Kota Kreatif adalah keseimbangan antara kegiatan warga kampung kota dan wisatawan Kota Tua Jakarta dapat tercapai dengan dengan cara mewadahi kebutuhan ruang untuk keduanya secara seimbang melalu program-program yang dipilah untuk digabungkan atau didekatkan.
WADAH AKTIFITAS KREATIF DI MARUNDA, JAKARTA UTARA Syamil Mumtaz; Diah Anggraini
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 1 (2020): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i1.6846

Abstract

Marunda North Jakarta is known as a fisherman settlement area that has been aged for hundreds of years, besides that this area is also the location of low-income housing construction for Low-Income Community Groups (MBR) whose residents are residents who are relocated from various villages in Jakarta, so that the residents of the flat are very heterogeneous. The diverse backgrounds of the Marunda people cause differences in culture and daily habits that create the creation of social boundaries that result in a lack of harmony in the social sphere between residents of Rusunawa and Kampung Nelayan communities, in the process of relocating some residents to lose their jobs. Apart from that, the difference in the shape of the dwellings that were different from those previously densely landed and now are now vertical which causes the formation of spatial boundaries that did not exist before. There is a need that can support the community to create harmony in the diversity of the Marunda community in social, economic and cultural aspects. This study aims to develop a Marunda Activity Center design concept as a third place to accommodate the activities of Marunda residents using the Transprogramming method. The building is designed by combining programs that are spatially different, with the aim of producing programs that are fit to the community so that they can build social interaction and can support the economy to improve the quality of life which will have an impact on the welfare of the people of Marunda. AbstrakMarunda Jakarta Utara dikenal sebagai kawasan pemukiman nelayan yang telah berusia ratusan tahun. Selain itu kawasan ini juga merupakan lokasi dibangunnya rusunawa bagi kelompok Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang sebagian penduduknya adalah warga yang direlokasi dari berbagai kampung di Jakarta, sehingga penghuni rusun bersifat sangat heterogen. Beragamnya latar belakang warga Marunda menyebabkan terjadinya perbedaan dalam budaya dan kebiasaan sehari-hari yang menjadikan terciptanya batas sosial yang mengakibatkan kurangnya keharmonisan dalam lingkup sosial baik antar penghuni Rusunawa maupun masyarakat Kampung Nelayan. Dalam proses relokasi sebagian warga kehilangan pekerjaannya. Selain hal tersebut perbedaan bentuk tempat tinggal yang berbeda dari yang sebelumnya padat landed lalu sekarang menjadi vertikal yang menyebkan terbentuknya batas spasial yang sebelumnya tidak ada. Terdapat kebutuhan yang dapat menunjang masyarakat untuk mewujudkan keharmonisan dalam keberagaman masyarakat Marunda pada aspek sosial, ekonomi dan seni budaya. Kajian ini bertujuan untuk menyusun suatu konsep perancangan Marunda Activity Center sebagai third place untuk mewadahi kegiatan warga Marunda dengan menggunakan metode Transprogramming. Bangunan dirancang dengan menggabungkan program-program yang berbeda secara spasialnya, dengan tujuan untuk menghasilkan program yang fit kepada masyarakat sehingga dapat membangun interaksi sosial dan dapat menunjang perekonomian untuk meningkatkan kualitas hidup yang akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat Marunda.
Konsep Perancangan Third Place Sebagai Wadah Edutainment Kreatif dan Fasilitas Tanggap Darurat Banjir di Kelapa Gading Jovan Jovan; Diah Anggraini
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i2.8567

Abstract

Jakarta as the nation's capital has complex movements and activities in its daily life. Social, economic and cultural conditions require the people to have high mobility and diverse activities as well, in these conditions, people tend to be vulnerable to have problems such as fatigue, burnout or feeling alone. For the people of Kelapa Gading, urban problems become more severe because almost every year their settlement area is hit by floods. Based on the thoughts and problems that exist in the study location, the design of the third place in this study in addition to accommodating the needs of the community will be a place to rest, interact and refresh the mind and body, besides that it also aims to contribute to the community and residential environment in the Kelapa Gading area in dealing with disasters flood. This study also refers to programmatic methods in analyzing various existing data to produce synthesis or decisions, namely design concepts and ecological architectural methods, which are applied in part or in whole to buildings, whose concepts are rooted in natural forms or principles. Transprogramming method is also applied, where in the different spatial configurations based on different needs into the same building. Apart from spatial, cultural mismatches and inconsistencies between the two programs, they are combined in the same physical object. The resulting program is in the form of community space, educational facilities, rainwater harvesting installations, evacuation rooms and so on. The programs that are formed in the building serve the needs of the community for third place and a place to address environmental conditions in the site. Keywords:  community; flood; social; third place Abstrak Jakarta sebagai ibukota negara memiliki pergerakan dan aktivitas yang kompleks dalam kesehariannya. Kondisi sosial, ekonomi maupun budaya menuntut masyarakat memiliki mobilitas tinggi dan kegiatan yang beragam. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat cenderung rentan untuk memiliki permasalahan seperti kelelahan, kejenuhan ataupun merasa kesendirian. Bagi masyarakat Kelapa Gading, permasalahan perkotaan menjadi semakin berat karena hampir setiap tahun permukiman mereka dilanda bencana banjir. Berdasarkan pemikiran dan permasalahan yang ada di lokasi studi, perancangan third place dalam kajian ini selain dapat mewadahi kebutuhan masyarakat akan tempat beristirahat, berinteraksi dan menyegarkan pikiran serta tubuhnya, juga berkontribusi bagi masyarakat dan lingkungan permukiman di kawasan Kelapa Gading terhadap bencana banjir. Studi ini juga mengacu pada metode programatik  dalam menganalisis berbagai data yang ada untuk menghasilkan sintesis berupa konsep perancangan dan metode arsitektur ekologis, yang diaplikasikan sebagian atau keseluruhan pada bangunan, yang konsepnya berakar pada bentuk-bentuk atau prinsip-prinsip alam. Metode transprogramming juga diterapkan, yang mengolah perbedaan konfigurasi spasial yang ada berdasarkan kebutuhan yang berbeda ke dalam satu bangunan yang sama. Terlepas dari ketidakcocokan spasial, budaya dan inkonsistensi antara kedua program ini, mereka digabungkan dalam objek fisik yang sama. Program yang dihasilkan berupa ruang komunitas, fasilitas edukasi, instalasi rainwater harvesting, ruang evakuasi dan sebagainya. Program-program yang terbentuk dalam bangunan melayani kebutuhan masyarakat akan third place dan sebuah wadah untuk menjawab permasalahan kondisi lingkungan dalam tapak.
REDESIGN RUSUNAWA BENHIL 1 DI BENDUNGAN HILIR Richard Jackson Lieando; Diah Anggraini
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4457

Abstract

The city of Jakarta as the capital city of the Republic of Indonesia has very fast development and progress in various fields and sectors such as social, economic, cultural and political. Because of the attraction caused by Jakarta, people from other cities came to Jakarta to find better jobs or education. This triggered urbanization which caused the population density of Jakarta to increase every year. With the increase in population, the need for housing has also increased. To overcome residential problems, especially for the Millennial group, which currently has a significant amount, a program that can solve the problem is planned. Considering that Jakarta's land has become less, the design of buildings must be effective but not to forget the architectural aspects. The target users of this project are millennial MBR groups (low income people), so this study is preceded by a study of the characteristics of the millennial group. This understanding will be considered in the design process of residential buildings. The design method in this project refers to the typology study approach and how to create buildings and environments that are in accordance with their wishes. This study resulted in the principle of residential design for millennials belonging to the low income group.AbstrakKota Jakarta sebagai Ibu Kota negara Republik Indonesia memiliki perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat di berbagai bidang dan sektor seperti sosial, ekonomi, budaya dan politik. Karena daya tarik yang ditimbulkan oleh Jakarta, masyarakat dari kota lain berbondong-bondong pergi ke Jakarta untuk mencari pekerjaan ataupun pendidikan yang lebih baik. Hal tersebut memicu urbanisasi yang menyebabkan jumlah dan kepadatan penduduk Jakarta meningkat setiap tahunnya. Dengan peningkatan jumlah penduduk maka kebutuhan akan hunian juga meningkat. Untuk mengatasi masalah hunian terutama bagi kelompok Millennial yang saat ini berjumlah cukup signifikan, Maka di rencakan program yang bisa mengatasi masalah tersebut. Mengingat  lahan Jakarta sudah semakin sedikit maka desain dari bangunan harus efektif namun tidak melupakan aspek-aspek arsitektur. Target pengguna dari proyek ini adalah millenial golongan MBR (masyarakat berpenghasilan rendah), maka studi ini didahului dengan kajian tentang ciri karakteristik kelompok millennial. Pemahaman tersebut akan dipertimbangkan dalam proses penyusunan konsep perancangan bangunan hunian. Metode perancangan pada proyek ini mengacu pada pendekatanstudi tipologi dan bagaimana menciptakan bangunan serta lingkungan yang sesuai dengan keinginan mereka. Studi ini  menghasilkan prinsip perancangan hunian bagi kaum millenial yang masuk dalam golongan berpenghasilan rendah.
WADAH KOMUNITAS DAN REKREASI DI KELURAHAN GUNTUR, JAKARTA SELATAN Mega Dwi Kusumawati; Diah Anggraini
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 1 (2020): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i1.6884

Abstract

Human is social creatures who need a place to gather, communicate, interact, socialize, and act both with others and with their environment. In carrying out its activities besides the first place (residence/house) and second place (office/school) a physical setting is required in the form of public space that can support these social needs. Ray Oldenberg defines public space as a third-place that functions as a special place outside the residence and office. Cities must be able to provide public space that can be accessed by their people regardless of their social, culture or economic level. The existence of stratification or social levels that are spread in the middle of society often hampering interaction and communication between one individual and the other. Therefore this study aims to produce a design concept, a third place that can be a place of interaction, recreation, and potential development for various layers of society, especially for the community/residents in Guntur District and people who every day carry out activities in the area (second place) so that in the and it can collaborate and advance the community’s economy. Using the Transprogramming design method. The building is designed by combining two main programs that have the opposite spatial nature: community activity zone and recreation zone. The Result of the study was a third-place design concept in Guntur District, South Jakarta.   AbstrakManusia adalah makhluk sosial yang memerlukan tempat untuk berkumpul, berkomunikasi, berinteraksi, bersosialisasi, dan beraktualisasi baik dengan sesama maupun dengan lingkungannya. Dalam menjalankan aktivitasnya selain first place (tempat tinggal/rumah) dan second place (tempat kerja/sekolah) diperlukan suatu setting fisik berupa ruang publik yang dapat menunjang kebutuhan sosial mereka. Ray Oldenberg (1997) mendefinisikan ruang pubik sebagai third place (ruang ketiga) yang berfungsi sebagai tempat khusus di luar tempat tinggal dan tempat bekerja. Kota harus dapat menyediakan ruang publik seperti third place yang bisa diakses oleh masyarakatnya tanpa memandang status sosial, budaya, ataupun tingkat ekonominya. Adanya stratifikasi atau tingkatan sosial yang tersebar di tengah masyarakat, seringkali menghambat interaksi dan komunikasi antar individu satu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, kajian ini bertujuan untuk menghasilkan konsep perancangan sebuah third place yang dapat menjadi wadah interaksi, rekreasi, dan pengembangan potensi bagi berbagai lapisan masyarakat, khususnya komunitas/warga penghuni Kelurahan Guntur dengan orang-orang yang setiap harinya melakukan aktivitas di kawasan tersebut (second place) sehingga pada akhirnya dapat berkolaborasi dan memajukan perekonomian masyarakat sekitar. Metode perancangan third place ini menggunakan pendekatan teori Transprogramming dari Bernard Tchumi. Bangunan dirancang dengan menggabungkan dua program utama yang memiliki sifat ruang bertolak belakang: zona kegiatan komunitas dan zona rekreasi. Hasil kajian ini berupa konsep perancangan third place di Kelurahan Guntur, Jakarta Selatan.
PENDEKATAN HEALING ENVIRONMENT DALAM PERANCANGAN FASILITAS KESEHATAN MENTAL DI JOHAR BARU Margareta Viannie Herwanto; Diah Anggraini
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 1 (2021): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i1.10738

Abstract

Jakarta is a city that is growing rapidly with the development of settlements and infrastructure that continues to develop. A situation that demands an increase in the density of the city, as if leaving no place for its residents to breathe. People tend to be motivated to move functionally without having time to think about other activities such as interacting or socializing. There is an increasing number of cases of stress and depression experienced by residents of the city of Jakarta, especially those in low-income groups who live in dense settlements, such as in Johar Baru, Central Jakarta. While there is a close relationship between space and human psychological health, and how architecture can play a role in helping a person's healing process, through stimulation that triggers the release of hormones from the human brain as brain pharmaceuticals. This study aims to produce a concept and design of mental health facility buildings that can assist the community in preventing and coping with stress both on a community and individual scale. By using an environmental healing approach, the design will emphasize the direct and indirect connectivity between the environment, buildings and humans. So that it can support the healing process from feeling depressed, depressed and stressed by users.Keywords:  healing architecture; urban stress; natural environment; public space Abstrak Jakarta merupakan kota yang berkembang pesat dengan pembangunan permukiman dan  infrastruktur yang berkelanjutan. Suatu keadaan yang menuntut peningkatan kepadatan kota, seakan tidak menyisakan tempat bagi penduduknya untuk bernafas. Masyarakat cenderung beraktivitas secara fungsional tanpa sempat memikirkan aktivitas lain seperti berinteraksi atau bersosialisasi. Penduduk Kota Jakarta, terutama pada kelompok berpenghasilan rendah dan tinggal di permukiman padat, sebagaimana di Kelurahan Johar Baru Jakarta Pusat terdapat peningkatan jumlah kasus stress dan depresi. Antara ruang dan kesehatan psikologis manusia memiliki hubungan yang erat dalam proses pemulihan. Bagaimana arsitektur dapat berperan dalam membantu proses penyembuhan seseorang, melalui stimulasi yang mentrigger pelepasan hormon dari otak manusia sebagai brain pharmaceuticals. Studi ini bertujuan menghasilkan suatu konsep dan rancangan bangunan fasilitas kesehatan mental yang dapat membantu masyarakat dalam mencegah dan mengatasi stress baik dalam skala komunitas maupun individu. Dengan menggunakan metode healing environment, desain akan menekankan konektivitas baik secara langsung dan tidak langsung antara lingkungan, bangunan dan manusia. Sehingga dapat menunjang proses healing dari perasaan tertekan, depresi dan stress penggunanya.
PENERAPAN METODE URBAN AKUPUNKTUR DALAM PERANCANGAN WADAH KOMUNITAS DI KALIANYAR, JAKARTA BARAT Eric Manzo Bewintara; Diah Anggraini
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 4 No. 2 (2022): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i2.21682

Abstract

The number of slum settlements in Jakarta has increased dramatically, according to the Central Statistics Agency, slum settlements in Jakarta in 2017 were 14.55%, in 2018, 14.33% and in 2019 the number rose drastically to 42.73%. These slum settlements increase the potential for many diseases, such as dysentery, diarrhea, tuberculosis, malaria and typhus. These diseases not only cost the country 50 trillion, but also contribute to 88 percent of child deaths in Indonesia. One of the settlements in West Jakarta that has health problems is Kalianyar. The population density and building density in this village are very high. This results in poor environmental sanitation, air circulation and natural lighting in residential areas that are built close together. The high morbidity rate has an impact on the quality of life in this village. This paper presents the results of qualitative research on the physical condition of the environment and the socio-economic and health aspects of slum dwellers in Kalianyar. The aim of the study is to produce solutions to the problems mentioned above using an urban acupuncture approach. The analysis carried out resulted in solutions in the form of providing a community forum which in addition to being a place for education and community interaction, also became an integrated clinic facility, to improve public health in Kalianyar. Keywords: Diseases; Slums; Urban Acupuncture; Wellness Centre Abstrak Jumlah pemukiman kumuh di Jakarta naik drastis, menurut Badan Pusat Statistik, pemukiman kumuh di Jakarta pada tahun 2017 adalah 14.55%, pada tahun 2018, 14.33%dan pada tahun 2019 angka naik dengan drastis ke 42.73%. Pemukiman yang kumuh ini meningkatkan potensi terjadinya banyak penyakit, seperti disentri, diare, tuberculosis, malaria dan tifus. Penyakit-penyakit ini tidak hanya merugikan negara sejumlah 50 Triliun, tetapi juga berkontribusi sebanyak 88 persen kematian anak di Indonesia. Salah satu permukiman di Jakarta Barat yang mengalami masalah kesehatan adalah Kelurahan Kalianyar. Kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan di kelurahan ini sangat tinggi. Hal ini mengakibatkan buruknya sanitasi lingkungan, sirkulasi udara dan pencahayaan alami di hunian penduduk yang dibangun berdempetan. Angka morbiditas yang tinggi berdampak pada kualitas kehidupan di kelurahan ini. Tulisan ini mengangkat hasil riset kualitatif tentang kondisi fisik lingkungan dan aspek sosial ekonomi dan kesehatan warga penghuni pemukiman kumuh di Kalianyar. Tujuan studi adalah untuk menghasilkan solusi permasalahan tersebut di atas dengan pendekatan urban akupuntur. Analisis yang dilakukan menghasilkan usulan solusi dalam bentuk penyediaan wadah komunitas yang selain menjadi tempat edukasi dan interaksi warga juga menjadi fasilitas klinik terpadu, untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di Kelurahan Kalianyar.
PENERAPAN METODE DISPROGRAMMING & ARSITEKTUR SIMBIOSIS DALAM REDESAIN PASAR ANYAR TANGERANG DI KAWASAN PECINAN TANGERANG LAMA Nathanael Kevin Marxalim; Diah Anggraini
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 4 No. 2 (2022): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i2.21688

Abstract

Tangerang City, which is located in Banten Province, is a city that has an important history, especially as the forerunner to the development of settlements along cultural aspects of the Chinese Benteng community. However, over time, changes in social structure, cultural economy, and technological developments have made the historical and cultural uniqueness in the China area of ​​Old Tangerang City increasingly fade. It is feared that in the end, future generations will no longer know the history of Tangerang. Initially, Tangerang City had famous and considered vital buildings, such as  Boen Tek Bio Temple, the Benteng Museum, the Benteng Soy Sauce Factory, the Old Market, and the Anyar Traditional Market. When this study was conducted, some of these historic buildings had experienced a decline or degradation in both function and physical condition. One of them is Pasar Anyar which is less organized and controlled. This study aims to revive the old city area. By applying the urban acupuncture method, meso-scale analysis in the area resulted in a proposed intervention point to be carried out, namely the redesign of the Old Tangerang Anyar Market. To produce the right redesign, a disprogramming approach is used that accommodates two main functions, namely market and culinary, and to produce a redesign that can meet today's needs but still elevates the culture and feel of the old Chinatown, the symbiotic architectural method is used. Keywords:  Redesign; Traditional Market; Pasar Anyar;Chinatown Abstrak Kota Tangerang terletak pada Provinsi Banten yang memiliki sejarah penting terutama sebagai cikal bakal perkembangnya permukiman  berikut sendi kehidupan sosial ekonomi dan budaya komunitas Cina Benteng. Namun berjalan waktu terjadi perubahan struktur sosial, ekonomi budaya, dan perkembangan teknologi telah membuat keunikan sejarah dan budaya di kawasan Cina Kota Tangerang Lama semakin memudar. Dikhawatirkan pada akhirnya nanti generasi mendatang tidak lagi mengenal sejarah Tangerang. Awalnya Kota Tangerang memiliki bangunan- bangunan yang terkenal dan dianggap vital seperti Klenteng Boen Tek Bio, Museum Benteng, Pabrik kecap Benteng, Pasar Lama, Pasar Tradisional Anyar. Saat studi ini dilakukan, beberapa dari bangunan bersejarah tersebut telah mengalami penurunan atau degradasi baik fungsi maupun kondisi fisiknya. Salah satunya adalah Pasar Anyar yang kurang tertata dan terkontrol. Studi ini bertujuan untuk memvitalkan kembali kawasan kota lama tersebut. Dengan menerapkan metode urban acupunture, analisis skala meso di kawasan tersebut menghasilkan usulan titik intervensi yang akan dilakukan yaitu berupa redesain Pasar Anyar Tangerang Lama. Untuk menghasilkan redesain yang tepat, digunakan pendekatan disprograming yang mewadahi dua fungsi utama yaitu pasar dan kuliner, dan untuk menghasilkan redesain yang dapat memenuhi kebutuhan masa kini namun tetap mengangkat budaya dan nuansa Pecinan lama digunakan metode arsitektur simbiosis.