Diah Anggraini
Program Studi S1 Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara

Published : 26 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 26 Documents
Search

PENDEKATAN URBAN ACUPUNCTURE DAN ARSITEKTUR NARASI DALAM PERANCANGAN MUSEUM MEMORABILIA PRINSEN PARK DI KAWASAN THR LOKASARI, JAKARTA BARAT Catherine Natawibawa; Diah Anggraini
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 4 No. 2 (2022): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i2.21699

Abstract

Prinsen Park was an entertainment center located in the City of Jakarta with facilities to support the lives of its actors and actresses as well as the artists. Prinsen Park became famous ever since a popular group of comedians called “Stamboel Comedy” made its appearance in 1894. However, around the 1970s, its popularity has fallen. Later, the place went under a rejuvenation and its name was changed to Taman Hiburan Rakyat Lokasari (THR Lokasari). In 1990, this place turned into a night entertainment area. This study begins with a meso-scale review (3 km from THR Lokasari area) with various analyses to understand the current and future socio-cultural characteristics of the community. These analyses will be used as a basic before intervening the area with urban acupuncture method. The result of this study has develop the design concept of a memorabilia museum using the narrative architecture method which expected to become the magnet that will revives this area.   Keywords: Urban Acupuncture; Memorabilia Museum; Narrative; Prinsen Park; THR Lokasari   Abstrak Prinsen Park adalah sebuah pusat hiburan yang pernah dimiliki oleh Kota Jakarta dengan fasilitas yang mendukung kehidupan para artis dan senimannya. Prinsen Park menjadi terkenal karena penampilan sebuah kelompok komedi bernama “Komedi Stamboel” pada tahun 1894. Namun sekitar tahun 1970-an, popularitasnya semakin menurun. Kemudian tempat ini mengalami peremajaan dan namanya pun berubah menjadi Taman Hiburan Rakyat Lokasari (THR Lokasari). Pada tahun 1990, tempat ini akhirnya berubah fungsi menjadi kawasan hiburan malam. Studi ini diawali dengan tinjauan skala meso (3 km dari kawasan THR Lokasari) dan melakukan berbagai analisis untuk memahami karakteristik sosial budaya masyarakat saat ini dan di masa mendatang. Hal ini digunakan sebagai dasar untuk melakukan intervensi terhadap kawasan tersebut dengan metode urban acupuncture. Studi ini menghasilkan konsep perancangan suatu museum memorabilia dengan metode arsitektur narasi yang diharapkan dapat menjadi magnet yang menghidupkan kawasan ini.
PENDEKATAN ARSITEKTUR SIMBIOSIS PADA REVITALISASI LINGKUNGAN PECINAN MESTER, JATINEGARA, JAKARTA TIMUR Regina Natalina Naomi; Diah Anggraini
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 4 No. 2 (2022): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i2.21700

Abstract

Mester Chinatown Area in Pasar Lama Street is part of a commercial area in Jatinegara. The area is full of history and Chinese culture yet has started to be forgotten. The vitality in the area starts to degrade, with several old, abandoned buildings and the disappearance of Chinatown characteristics. Urban acupuncture approach is used to find problematic spots in the 3 km radius. The chosen spot is located in the Pasar Lama Jatinegara area because of its potential, with vihara as a focal point and government plan to create open green space in the area. Then, urban acupuncture is used to identify essential intervention spots in the area. This study uses qualitative method to gather information on-field and understand the problems in the research area. To formulate the revitalization concept, this study refers to the symbiosis architecture approach, which attempts to interconnect two poles of yin and yang as a fundamental concept in Chinese culture. The final design is in the form of a cultural hub building as an attractor spot. It aims to revitalize the culture and the collective memory while also enlivening the activities in the area. Symbiosis architecture is realized through sacred space, intermediate space, and synergized yin-yang symbolism about nature (heaven/sky) and culture (earth), becoming a linkage and an attractor spot for the surrounding population. Keywords:  Chinatown; Linkage; Revitalization; Symbiosis Architecture; Urban Acupuncture Abstrak Lingkungan Pecinan Mester di Jalan Pasar Lama merupakan bagian dari Jatinegara yang dikenal sebagai kawasan perdagangan. Lingkungan ini sarat dengan sejarah dan budaya yang sekarang sudah mulai dilupakan. Vitalitas dalam lingkungan mulai menurun, dengan banyaknya bangunan-bangunan tua yang tidak terawat dan hilangnya komponen ciri Pecinan. Pendekatan urban acupuncture diterapkan untuk mengidentifikasi titik bermasalah dalam radius 3 km. Titik yang terpilih terletak di area Pasar Lama Jatinegara yang memiliki potensi dengan adanya vihara sebagai titik penting dan terdapat rencana kota untuk menambahkan ruang terbuka hijau dalam lingkungan. Urban acupuncture kemudian digunakan untuk menentukan titik intervensi yang diperlukan dalam lingkungan. Studi ini menggunakan metode kualitatif dalam menggali informasi di lapangan untuk memahami permasalahan di lokasi penelitian. Dalam menyusun konsep revitalisasi, studi ini mengacu pada pendekatan arsitektur simbiosis, yang berusaha menjalin dua kutub yin dan yang, sebagai konsep mendasar dalam kebudayaan China. Hasil perancangan yaitu suatu titik atraktor berupa bangunan publik yang berfungsi sebagai sentra kebudayaan pecinan yang bertujuan untuk merevitalisasi budaya dan memori kolektif serta menghidupkan aktivitas dalam lingkungan. Arsitektur simbiosis digunakan dengan aplikasi konsep ruang suci dan ruang antara dan simbolisasi yin-yang akan alam (langit) dan kebudayaan (bumi) sehingga dapat bersinergi dan menjadi suatu titik atraktor sekaligus area penghubung bagi penduduk sekitarnya.
EMPATI ARSITEKTUR DALAM PENINGKATAN KOMPETENSI LULUSAN SMK/SMA MELALUI PENYEDIAAN WADAH PELATIHAN TENAGA KERJA Yoseph Karunia; Diah Anggraini
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 5 No. 2 (2023): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v5i2.24249

Abstract

In big cities such as DKI Jakarta, the number of high school and vocational high school graduates is increasing every year, while employment opportunities for them are increasingly limited. This resulted in unemployment due to various factors. The high demands of job providers also mean that not all of these graduates are able to compete for jobs in the formal sector. The lack of experience in working in the formal sector and the many competitors in finding a job, make it difficult for all graduates to find a job. This research is based on empathy for the condition of high school and vocational high school graduates in getting jobs in the formal sector. With this research, it can increase the opportunities for vocational and high school graduates to enter the world of work. The research method uses a qualitative approach, both in data collection, data analysis and interpretation processes. An architectural empathy approach is applied in developing the concept of designing workforce training facilities for SMA and SMK graduates. Keywords: emphaty; laborraining; unemployment Abstrak Di berbagai kota besar seperti DKI Jakarta, jumlah lulusan sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan setiap tahun semakin meningkat sementara penyerapan lapangan kerja bagi mereka semakin terbatas. Hal ini mengakibatkan pengangguran karena adanya berbagai faktor. Tuntutan penyedia lapangan kerja yang tinggi juga menyebabkan tidak semua lulusan tersebut mampu bersaing mendapatkan pekerjaan di sektor formal. Kurangnya pengalaman dalam bekerja di sektor formal dan banyaknya saingan dalam mencari pekerjaan, berakibat semua lulusan sulit dalam mencari pekerjaan. Riset ini didasari pada rasa empati kepada kondisi lulusan sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan dalam mendapatkan pekerjaan di sektor formal. Dengan adanya riset ini diharapkan dapat meningkatkan kesempatan lulusan SMK dan SMA untuk masuk ke dunia kerja. Metode riset menggunakan pendekatan kualitatif, baik dalam pengumpulan data, analisis data dan proses interpretasi. Pendekatan empati arsitektur diterapkan dalam menyusun konsep perancangan fasilitas pelatihan tenaga kerja bagi lulusan SMA dan SMK.
STUDI SPATIAL PERCEPTION DALAM PENYEDIAAN RUANG AKTIVITAS BAGI TUNA RUNGU DI KELAPA GADING Michael Geraldo; Diah Anggraini
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 5 No. 2 (2023): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v5i2.24250

Abstract

Every human being must have felt that there is something lacking in them, some people feel lacking because of difficulties and some people are also grounded because of thoughts or psychological influences. Both have a real impact on their own suffering. Having a deficiency of one of our five main senses must have a pretty significant impact. This book is written to discuss one of them, which is the rhetoric on the senses of hearing. Having this hearing impairment can be due to genetic factors (derivatives); congenital (from within the womb); or what we can as long as we live our lives. This prevents recipients from socializing and some people in the community may even stay away from them, because they find it difficult to communicate with them. This can make her suffering feel isolated, fearful, and give up to struggle to live her life. As my fellow humans have a sense of empathy for them, i can imagine how difficult it is for them to live their day-to-day lives in the midst of a civilization that relies on sound as the primary sign or signal to communicate. Then you have to help them and give them the "ears to see." Keywords:  empthy; hearing disorder; spatial perception Abstrak Setiap manusia pasti pernah merasa ada sesuatu yang kurang dalam diri mereka, ada yang memang merasakan kekurangan karena mengalami kesulitan dan ada juga yang dilandasi karena pikiran atau pengaruh psikologis. Keduanya memiliki dampak yang nyata pada diri penderitanya. Memiliki kekurangan dari salah satu lima panca indera utama kita pasti memiiki dampak yang cukup signifikan. Tulisan ini ditulis untuk membahas salah satunya yaitu kekuranagn pada indera pendengaran. Memiliki gangguan pendengaran ini bisa dikarenakan faktor genetik ( turunan ); kongenital (dari sejak dalam kandungan ); maupun yang kita dapat selama kita menjalani kehidupan. Hal ini menghambat penerita untuk bersosialisasi dan beberapa orang dalam masyarakat pun mungkin menjauhi mereka, karena merasa sulit untuk berkomunikasi dengan mereka. Hal ini bisa membuat penderitanya merasa diasingkan, ketakutan, dan menyerah untuk berjuang menjalani kehidupannya. Sebagai sesama manusia saya memiliki rasa empati terhadap mereka, saya membayangkan betapa sulitnya bagi mereka untuk menjalani kehidupan sehari - harinya di tengah peradaban yang mengandalkan bunyi sebagai tanda atau sinyal utama untuk berkomunikasi, bahkan beberapa rambu lalu lintas pun juga menggunakan bunyi sebagai penanda. Maka harus membantu mereka dan memberikan meraka "telinga untuk melihat."
PENDEKATAN KAMUFLASE DALAM PERANCANGAN RUANG AMAN BAGI PENYINTAS KEKERASAN SEKSUAL DI JAKARTA Glenda Vania; Diah Anggraini
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 5 No. 2 (2023): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v5i2.24251

Abstract

Violence is one of the global issues that is often difficult to overcome, partly because there are variables that are difficult to predict, such as subject, place, and time. There are various types of violence, one of which is sexual violence. In Indonesia itself, the average number of sexual violence cases has increased each year and has become the first most reported violence case from 2020 to 2022 (SIMFONI-PPA, 2023). Unfortunately, this data is not comprehensive enough due to information sources that are still not integrated with each other and even though there has been an increase in the number of cases, existing laws and facilities still lack empathy for victims. Even though the impact felt by victims varies, victims often experience severe trauma in which they feel like losing their place in the world, which makes it difficult for them to return to their normal activities. Through this, victims need to be a priority as well. Qualitative methods obtained through secondary sources are used to obtain in-depth information about victims and camouflage design method will be applied in the design of one-stop emergency facilities as a form of empathy for sexual violence victims. By using existing methods, the authors hope to be able to frmulate a design concept for facilities that are empathetic and in accordance with the needs of the victims so that later they can recover from their wounds and continue their lives by finding their respective places in society. Keywords:  camouflage; human psychology; rehabilitation; sexual violence Abstrak Kekerasan menjadi salah satu permasalahan global yang kerap terjadi dan sulit untuk diatasi, salah satunya karena terdapat variabel yang sulit untuk diprediksi, seperti subjek, tempat, dan waktu. Ada berbagai macam jenis kekerasan, salah satunya adalah kekerasan seksual (sexual violence). Di Indonesia sendiri, kasus kekerasan seksual rata-rata mengalami peningkatan jumlah dari tahun ke tahun dan menjadi kasus kekerasan terlapor terbanyak pertama dari tahun 2020 hingga 2022 (SIMFONI-PPA, 2023). Sayangnya, data ini masih kurang menyeluruh akibat sumber informasi yang masih belum terintegrasi satu sama lain dan walaupun mengalami peningkatan jumlah kasus, hukum serta fasilitas yang ada masih kurang berempati kepada korban. Meskipun dampak yang dirasakan korban beragam, tetapi sering kali korban mengalami trauma yang berat hingga merasa kehilangan tempat di dunia, sehingga mereka sulit untuk kembali beraktivitas secara normal seperti sediakala. Melihat realita ini, maka korban perlu menjadi prioritas juga. Metode kualitatif yang diperoleh melalui sumber sekunder digunakan untuk mendapatkan informasi mendalam mengenai korban dan metode perancangan kamuflase akan diterapkan dalam desain fasilitas one-stop emergency sebagai bentuk empati bagi para korban kekerasan seksual. Dengan menggunakan metode yang ada, penulis berharap dapat merumuskan konsep desain fasilitas yang berempati dan sesuai dengan kebutuhan para korban agar nantinya dapat bangkit dari luka dan melanjutkan hidupnya dengan kembali menemukan tempatnya masing-masing dalam masyarakat.
STUDI ARSITEKTUR EPHEMERAL DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN BERHUNI BAGI TUNAWISMA DI JAKARTA BARAT Michelle Rusli; Diah Anggraini
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 5 No. 2 (2023): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v5i2.24252

Abstract

Humans will actually continue to look for ways to get a better life. One of them is by moving to a place that feels better and has potential. Big cities are often the target for some people who wander to start a new life, one of them is the city of Jakarta. With all the diversity in Jakarta, this city cannot be separated from the socio-economic problems that are also experienced by various parties, including the marginalized. Marginalized people themselves are people who are marginalized when they fail to achieve a welfare life such as the homeless or commonly called the homeless. The bum comes from the word "midfielder" which means "a wanderer, a wanderer" (Onghokham, 1986). Thus, the homeless can also be defined as someone who does not have a permanent and proper place to live (Hanson-Easey et al., 2016) such as living on a shopping terrace, under a bridge, park bench, etc. For reasons of frugality, it indirectly impacts the welfare of the homeless. Referring to the book Motivation and Personality by Maslow (1970), humans have 5 hierarchies of needs that must be met, especially basic needs (such as food and shelter) so that other needs can be met as well. By moving places frequently, homeless people become more flexible to potential situations and utilize the resources around them in the process of dismantling and installing a temporary (ephemeral) architectural space. Through ephemeral architecture with the concept of in-compatibility, the author seeks to present a temporary living space as a form of fulfilling the basic needs of the homeless. With the help of data obtained from the results of surveys and interviews, the authors present a habitable space program by utilizing the surrounding resources and paying attention to the boundaries that exist in an environment. keywords: dwelling; ephemeral architecture; homeless Abstrak Manusia sejatinya akan terus mencari cara untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Salah satunya dengan cara berpindah ke tempat yang dirasa lebih baik dan memiliki potensi. Kota besar seringkali menjadi sasaran bagi sebagian orang yang mengembara untuk memulai kehidupan baru, salah satunya Kota Jakarta. Dengan segala keanekaragaman di Jakarta, membuat kota ini tidak terlepas dari masalah sosial ekonomi yang turut dialami oleh berbagai pihak termasuk kaum marginal. Kaum marginal sendiri merupakan orang-orang yang terpinggirkan ketika tidak berhasil mencapai suatu kesejahteraan hidup seperti gelandangan atau biasa disebut tunawisma. Gelandangan berasal dari kata “gelandang” dengan arti “yang mengembara, yang berkelana” (Onghokham, 1986). Sehingga, tunawisma dapat didefinisikan juga sebagai seorang yang tidak memiliki tempat tinggal tetap dan layak (Hanson-easey et al., 2016) seperti tinggal di teras pertokoan, kolong jembatan, bangku taman, dll. Dengan alasan berhemat, secara tidak langsung berdampak pada kesejahteraan hidup tunawisma. Merujuk kepada buku Motivation and Personality oleh Maslow (1970), manusia memiliki 5 hierarki kebutuhan (Hierarchy of Needs) yang harus dipenuhi terutama kebutuhan dasar (seperti makanan dan tempat tinggal) agar kebutuhan lain dapat terpenuhi juga. Dengan perpindahan tempat yang sering dilakukan, tunawisma menjadi lebih fleksibel terhadap keadaan potensial dan memanfaatkan sumber daya yang ada disekitarnya dalam proses pembongkaran dan pemasangan suatu ruang arsitektural secara sementara (ephemeral). Melalui arsitektur ephemeral dengan konsep in-compatibility, penulis berupaya menghadirkan ruang berhuni sementara sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan dasar tunawisma. Dengan dibantu data yang didapatkan dari hasil survei serta wawancara, penulis menghadirkan program ruang berhuni dengan memanfaatkan sumber daya sekitar serta memperhatikan batasan yang ada di suatu lingkung-bangun.