Timmy Setiawan
Program Studi S1 Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara

Published : 20 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

SENTRA KERAJINAN KULIT DI KEMANG Anita Darmawan; Timmy Setiawan
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4447

Abstract

Handcraft is one of three sub-sectors whose contribute significantly to the development of creative economic industry growth. The most creative industry figure are from the millennial generation. Handcraft art is one of the sub-sectors that is represents the characteristic of the Indonesian nation. Leather craft is one of the raw materials for craft arts that is greatly demand by millennials. In the present, Indonesian leather crafts are increasingly diverse. But the problem of developing a creative economy and startup is capital needs. The problem causes startups to not be able to develop optimally. This project is a forum for creative craftsmen by combining informal educational facilities and exhibition halls. This activity is intended to support each other so that leather craftsmen can immediately showcase their work and can be directly seen and bought by consumers. Consumers can simultaneously see the process and learn how to make it. The project is located in Kemang which is known internationally as a creative industrial area where many millennial generations gather. And the potential for infrastructure development. With this project in addition to bringing financial benefits from the work of ideas and innovation made from leather-based products, it is also expected to build and generate millennial generations, as the main actors, to form communities that aim to gather and share experiences and insights about their love of leather crafts. This activity makes the millennial generation active and creative to socialize in the wider community through leather crafting. In addition, this project was created to increase the appreciation of the community, both those who are interested in their fields and lay people who come to the value of leather-based products by observing the process of making their products.Abstrak Kerajinan (kriya) adalah salah satu dari tiga subsektor yang kontribusinya cukup signifikan dalam perkembangan industri ekonomi kreatif dan pelaku industri kreatif paling banyak dari generasi milenial. Seni kriya merupakan salah satu sub sektor yang menjadi ciri khas Bangsa Indonesia. Kerajinan kulit merupakan salah satu bahan baku material seni kriya yang banyak diminati kalangan milenial. Kerajinan kulit Indonesia di era kekinian semakin beragam. Namun persoalan dari pengembangan ekonomi kreatif dan startup adalah kebutuhan modal dan pemasaran. Adanya kendala tersebut menyebabkan startup tidak dapat berkembang maksimal. Proyek ini merupakan wadah untuk pengerajin kulit berkreasi dengan menggabungkan sarana pendidikan informal dan ruang pameran. Kegiatan ini dimaksudkan untuk saling mendukung sehingga pengerajin kulit dapat langsung memamerkan hasil karyanya dan dapat langsung dilihat dan dibeli oleh konsumen. Konsumen juga sekaligus dapat melihat proses pengerjaannya dan belajar membuat. Proyek berada di Kemang yang dikenal secara internasional sebagai kawasan industri kreatif dimana banyak generasi milenial berkumpul. Serta berpotensi dalam perkembangan infrastrukturnya. Dengan adanya proyek ini selain mendatangkan keuntungan finansial dari karya ide dan inovasi produk berbahan dasar kulit, juga diharapkan membangun dan membangkitkan generasi milenial, selaku pelaku utama, untuk membentuk komunitas yang memiliki tujuan untuk berkumpul serta berbagi pengalaman dan wawasan mengenai kecintaan mereka tentang kerajinan kulit. Kegiatan ini menjadikan generasi milenial aktif dan kreatif untuk bersosialisasi dalam kalangan masyarakat luas melalui kerajinan kulit. Selain itu proyek ini dibuat untuk meningkatkan apresiasi masyarakat baik yang tertarik dibidangnya maupun orang awam yang datang terhadap nilai produk-produk berbahan dasar kulit dengan mengamati proses pembuatan produknya.
REDEVELOPMENT PASAR KEMBANG CIKINI DENGAN KONSEP OPEN ARCHITECTURE SEBAGAI RUANG KETIGA DAERAH CIKINI, MENTENG Erdin Yosep; Timmy Setiawan
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 1 (2020): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i1.6856

Abstract

Menteng, Central Jakarta as the first Garden City in Indoneisa, served as the most significant green  district in Jakarta. Located at the most green area in Jakarta, Cikini Flower Market (the oldest flower and ornamental plant center around) is less visible as the part of various urban axes. Cikini Flower Market Redevelopment is an uprising and refurbisment of local traditional marketplace against modern wholesale market. The design methods deliver from urban axis mapping, selected program analyze, and forming a building mass from study of market morphology. As a ‘the third place’, the concept is sharing activity with dedicated communal space and activity. All of building program, formed this project as rendezvous space for locals and outsider for shopping, recreation, collaborate, work/study, or just hangout. Through combination of open architecture and sharing economy, this project will redevelop a marketplace to contextual third place. Therefore, Cikini Flower Market will defined as the part of Menteng Green Development, and as well Ciliwung Cultural Line by maintaining it’s essence as the market. Finally, this project is designed to be open, spacious, and communal place for short break or daily needs. AbstrakSalah satu daerah dengan pengembangan ruang terbuka hijau paling signifikan di Jakarta adalah Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat yang merupakan kota taman pertama di Indonesia. Identitas Menteng sebagai wilayah paling hijau di Jakarta justru kurang terlihat pada Pasar Kembang Cikini sebagai penyedia tanaman hias bunga tertua di Jakarta yang berada pertemuan berbagai axis perkotaan. Proyek redevelopment Pasar Kembang Cikini menjadi sebuah upaya untuk memperkuat kembali identitas pasar tradisional agar mampu bersaing dengan pasar modern.  Metode perancangan yang digunakan, yaitu berangkat dari memetakan axis kawasan perkotaan tapak terpilih, menganalisa program yang dihasilkan, dan membentuk massa bangunan berdasarkan studi morfologi bangunan pasar. Sebagai sebuah ruang ketiga, konsep pasar baru yang ditawarkan menekankan kegiatan sharing dengan adanya ruang dan aktivitas yang bersifat komunal. Gabungan dari seluruh program tersebut membuat proyek ini menjadi sebuah third place yang mempertemukan masyarkat Cikini, maupun masyarakat luar untuk datang berbelanja, berekreasi, bekolaborasi, bekerja/ belajar, maupun sekedar nongkrong. Melalui perpaduan konsep arsitektur terbuka dan ekonomi kolaboratif, proyek ini bertujuan mengembangkan sebuah pasar menjadi sebuah ruang ketiga yang kontekstual dengan pengembangan hijau Menteng dan jalur budaya Ciliwung dengan mempertahankan esensinya sebagai sebuah pasar. Proyek ini didesain untuk terasa terbuka, lapang dan komunal untuk dikunjungi sebagai tempat istirahat sejenak maupun untuk kegiatan sehari – hari. 
KOPERASI PEKERJA FILM INDONESIA SEBAGAI WADAH KERJA SAMA DALAM MENGHADAPI TANTANGAN DAN PELUANG INDUSTRI PERFILMAN INDONESIA DI ERA MILENIAL Angela Angela; Timmy Setiawan
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4428

Abstract

These past four years marks an era of escalation for the Indonesian film industry because of milenials’ consumptive behaviour toward entertainment. Even though this industry has steady growth and a lot of potential to evolve, Indonesian film industry still faces challenges and of course, opportunities at the same time. The challenges and opportunities faced by this industry need to then be facilitated with cooperatives that compatible with the characteristics of Indonesian milenials; confident, creative, and connected. Indonesian Film Workers Cooperative enable activities that support the education, production, distribution and film exhibition. This is translated into the form of cooperative office, gallery, library, seminar room, classrooms, multi-function hall, amphitheater, souvenir shops and café & bar. Uniting Indonesia film makers by equipping them with knowledge and expertise, and opening opportunities for cooperation are the main focuses. All this is agreed upon and supervised concurrently; all capital, profits and losses become shared responsibilities. The design method used for this project is typology. The problem of circulation between pedestrians and vehicles is answered through the concept of permeability. Presenting activities that embrace the public are presented along the flow of public circulation. The chosen site, Taman Ismail Marzuki, is a 6,525m2 land space with a total building area of 18,332m2 located in Cikini, Central Jakarta. The presence of Indonesian Film Workers Cooperative brews hope that the film industry in Indonesia will succeed throughout the nation by upholding cooperation and togetherness. AbstrakEra kebangkitan industri perfilman Indonesia empat tahun belakangan digerakkan oleh prilaku konsumtif milenial terhadap hiburan. Sekalipun industri ini memiliki konsistensi pertumbuhan dan potensi berkembang yang sangat besar ke depannya, tantangan dan peluang tetap mewarnai perjalanan industri perfilman Indonesia. Tantangan dan peluang yang dihadapi oleh industri ini perlu difasilitasi dengan wadah kerjasama berupa koperasi yang cocok dengan sifat milenial Indonesia yaitu confidence, creative, dan connected. Dalam menjalani kegiatan berkoperasi, Koperasi Pekerja Film Indonesia mewadahi, memfasilitasi, dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan aspek pendidikan, produksi, distribusi, dan eksibisi film. Hal ini diterjemahkan ke dalam program ruang berupa kantor koperasi, galeri, perpustakaan, ruang seminar, kelas, multi-function hall, amphiteater, toko souvenir dan café & bar. Memadukan derap para film makers se-Indonesia dengan memperlengkapi mereka dengan pengetahuan dan keahlian yang mumpuni dan membuka peluang kerjasama sebesar-besarnya menjadi fokus utama. Segala kegiatan disepakati dan diawasi bersama. Segala modal, keuntungan dan kerugian pun menjadi tanggung jawab bersama. Metode perancangan yang digunakan adalah tipologi. Lokasi tapak terpilih adalah: Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat. Permasalahan crossing sirkulasi antara pejalan kaki dan kendaraan dijawab melalui konsep permeabilitas. Menghadirkan aktivitas yang merangkul masyarakat umum pun turut dihadirkan di sepanjang alur sirkulasi publik yang ada di bangunan. Total luas lahan adalah 6,525m² dan total luas bangunan adalah 18,332m². Dengan keberadaan Koperasi Pekerja Film Indonesia, diharapkan terwujud industri perfilman Indonesia yang berjaya di negara sendiri dengan menjunjung kerjasama dan kebersamaan.
GERBANG TRANSIT TAMAN TEBET Indra Aristyanto; Timmy Setiawan
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 1 (2020): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i1.6863

Abstract

The life of Jakarta’s people who are very dynamic in their routine sometimes makes them forget the importance of socializing and resting for a while. The need for a third place, in addition to home and workplace, could be a solution to provide space that is able to make people forget their main activities and relieve fatigue from their routine in order to have a better quality of life. Tebet as one of the densely populated residential areas in Jakarta certainly needs this third place so that its people can have a better quality of life. The existence of many kinds of public transportation in Tebet such as electric trains, Transjakarta buses and LRT (which are still in the development stage) makes the flow of the movement of people who are the users become very dynamic. The space between the house and the transportation points is needed as a third place that becomes a transit point and can accommodate activities that can make them comfortable after / before their routine. In addition, Tebet Park as the largest form of public space in the Tebet area needs to be encouraged to better accommodate the activities of its people. From the various potentials and problems, project designed close to Taman Tebet that able to accommodate the activities of the Tebet community as a gate between home and work place with programs such as shops, restaurants, sports facilities, parking facilities and a place to gather and relax to accommodate their activities and needs. AbstrakKehidupan masyarakat Jakarta yang sangat dinamis dalam rutinitasnya kadang membuat mereka lupa akan pentingnya bersosialisasi dan beristirahat sejenak. Kebutuhan akan ruang ketiga, selain rumah dan tempat kerja, dapat menjadi solusi untuk memberikan ruang yang mampu membuat masyarakat melupakan kegiatan dan melepas penat dari rutinitasnya agar memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Kawasan Tebet sebagai salah satu kawasan permukiman yang padat di Jakarta tentu membutuhkan ruang ketiga ini agar masyarakatnya dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Keberadaan transportasi publik yang beragam di kawasan ini seperti kereta listrik, bus Transjakarta serta LRT yang masih dalam tahap pembangunan membuat alur pergerakan masyarakat yang menjadi pengguna menjadi sangat dinamis. Ruang antara rumah dan titik-titik transportasi tersebut diperlukan sebagai ruang ketiga yang menjadi titik transit dan mampu mewadahi aktivitas yang bisa membuat mereka nyaman setelah/sebelum beraktivitas. Selain itu, Taman Tebet sebagai bentuk ruang publik terbesar yang ada di kawasan Tebet perlu didorong untuk lebih mewadahi aktivitas masyarakatnya dengan lebih baik. Dari beragam potensi dan masalah tersebut, dirancanglah proyek yang berada dekat dengan Taman Tebet dan mampu mengakomodasi aktivitas masyarakat Tebet sebagai gerbang di antara tempat tinggal dan tempat kerja dengan program seperti pertokoan, tempat makan, sarana olahraga, fasilitas parkir dan tempat berkumpul dan bersantai untuk mewadahi aktivitas dan kebutuhan mereka.
KAJIAN MENGENAI KAMPUNG BATIK SEBAGAI PEREMAJAAN KEMBALI KAMPUNG DI KAWASAN KARET KUNINGAN Steven Wijaya; Timmy Setiawan
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4540

Abstract

Millennials have become an important topic in various discussions at the beginning of the 21st century with a population that is currently in productive age and has a greater global number. However, the beginning of the millennial generation in Indonesia began with the 1998 crisis, where this will affect the decline in the level of education of the early millennial generation in Indonesia. Education and a low economy make the competitiveness of human resources in some regions, in this case it will increase in the lives of villages in the city of Jakarta, where the difference in life is very contrasting between those who get higher education and those who get low education (in rural areas). So the question is how can the generation of melenial living in the city of Jakarta compete and how to rejuvenate urban settlements, especially Jakarta, so that the millennial generation in the village can compete and adapt in the next generation? Every village must have its own characteristics and high historical value. As the development and recovery of the times, the characteristics and historical values of the village are often forgotten by the people, so the village no longer has an identity that they can be proud of. So the program was needed to restore the distinctive characteristics of a village by inviting residents from the village to be involved in it, so that the uniqueness and precision that could be of benefit both in terms of economy, development, and human resources in the village. In this way the position of the village in the middle of the city can remain by providing positive for the residents in the house with outsiders around it. By raising the characteristic of the village, the millennial in the village can compete and still be able to maintain its existence.Abstrak Generasi milenial menjadi topik penting dalam berbagai diskusi di awal abad 21, kerana jumlah populasinya yang tengah berada di usia produktif dan memiliki jumlah terbesar secara global. Namun, awal generasi milenial di Indonesia dimulai dengan krisis moneter tahun 1998, dimana hal ini akan berpengaruh terhadap menurunnya tingkat pendidikan generasi milenial awal di Indonesia. Pendidikan dan perekonomian yang rendah membuat daya saing sumber daya manusia di beberapa daerah juga menurun, dalam kasus ini akan difokuskan pada kehidupan perkampungan di Kota Jakarta, dimana perbedaan kehidupan sangat-lah kontras antara yang memperoleh pendidikan tinggi dengan yang memperoleh pendidikan rendah (daerah perkampungan). Sehingga yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara generasi melenial yang hidup di perkampungan kota Jakarta dapat bersaing dan bagaimana meremajakan kembali perkampungan di perkotaan khususnya Jakarta, agar generasi milenial di perkampungan tersebut dapat bersaing dan beradaptasi dalam generasi selanjutanya? Setiap perkampungan pastinya memiliki ciri khas dan nilai sejarah yang tinggi. Seiring dangan perkembangan dan tuntutan zaman, ciri khas dan nilai sejarah dari kampung itu sering dilupakan oleh warganya, sehingga suatu kampung tidak lagi memiliki identitas yang dapat mereka banggakan.  Maka diperlukalah program untuk memulihkan kembali ciri khas dari suatu kampung dengan mengajak warga dari kampung tersebut untuk turut terlibat di dalamannya, sehingga keunikan dan cirikhas itu bisa menjadi manfaat baik dalam segi ekonomi, kebudayaan, dan sumber daya manusia di kampung tersebut. Dengan cara inilah kedudukan kampung ditengah kota dapat tetap bertahan dengan memberikan dampak positif bagi penghuni yang ada didalam kampung tersebut maupun dengan orang-orang luar yang ada di sekitarnya. Sehingga dengan menonjolkan sebuah cirikhas, generasi milenial yang tinggal di kampung tersebut dapat bersaing dan tetap dapat mempertahankan eksistensinya.
PENDEKATAN DESAIN KESEHARIAN PADA EKOWISATA MANGROVE DI DESA PANTAI MEKAR, MUARA GEMBONG, BEKASI Gracia Kristina; Timmy Setiawan
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 2 (2021): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i2.12333

Abstract

Mangrove is one of the plants that thrives along the coast in Indonesia. The existence of the mangrove ecosystem brings impacts and benefits, both for living things, the environment and the community around the coast. People use mangroves to meet their daily needs, from roots, leaf stems to fruit. Massive use of mangroves has resulted in damage to the mangrove ecosystem. The Mangrove Ecotourism Project aims to improve the existing mangrove ecosystem due to degradation and introduce the use of mangrove fruit that is more environmentally friendly, does not damage the mangrove ecosystem by not cutting down the roots and generating economic value. In Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Degradation is defined as a setback and decline. The Mangrove Ecotourism project uses the Everydayness method. By using the Everydayness method, Mangrove Ecotourism seeks to provide a daily picture as an initial introduction from seeding until mangrove trees can grow. mangrove park. Mangrove Ecotourism is located in Pantai Mekar Village, Muara Gembong, Bekasi, the design site is on land equipped with mangroves. In the Mangrove Ecotourism program, there are several programs, namely mangrove seeding and planting, spa, mangrove fruit processing for beauty products and snack workshops made from mangroves as well as various other supporting programs such as restaurants, recreation areas, etc.Keywords:  Degradation; Ecotourism; Mangrove Ecotourism  AbstrakMangrove merupakan salah satu tanaman yang tumbuh subur di sepanjang pantai yang ada di Indonesia. Keberadaan ekosistem mangrove membawa berbagai dampak dan manfaat, baik bagi makluk hidup, lingkungan maupun masyarakat disekitar pesisir pantai. Masyarakat memanfaatkan mangrove yang melimpah dan kaya manfaat ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mulai dari akar, batang daun hingga buahnya. Pemanfaatan Mangrove secara besar-besaran mengakibatkan rusaknya ekosistem Mangrove. Proyek Ekowisata Mangrove bertujuan untuk memperbaiki ekosistem mangrove yang ada akibat degradasi serta memperkenalkan pemanfaatan buah mangrove yang lebih ramah lingkungan, tidak merusak ekosistem mangrove dengan tidak menebang akar – batang dan menghasilkan nilai ekonomi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), degradasi diartikan sebagai kemunduran, kemerosotan dan penurunan. Proyek Ekowisata Mangrove ini menggunakan metode keseharian. Ekowisata mangrove berusaha untuk memberikan gambaran keseharian sebagai pengantar awal dari mulai pembenihan hingga pohon mangrove dapat tumbuh. Partisipatif dengan mengajak dan memperlihatkan kepada pengunjung pemanfaatan mangrove yang tidak menebang pohon mangrove semata serta pengungkapan realitas ekosistem mangrove dengan adanya rekreasi, observation deck dan taman mangrove. Ekowisata Mangrove terletak di Desa Pantai Mekar, Muara Gembong, Bekasi, tapak perancangan berada di lahan yang dikelilingi oleh tumbuhan mangrove. Pada program Ekowisata Mangrove terdapat beberapa program yaitu pembenihan dan penanaman mangrove, spa, Pengolahan buah mangrove untuk produk kecantikan dan workshop jajanan yang berbahan dasar mangrove serta berbagai program penunjang lainnya seperti restoran, area rekreasi, dsb. 
GELANGGANG REMAJA TANJUNG DUREN SARANA PENYALURAN MINAT DAN BAKAT UNTUK MENINGKATKAN KESEHATAN Melyna Melyna; Timmy Setiawan
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4448

Abstract

Health is a fundamental aspect to maintain someone’s life. Espescially in this millenial era, millennials would be the generation with a bad health issue in their middle age (Health Foundation research institute). One of the main factor is the fact that 93% millennials did’t do any precaution on their own health. Sports in one thing we could do to achieve a healthy life. According to CSIS National Survey “Social orientation, economic, and politic on millennial generation” on 2017, sports got a number one position with 30.8% as the most engaging activity for millennials. Sports is a sistematical progress which aim to develop one’s physical and spiritual potential which can be done as a group of people / groups. Sports is a great stress-reliever to distract a negative mind as well to stretch body muscles (Jessica Dolland, 2004). Also , is an activity to train our body so that our organs could function well (Suryanto Rukmono S.Si). Health and sports activity then create a potential to answer millennials needs for a sports facility. Youth center is a medium to run a sports activity that’s comply to peoples need especially millennials. The chosen site is in Tanjung Duren, which has known as a housing area with a high density surrounded by various facility espescially on food & beverages and education facility in West Jakarta. This project would have a synergy with it’s surroundings, aim to create an accessibility also to provide a public space. The program based on the needs for indoor and outdoor sports court, multifunction room, discussion room, eSports community room, and interactive pool. This project aim to become a public space that could cater peoples needs espescially on physical health. Starting with a planning process that begins with identifying the components that support the object (complexity), conducts a study to look for the interrelationships of various influential factors, determines to decide the dominant factors that influence other factors, and predicts the various factors that make the future better. In the design, the process will be user-oriented, where the user becomes the main focus in orientation. As well as projecting up to> 10 years ahead, oriented to long-range planning to apply the concept of sustainable architecture. In its journey, between the planning and design process will be interactive, so that it is an ongoing process with a system of feedback from one to another. Abstrak Kesehatan merupakan sebuah aspek fundamental dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Terkhusus pada era milenial kini, generasi milenial akan menjadi generasi yang memiliki tingkat kesehatan yang buruk pada usia pertengahan (lembaga riset Health Foundation). Salah satu factor yang berperan adalah karena, faktanya 93% millennials tidak melakukan tindakan pencegahan dalam aspek kesehatan. Olahraga merupakan salah satu jalan yang harus ditempuh untuk meraih kesehatan. Menurut Survei Nasional CSIS “Orientasi Sosial, Ekonomi, dan Politik Generasi Milenial 2017, olahraga berada di posisi utama dengan persentase sebesar 30.8% sebagai kegiatan yang paling menarik minat generasi milenial. Olahraga merupakan sebuah proses yang bersifat sistematis yang dapat berbentuk kegiatan untuk mengembangkan potensi jasmani maupun rohani yang dilakukan oleh beberapa orang atau kelompok. Olahraga merupakan pereda stress yang baik untuk mengalihkan segala pikiran negatif serta untuk peregangan otot (Jessica Dolland, 2004). Juga, merupakan kegiatan untuk melatih tubuh agar segala organ tubuh kita dapat berfungsi secara baik (Suryanto Rukmono S.Si). Adanya potensi terkait kesehatan dengan kegiatan olahraga, khususnya terhadap generasi milenial kemudian menghadirkan potensi untuk menghadirkan sarana dan pra-sarana terkait kegiatan olahraga. Gelanggang remaja merupakan sarana dalam menjalankan kegiatan olahraga yang dinilai sesuai dengan kebutuhan masyarakat khususnya generasi milenial. Tapak yang dipilih berada di Tanjung Duren, yang dikenal sebagai daerah pemukiman padat yang dikelilingi dengan berbagai fasilitas yang cukup lengkap khususnya di bidang pendidikan dan kuliner di Jakarta Barat. Proyek ini bersinergi dengan lingkungan sekitar dalam menciptakan aksesibilitas serta pengadaan ruang bagi public. Program yang dihadirkan berdasarkan pada kebutuhan akan sarana olahraga berupa lapangan olahraga indoor dan outdoor, ruang serbaguna, ruang diskusi, ruang bagi komunitas eSports, serta interactive pool. Proyek diharapkan dapat menjadi sebuah ruang public yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya pada bidang kesehatan jasmani. Dimulai dengan proses perencanaan yang diawali dengan mengidentifikasi komponen yang menunjang objek (kompleksitas), mengadakan studi untuk mencari keterkaitan berbagai factor yang berpengaruh, mendeterminasi untuk menentukan factor dominan yang berpengaruh terhadap factor lain, serta memprediksi berbagai factor yang ada untuk menjadikan di masa depan lebih baik. Di dalam proses perancangan akan berorientasi kepada pengguna, dimana pengguna menjadi focus utama dalam orientasi. Serta memproyeksikan hingga >10 tahun ke depan,  berorientasi kepada long-range planning untuk menerapkan konsep arsitektur berkelanjutan. Dalam perjalanannya, antara proses perencanaan dan perancangan akan bersifat interaktif, sehingga merupakan sebuah proses berkelanjutan dengan sistem umpan balik satu dengan yang lain.
FASILITAS EDUTAINTMENT DI KELAPA GADING Andreas Yonaftan; Timmy Setiawan
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 1 (2020): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i1.6748

Abstract

3rd Place or third place is a place where everyone can go there, regardless of social status, economy, work, etc., this place is usually a place where local residents can meet and talk with one another casually so they feel like being at home, being able to meet new people, become regulars, and so on. Therefore a 3rd place is very important in an area, especially in Jakarta which is the capital of the Indonesian state. But in reality what happens is the existing 3rd Place requires someone to buy something first so that it indirectly classifies a person's social and economic status. And also a lot of 3rd Place that is used by millennials to work in groups so that people who are relaxed enjoy their leisure time or are having a meeting for work become disrupted. Therefore the purpose of this research is to create a 3rd Place that is free and very open to the public by providing programs that can solve the issues that often occur. By using a design method that refers to the analysis of data about the weaknesses and strengths of the location of this area that produces design concepts and programs that are appropriate. So this project produces a 3rd Place with library programs for both children and adults, co-working space, cafes, sports fields, children's playgrounds, and others.Abstrak3rd Place atau tempat ketiga adalah sebuah tempat dimana semua orang dapat pergi kesana, tidak memperdulikan status sosial, ekonomi, pekerjaan dan lain-lain, tempat ini biasanya menjadi tempat para warga sekitar dapat bertemu dan saling berbincang satu dengan yang lainnya dengan santai sehingga mereka merasa seperti berada di rumah sendiri, dapat bertemu dengan orang baru, menjadi langganan, dan lain-lain. Oleh karena itu sebuah 3rd Place sangat penting dalam sebuah kawasan, terutama di Jakarta yang merupakan ibukota dari negara Indonesia. Namun pada kenyataannya yang terjadi adalah 3rd Place yang ada mengharuskan seseorang untuk membeli sesuatu terlebih dahulu sehingga secara tidak langsung mengelompokan status sosial dan ekonomi seseorang. Dan juga banyak 3rd Place yang digunakan oleh generasi milenial untuk bekerja kelompok sehingga membuat orang yang sedang santai menikmati waktu luangnya atau sedang meeting untuk pekerjaan menjadi terganggu. Oleh sebab itu tujuan dari penelitian ini yaitu menciptakan sebuah 3rd Place yang bersifat free dan sangat terbuka untuk umum dengan menyediakan program-program yang dapat menyelesaikan isu-isu yang sering terjadi. Dengan menggunakan metode perancangan yang mengacu pada analisa data-data tentang kelemahan dan kelebihan lokasi kawasan ini berada yang menghasilkan konsep perancangan serta program-program yang tepat. Sehingga proyek ini menghasilkan sebuah 3rd Place dengan program perpustakaan baik untuk anak dan dewasa, co-working space, kafe, lapangan olahraga, tempat bermain anak, dan lain-lain. 
PENGOLAHAN LIMBAH SANITASI BERBASIS BIO-ENERGI DALAM PENATAAN KAWASAN HUNIAN KUMUH DI TANJUNG DUREN UTARA, JAKARTA BARAT Kayatsha Mutiara Nasser; Timmy Setiawan
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 2 (2021): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i2.12476

Abstract

Gang Serketaris Tanjung Duren Utara, West Jakarta has been a squatter settlement since before the reform took place and is now one of the settlements with the worst sanitation in the capital. The 124 heads of families coexisted with the smell of sewage from the Secretary River that ran along the alley. The low level of public awareness of cleanliness and environmental pollution makes residents prefer to throw their waste directly into the Sekretaris River. On the other hand, Indonesia is also experiencing an energy crisis. according to Wood Mackenzie Chemical and Energy Company, which records the trend of Indonesia's energy balance in terms of coal, gas (LNG), and oil, stating that Indonesia has experienced an energy deficit since 2007 and continues to increase until it is estimated that in 2040. Seeing the link between the energy crisis and sanitation problems in Indonesia, these two things can indirectly damage the ecological chain but if resolved properly can open up opportunities for the development of renewable energy technologies and solutions to environmental problems. The bioenergy process in the realm of architecture is a solution for handling slum areas to realize sustainable sanitation empowerment. Bioenergy is the development of renewable energy obtained from biomass. The design of the slum area arrangement program at the Gang Secretariat uses a contextual search approach from deep socio-cultural conditions. Creating a sanitation community that is reflected in living, working, and gathering activities. Keywords:  Bio- Energy; Sanitation; Slum Area AbstrakGang Serketaris Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat sudah menjadi pemukiman liar dari sebelum reformasi terjadi dan kini menjadi salah satu pemukiman dengan sanitasi terburuk di ibu kota.  124 kepala keluarga hidup berdampingan dengan bau tinja dari Kali Sekretaris yang membentang di sepanjang gang tersebut. Kesadaran warga yang rendah terhadap kebersihan dan pencemaran lingkungan membuat warga lebih memilih membuang kotorannya langsung ke Kali Sekretaris. Disisi lain, Indonesia juga mengalami krisis energi. menurut Wood Mackenzie Chemical and Energy Company, yang mencatat tren neraca energi Indonesia dari sisi batu bara, gas (LNG), dan minyak bumi, menyatakan Indonesia sudah mengalami defisit energi sejak 2007 dan semakin meningkat hingga perkiraan tahun 2040. Melihat keterkaitan antara permasalahan krisis energi dan permasalahan sanitasi di Indonesia, kedua hal ini secara tidak langsung dapat merusak suatu rantai ekologi namun apabila diselesaikan dengan tepat mampu membuka peluang pada pengembangan teknologi energi terbarukan maupun penyelesaian terhadap isu lingkungan yang terjadi. Proses Bio-energi dalam ranah arsitektur menjadi solusi penanganan Kawasan hunian kumuh untuk mencapai pemberdayaan sanitasi yang berkelanjutan. Bio-energi merupakan  pengembangan energi terbarukan yang diperoleh dari biomassa. Rancangan program penataan kawasan hunian kumuh di Gang Sekretaris menggunakan pendekatan penulusuran kontekstual dari kondisi sosial budaya secara mendalam. Menciptakan sebuah komunitas sanitasi yang tercermin kepada kegiatan berhuni, bekerja, dan berkumpul.
RUANG KEBUGARAN DAN KOMUNITAS DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL Bun Merdianto; Timmy Setiawan
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 1 (2020): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i1.6838

Abstract

Jakarta has a fairly rapid rate of economic growth, a modern life and very dense activities, making people increasingly lose time to socialize and rest. Almost all people will spend their time to work with the aim of being able to meet their personal needs. However, when they are tired of working, they cannot find a place to facilitate them to socialize, relax and refresh their body and mind. As a result, the potential for living thought is only for work. This can trigger stress on factory workers who are most susceptible to stress. If this is left unchecked, this will have an impact on the quality of the HR itself and worsen their performance. Therefore the purpose of this research is to create a suitable forum for workers and the community so that they can gather, socialize, relax themselves and refresh their body and mind (Third Place). So that it can reduce stress levels, build community and improve socialization among surrounding communities and can solve existing issues. There is also a method that is used is the everyday urbanism method that sees changes in time and habits of the surrounding community, so that it can provide a place to support the activities of the people who are in that location. The program produced to enter into this project such as communal space, community space, fitness and many others. AbstrakJakarta memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat, kehidupan yang modern dan sangat padat aktivitas membuat masyarakatnya semakin kehilangan waktu untuk bersosialisasi dan beristirahat. Hampir semua masyarakat akan menghabiskan waktunya untuk bekerja dengan tujuan dapat mencukupi kebutuhan pribadi. Namun ketika setelah lelah bekerja, mereka tidak dapat menemukan tempat fasilitas yang mewadahi mereka untuk bersosialisasi, merelaksasikan diri dan menyegarkan tubuh serta pikiran. Akibatnya muncul potensi pemikiran yang hidup hanya untuk bekerja. Hal ini dapat memicu stress pada pekerja pabrik yang paling gampang terkena stress. Jika hal ini dibiarkan, ini akan berdampak terhadap kualitas SDM itu sendiri dan memperburuk kinerja mereka. Oleh sebab itu tujuan dari penelitian ini yaitu menciptakan sebuah wadah yang layak untuk pekerja dan masyarakat sehingga dapat berkumpul, bersosialisasi, merelaksasikan diri dan menyegarkan tubuh serta pikiran (Third Place). Sehingga dapat menurunkan tingkat stress, membangun komunitas  dan meningkatkan sosialisasi antar masyarakat sekitar dan dapat menyelesaikan isu yang ada. Ada pun metode yang digunakan yaitu dengan metode everyday urbanism yang melihat perubahan waktu dan kebiasaan masyarakat sekitar, sehingga dapat memberikan sebuah tempat untuk mendukung aktivitas masyarakat yang berada di lokasi tersebut. Adapun program yang dihasilkan untuk masuk ke dalam proyek ini seperti ruang komunal, ruang komunitas, kebugaran dan masih banyak lainnya.