Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Kinerja Induk Sapi Peranakan Ongole di Kecamatan Kragan Kabupaten Rembang Panjono Panjono; Atien Priyanti; Aryogi Aryogi; Ahmad Romadhoni Surya Putra; Bayu Andri Atmoko; Hamdani Maulana; Bryan Wisnu Prabowo
Jurnal Ilmiah Fillia Cendekia Vol 7 No 1 (2022): Jurnal Ilmiah Fillia Cendekia
Publisher : Universitas Islam Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/fillia.v7i1.2344

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja induk sapi Peranakan Ongole (PO) di Kecamatan Kragan Kabupaten Rembang. Penelitian dilakukan di Kecamatan Kragan selama dua bulan, yaitu November-Desember 2021.Data kinerja induk diperoleh melalui wawancara dengan 38 peternak sapi PO dan pengamatan langsung pada 84 ekor induk sapi PO. Data kinerja induk terdiri dari umur pertama estrus dan kawin, service per conception (S/C), lama bunting, umur pertama beranak, umur sapih, kawin setelah beranak, dan jarak beranak. Data dihitung rata-rata dan standar deviasinya, kemudiandibahas secara deskriptif kuantitatif. Pengaturan khusus untuk pengawinan sapi diterapkan oleh peternak sapi PO. Dalam penentuan birahi, peternak biasanya mengamati perubahan kondisi tubuh dan tingkah laku. Tanda birahi yang sering digunakan yaitu pada vulva terlihat memerah, mengeluarkan lendir, dan terasa hangat. Sapi terlihat mengibas-ngibaskan ekor serta mengendus-endus organ genital. Peternak akan mengawinkan sapinya apabila sudah menunjukkan tanda menaiki ternak lain. Rata-rata induk sapi PO pertama kali birahi pada umur 21,71±5,67 bulan dan langsung dikawinkan oleh peternak dengan S/C sebesar 2,29±1,25 kali untuk kawin alam dan 1,86±1,15 untuk inseminasi buatan. Lama bunting sapi sekitar 9,05±0,23 bulan dan beranak pertama pada umur 33,58 bulan. Anak sapi disapih pada umur 4,63±1,15 bulan, dan induk dikawinkan kembali 4,50±1,13 bulan setelah beranak dan jarak beranak induk selama 13,76±1,24 bulan. Secara umum, kinerja reproduksi induk sapi Peranakan Ongole di Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang sudah cukup baik berdasarkan jarak beranak sebesar 13,76 Bulan. Namun demikian, kinerja reproduksi tersebut masih bisa dan perlu ditingkatkan lagi seperti S/C, umur sapih, dan kawin setelah beranaknya.
Aplikasi Fly Trap Menggunakan Antraktan Berbahan Telur Ayam di Kandang Sapi Potong Anas Tasya Azahra; Panjono Panjono; Raden Wisnu Nurcahyo; Hamdani Maulana; Bayu Andri Atmoko; Amir Husaini Karim Amrullah; Adi Tiya Warman; Zaenab Nurul Jannah
Jurnal Ilmiah Peternakan Halu Oleo Vol. 6 No. 4 (2024): JIPHO (Jurnal Ilmiah Peternakan Halu Oleo)
Publisher : Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56625/jipho.v6i4.149

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas penerapan fly trap dengan menggunakan antraktan berbahan telur ayam di kandang sapi potong. Penelitian dilaksanakan di kandang sapi potong Pusat Pengembangan Ternak (PPT) Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Materi yang digunakan adalah alat fly trap atau perangkap lalat dan atraktan berupa telur ayam yang telah dikocok dan juga petrogenol. Atraktan dimasukkan ke dalam flay trap yang berbentuk tabung silinder. Perangkap berisi atraktan kemudian ditempatkan pada tiap-tiap petak kandang. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga tidak ditemukan adanya lalat yang terperangkap di fly trap. Data yang dikaji meliputi daya tahan atraktan, jenis lalat, dan jumlah lalat yang terperangkap. Data dianalisis menggunakan analisis variansi pola searah. Antraktan berbahan telur ayam dan petrogenol mampu bertahan hingga tujuh hari, dan mampu menangkap lalat Musca domestica, Chrysomya megacepala, Bactrocera dorsalis, dan total lalat masing masing sebanyak 32,40±18,52 dan 1,20±1,09 ekor, 6,00±4,95 dan 0,00±0,00 ekor, 0,00±0,00 dan 2,80±1,64 ekor, serta 38,40±22,74 dan 4,00±2,55 ekor. Jenis lalat Musca domestica yang terperangkap pada telur ayam lebih tinggi (p<0,01) daripada petrogenol serta lalat Chrysomya megacepala yang terperangkap pada telur ayam lebih tinggi (p<0,05) daripada petrogenol. Namun, jumlah lalat Bactrocera dorsalis yang terperangkap pada telur ayam lebih rendah (p<0,01) dari pada petrogenol. Secara total jumlah lalat yang terperangkap pada atraktan berbahan telur ayam lebih banyak (p<0,01) daripada petrogenol. Disimpulkan bahwa aplikasi fly trap dengan menggunakan antraktan berbahan telur ayam lebih efektif dalam menangkap lalat di kandang sapi potong dibandingkan dengan menggunakan petrogenol.