Elita Savira
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

FACTORS THAT CAUSE UNPAID IDDAH MONEY FOR EX-WIFE AFTER DIVORCE (Implementation Study of Article 41 (c) Act Number 1 Year 1974 in the Religion Court of Malang) Elita Savira
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (166.774 KB)

Abstract

ABSTRAKSIELITA SAVIRA, 0910110096, 2013, Faktor Penyebab Tidak Dibayarnya Uang Iddah Untuk Mantan Istri Setelah Perceraian (Studi Implementasi Pasal 41 (c) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 di Pengadilan Agama Malang), Artikel Ilmiah, Hukum Perdata,  Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, Dosen Pembimbing : Ulfa Azizah, SH., M.Kn. dan M. Hisyam Syafioedin, SH., 17 halaman.Abstrak penelitian ini memaparkan atau menggambarkan serta menjawab permasalahan implementasi pasal 41 (c) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 di Pengadilan Agama Malang mengenai pembayaran uang iddah untuk mantan istri setelah perceraian. Disebutkan pada Pasal 41 (c) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban kepada mantan istrinya, dalam cerai talak, mantan suami terhadap mantan istri, hakim diberikan kewenangan oleh undang-undang membebani suami untuk memberikan nafkah iddah dan mut’ah terhadap mantan istrinya. Tipe penelitian ini tergolong penelitian empirical legal  research dan dalam hal ini penelitian ini memilih dan menentukan lokasi di Pengadilan Agama Malang. Teknik pengumpulan data data yang diperoleh adalah melalui  wawancara dengan hakim, panitera muda hukum serta pasangan yang telah bercerai sebagai respondennya. Dalam upaya mendeskripsikan, mengidentifikasi, dan  menganalisi aturan dalam pasal tersebut, maka metode pendekatan yang dipakai adalah yuridis sosiologis, secara yuridis penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian terkait implementasi Pasal 41 (c) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 di PengadilanAgama Malang dan pendekatan sosiologis dilakukan dengan cara mengkaji kondisi faktual yang ada dalam masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada, dalam setahun terdapat 587 perkara cerai talak dan dari sekian banyak kasus, faktor penyebab mantan suami tidak membayar uang iddah kepada mantan istrinya setelah terjadi perceraian, yaitu tidak mempunyai uang sama sekali, tidak mempunyai pekerjaan, enggan atau tidak ingin membayar, dan alasan lain-lain seperti sakit atau sedang tidak berada di Kota Malang. Beberapa upaya yang ditempuh oleh mantan istri adalah rekonvensi yang merupakan tuntutan untukdipenuhinya nafkah iddah baginya. Upaya ini menghasilkan suatu kesadaran bagi mantan suami untuk melakukan kewajibannya sebelum putusan dibacakan. Upayalain yaitu ketika sidang ikrar talak, dapat dilakukan sebuah musyawarah, yakniapabila mantan suami masih belum mampu melunasi seluruh kewajibannya, maka hakim memberi waktu kepada mantan suami dalam tempo tidak lebih dari enam bulan. Permohonan istri atas nafkah, biaya pemeliharaan anak, dan harta perkawinan dapat juga terjadi selama proses pemeriksaan berlangsung, pengadilan agama dapat menentukan jumlahnya yang disesuaikan dengan kemampuan suami dan tidak memberatkannya. Sedangkan, upaya terakhir yang dapat dilakukan setelah adanya putusan yaitu pengajuan perkara baru dan pengajuan eksekusi yang nantinya secara paksa akan membuat mantan suami menunaikan kewajibannya. Namun di Pengadilan Agama Malang, kedua upaya sebelum sidang ikrar talak sudah membuahkan hasil dan sangat jarang terjadi perceraian yang memasuki tahap eksekusi.Kata Kunci : Uang Iddah, Implementasi, Pengadilan Agama
PENETAPAN PERWALIAN ANAK YANG DIMINTA PPAT SEBAGAI SYARAT PEMBUATAN AKTA JUAL BELI HAK ATAS TANAH Elita Savira
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2017
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract In this journal the author discusses the determination of child custody issues that prompted PPAT as a condition of making a deed of sale of land rights into its jurisdiction. The purpose of this journal is to identify, describe and analyze the reason why PPAT ask Determination of Child Trust Of Religious Court which was used as the Terms Making a deed of sale rights differences of land and is in addition to the ITU identifies the fundamental basis of considerations judges Subscribe Determination of Child Trust as Terms Making the deed of sale rights soil differences. When one parent of a child dies, according to Article 47 of the Marriage Act, the guardianship of minors falls on parents who are still alive for the child is not yet 18 years old and unmarried parents represent the child both within and out of court (guardianship statutory). In fact, for one reason or another PPAT still asks his client to plead Determination of Trustees of the Religious Court to hand over land rights. Throughout 2015, the number of the establishment of a trust settled by the Religious Court of Malang totaling 24 cases. This research is an empirical law by using sociojuridical approach. Therefore, this study uses the type of primary legal materials, secondary, obtained from the study of literature. The analysis technique used in this research is descriptive analysis techniques. The results of the study are PPAT requires the establishment of a trust because it is used to prove (evidence), authentically their guardianship legitimate guaranteed by the institution in this case the Religious Court that minors are represented by their guardians to make buying and selling is correct and has the buying and selling and for the sake of the future on certain days, certain parties in it and is a condition for the manufacture of a deed of sale of land rights will be registered also to the local land Office in order to complete the transaction. Basic consideration of the judge deciding the case guardianship is the court may not refuse cases that go to him, although it has been clearly stated in the Act that the guardian for a child whose parents died one and he has the benefit of taking care of making the deed of sale of land rights is his biological parents who lived the longest. Key words: child custody determination, the manufacture of the deed of sale, land rights Abstrak Dalam penulisan jurnal ini penulis membahas mengenai masalah penetapan perwalian anak yang diminta PPAT sebagai syarat pembuatan akta jual beli hak atas tanah yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama. Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah mengidentifikasi, mendeskripsikan dan menganalisis alasan PPAT meminta penetapan perwalian anak dari Pengadilan Agama yang digunakan sebagai syarat pembuatan akta jual beli hak atas tanah dan selain itu mengidentifikasi dasar pertimbangan hakim terkait penetapan perwalian anak sebagai syarat pembuatan akta jual beli hak atas tanah. Ketika salah satu orang tua dari seorang anak meninggal dunia, menurut pasal 47 Undang-Undang Perkawinan, perwalian anak di bawah umur jatuh pada orang tuanya yang masih hidup selama anak tersebut belum berusia 18 tahun dan belum menikah dan orang tuanya mewakili si anak baik di dalam dan di luar Pengadilan (perwalian berdasar undangundang). Pada kenyataannya untuk satu dan lain hal PPAT masih meminta kliennya untuk memohon Penetapan Perwalian dari Pengadilan Agama untuk melakukan peralihan hak atas tanah. Sepanjang tahun 2015, banyaknya penetapan perwalian yang diputus oleh Pengadilan Agama Malang berjumlah 24 perkara. Tulisan ini merupakan tulisan hukum empiris dengan menggunakan pendekatan yuridis-sosiologis. Karena itu tulisan ini menggunakan jenis bahan hukum primer, sekunder, yang diperoleh dari proses studi kepustakaan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Hasil tulisan adalah PPAT mensyaratkan penetapan perwalian karena digunakan untuk membuktikan (alat bukti), secara otentik adanya perwalian yang sah yang dijamin oleh institusi dalam hal ini Pengadilan Agama bahwa anak di bawah umur yang diwakili walinya untuk melakukan jual beli adalah benar dan telah terjadinya jual beli dan untuk kepentingan ke depan pada hari tertentu, pihak-pihak tertentu yang ada di dalamnya dan merupakan syarat bagi pembuatan akta jual beli hak atas tanah yang nantinya akan didaftarkan pula ke Kantor Pertanahan setempat guna kelengkapan transaksi. Dasar pertimbangan hakim memutus perkara perwalian adalah Pengadilan tidak boleh menolak perkara yang masuk kepadanya meskipun telah jelas disebutkan di Undang-Undang bahwa wali bagi seorang anak yang orang tuanya meninggal salah satu dan dia memiliki kepentingan mengurus pembuatan akta jual beli hak atas tanah adalah orang tua kandungnya yang hidup terlama. Kata kunci: penetapan perwalian anak, pembuatan akta jual beli, hak atas tanah