I Ketut Wiargitha
Department Of Surgery, Medical Faculty Udayana University – Sanglah General Hospital

Published : 18 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

Penanganan pseudokista pankreas karena trauma Margareth, Sessy Arie; Wiargitha, I Ketut; Sudiasa, I Ketut
Medicina Vol 47 No 1 (2016): Januari 2016
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (669.995 KB)

Abstract

Kista pankreas karena trauma adalah kasus yang jarang terjadi dengan angka kejadian 5% pada kasus trauma. Gejala kista pankreas muncul tiga minggu pasca-trauma sehingga sering terjadi keterlambatan penanganan. Lebih dari 75% kista pankreas merupakan kista semu (pseudokista), dindingnya tidak dibatasi oleh epitel, melainkan jaringan ikat. Diagnosis kista pankreas ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan kadar amilase, ultrasonografi (USG) abdomen, dan computed tomography (CT) scan abdomen. Penanganan konservatif dilakukan bila kista dapat beresolusi sendiri. Operasi eksisi atau drainase interna dilakukan pada kista yang kecil. Kista yang besar ditatalaksana dengan sistogastrostomi, sistojejunostomi, atau sistoduodenostomi. Drainase eksternal dilakukan bila kista ruptur atau terinfeksi. Anak lelaki usia 9 tahun datang dengan keluhan utama nyeri perut kiri atas yang menjalar ke punggung dan menetap. Hal ini terjadi setelah penderita mengalami trauma pada perut. Pada pemeriksaan fisis didapatkan perut distensi, teraba masa lunak, dan mobile pada epigastrium. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan kadar amilase serum. Pemeriksaan USG dan CT scan menunjukkan gambaran kista pankreas. Pada saat operasi didapatkan kista pankreas di daerah kauda pankreas dan dilakukan sistojejunostomi. Lima hari pasca-operasi penderita pulang tanpa komplikasi. Evaluasi 6 bulan pasca-operasi, penderita tampak membaik dengan kadar amilase normal. Pancreatic cyst is a rare case. The incidence rate is 5% on trauma case. The symptom persist three weeks after trauma, causing delayed management. More than 75% pancreatic cysts are pseudocysts, where the wall is not confined by epithelial cells but by connective tissue. Diagnosis can be established by history taking, amylase examination, abdominal ultrasonography, and computed tomography scan of abdomen. The management is conservative if the cyst resolutioned by itself. Cystic excision or internal drainage was done if the cyst is small. Big cysts usually treated with cystogastrostomy, cystojejunostomy, or cystoduodenostomy. External drainage was done if the cyst ruptured or infected. A 9-year-old male with chief complaint pain on the upper left abdominal area that spread to the back and persistent, occurred three weeks after abdominal trauma. On abdominal physical examination, there was abdominal distension and palpable mobile mass on epigastrium. Laboratory examination showed increased of serum amylase. Abdominal USG and CT scan showed pseudocyst pancreas. During surgery, pancreatic cysts on caudal of the pancreas was found, and cystojejunostomy was done. There was no complication five days after the operation. Six months follow up after the surgery, patient is getting better with normal serum amylase.
Late Diagnosis of Traumatic Diaphragmatic Rupture: Experience in Developing Country Sutanto Koerniawan, Heru; Kuning Atmadjaya, Nengah; Wiargitha, Ketut
Cermin Dunia Kedokteran Vol 47, No 12 (2020): Dermatologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (161.76 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v47i12.1244

Abstract

Diaphragm is a dome-shaped muscular structure that can be divided into right and left hemi-diaphragm. Rupture of diaphragm can be caused by penetrating trauma or blunt trauma to chest and abdomen. A 32 year-old man with sustained traumatic rupture of diaphragm due to blunt abdominal trauma because of traffic accident. Diaphragm repair was performed at the 6th day.Diafragma adalah struktur otot berbentuk kubah yang dapat dibagi menjadi hemi-diafragma kanan dan kiri. Pecahnya diafragma dapat disebabkan oleh trauma tembus atau trauma tumpul pada dada dan perut. Seorang pria 32 tahun dengan trauma pecah diafragma karena trauma tumpul pada perut karena kecelakaan lalu lintas. Perbaikan diafragma dilakukan pada hari ke-6.
LOW-MOLECULAR WEIGHT HEPARIN (LMWH) AS A PROPHYLAXISOF DEEP VEIN THROMBOSIS (DVT) IN TRAUMATIC PATIENTS Dian Megasafitri; Wiargitha **; Sri Maliawan
E-Jurnal Medika Udayana vol 2 no 8 (2013):e-jurnal medika udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (325.116 KB)

Abstract

Deep Vein Thrombosis (DVT) is the formation of a blood clot (thrombus) in a vein in which to channel blood back to the heart. Traumatic injury is one of the important risk factors for DVT formation. Thrombus formation involves three important factors include the blood flow, blood components, and blood vessels, known as Virchow's Triad. Classical findings of pain in the calf of foot at dorsiflexion position (Homans sign) is a sign of a specific but not sensitive and occurs in half of patients with DVT. A thorough history and physical examination is very important in the approach to patients with suspicion of having DVT. Radiological examination is an important examination in diagnosing DVT. Although there are many choices modality, the level 1 clinical evidence now supports the use of pharmacologic therapy with anticoagulants Low-Molecular Weight Heparin (LMWH) for primary DVT prophylaxis agent. Different types of LMWH have different indications approved by the Food and Drug Administration (FDA) as DVT prophylaxis based on the varieties of clinical evidence. Enoxaparin is the most widely indicated as a prophylaxis and treatment for DVT. Tinzaparin is indicated as a therapy, but not as a DVT prophylaxis in some groups of patients. Dalteparin is indicated as a prophylaxis, but not as a DVT therapy.
Validitas Rasio Neutrofil Limfosit pada Apendisitis Komplikata di RSUP Sanglah Denpasar Dewi Prima Christian; I Gede Suwedagatha; Nyoman Golden; I Ketut Wiargitha
JBN (Jurnal Bedah Nasional) Vol 1 No 1 (2017): JBN (Jurnal Bedah Nasional)
Publisher : Program Studi Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (630.778 KB) | DOI: 10.24843/JBN.2017.v01.i01.p01

Abstract

Tujuan: untuk mengetahui validitas rasio neutrofil limfosit (RNL) pada apendisitis komplikata. Metode: penelitian dilakukan secara observasional analitik dengan menggunakan desain studi kohort dengan mengambil sampel penderita apendisitis akut yang menjalani apendisektomi di RSUP Sanglah Denpasar, periode Oktober-Desember 2015. Data dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu RNL dengan cut of point >5 dan RNL dengan cut of point ?5 dan kemudian disesuaikan dengan temuan pemeriksaan histopatologi anatomi sebagai standar baku emas, komplikata dan non-komplikata. Data tersebut kemudian dianalisis dengan analisis statistik deskriptif, analisis kurva ROC, dan uji diagnostik. Hasil: pada penelitian ini diperoleh 62 sampel, dengan median umur 23 tahun, 32 orang penderita laki-laki, 30 orang penderita perempuan, 28 apendisitis non-komplikata, dan 34 apendisitis komplikata. Dari area under curve ROC 0,6229 dengan 95% CI didapatkan cut of point RNL >5 pada apendisitis komplikata, RNL ?5 pada apendisitis non-komplikata. Uji diagnostik didapatkan nilai sensitivitas 85,3%, spesifisitas 39,3%, dan tingkat akurasi 64,5%. Simpulan: RNL merupakan tolak ukur sederhana yang lebih baik untuk meramalkan apendisitis akut dibandingkan dengan penilaian Alvarado Score dan USG abdomen serta valid untuk membedakan apendisitis komplikata dan non-komplikata melalui cut of point RNL.
Perbandingan Pemakaian Satu Drain dengan Dua Drain Aktif Terhadap Volume Seroma dan Lama Pemakaian Drain Paska Modified Radical Mastectomy di RSUP Sanglah Denpasar Jasmine Stephanie Christian; Putu Anda Tusta Adiputra; I Ketut Wiargitha
JBN (Jurnal Bedah Nasional) Vol 5 No 2 (2021): JBN (Jurnal Bedah Nasional)
Publisher : Program Studi Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JBN.2021.v05.i02.p03

Abstract

Latar Belakang: Modified Radical Mastectomy (MRM) adalah salah satu pilihan terapi untuk kanker payudara. Komplikasi paska operasi meliputi hematoma, seroma, infeksi luka operasi, dan lainnya. Tujuan pemasangan drain segera setelah MRM adalah untuk mengalirkan seroma itu sendiri. Protokol penempatan drain dan lama pemakaian saat ini masih kontroversial. Hal ini menjadi dasar penelitian ini untuk melakukan perbandingan pemakaian 1 drain dan 2 drain aktif terhadap volume seroma dan lamanya pemakaiannya, dengan harapan 1 dan 2 drain memiliki fungsi yang sama paska MRM. Metode: Jumlah sampel penelitian 50 eligible subjek dibagi menjadi 2 kelompok (25:25) yaitu kelompok 1 drain dan kelompok 2 drain, dimana subjek merupakan penderita kanker payudara stadium III yang mendapatkan modalitas terapi MRM. Penelitian ini menggunakan rancangan prospective comparative study, yaitu berawal dari 2 kelompok yang diikuti dari awal tindakan sampai drain dilepas atau total volume seroma kurang atau sama dengan 50 cc / 24 jam pada masing masing kelompok. Hasil: Dari 50 responden pada kedua kelompok didapatkan hasil perbedaan rerata volume seroma antara kedua kelompok 88,34 ml dengan nilai P 0,261 (p>0,05). Hasil ini menandakan tidak terdapat perbedaan secara statistik pada kedua kelompok. Begitu juga halnya dengan rerata lama pemakaian dengan 0,48 hari dengan nilai p = 0,404 yang menandakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada lama pemakaian dengan 1 dan 2 drain. Kesimpulan: Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pemakaian 1 atau 2 drain sama-sama berfungsi efektif sebagai drainase. Sehingga saran dari peneliti pemakaian 1 drain sebenarnya cukup untuk digunakan sebagai drainase paska MRM.
Modifikasi Pembelajaran PPDS-1 Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dalam Masa Pandemi COVID-19 I Ketut Wiargitha
JBN (Jurnal Bedah Nasional) Vol 4 No 1 (2020): Special Issue COVID-19 - JBN (Jurnal Bedah Nasional)
Publisher : Program Studi Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (177.682 KB) | DOI: 10.24843/JBN.2020.v04.is01.p02

Abstract

Berdasarkan beberapa instruksi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa seluruh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) terutama bagian Ilmu Bedah dapat menyesuaikan dan mengikuti seluruh aturan yang berlaku, yaitu menjalankan pola hidup sehat dan mengutamakan kebersihan diri sendiri, menggunakan APD lengkap dalam memberikan pelayanan kesehatan, mengubah pembelajaran melalui tatap muka menjadi pembelajaran dari rumah (online), menjalankan pola hidup sehat dan mengutamakan kebersihan, serta mengurangi penugasan residen untuk stase luar hingga kondisi dan situasi dinyatakan aman untuk dilakukan kegiatan pembelajaran seperti semula.
Validitas New Injury Severity Score (NISS) dalam Mendeteksi Terjadinya Koagulopati pada Pasien Multiple Trauma I Komang Yose Antara; I Ketut Wiargitha; Tjokorda G. B. Mahadewa
JBN (Jurnal Bedah Nasional) Vol 1 No 1 (2017): JBN (Jurnal Bedah Nasional)
Publisher : Program Studi Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.75 KB) | DOI: 10.24843/JBN.2017.v01.i01.p03

Abstract

Tujuan: untuk mencari validitas new injury severity score (NISS) dalam mendeteksi koagulopati akut pada pasien multiple trauma. Metode: penelitian ini adalah uji diagnostik dengan rancangan cross sectional, dilakukan untuk mencari validitas NISS dalam mendeteksi terjadinya koagulopati akut pada 61 pasien multiple trauma dengan ISS >16. Penelitian dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar sejak bulan Januari 2014 hingga November 2015. Data dianalisis dengan menggunakan kurva ROC dan uji diagnostik tabel 2x2 sehingga didapatkan area under curve, cut off point, sensitifitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, rasio kemungkinan positif, dan rasio kemungkinan negatif. Hasil: didapatkan cut off point NISS 41 dengan AUC 0,8851 (>0,7). Sensitifitas dan spesifisitas NISS cukup baik dalam mendeteksi terjadinya koagulopati akut pada pasien multiple trauma yaitu sebesar 79,2% dan 91,8% (CI 95%: 0,78-0,98). Hasil nilai prediksi positif 86,4%, nilai prediksi negatif 87,2%, rasio kemungkinan positif 9,76 dan rasio kemungkinan negatif 0,227 mendukung bahwa nilai diagnostik NISS cukup baik. Simpulan: validitas NISS cukup baik dalam mendeteksi terjadinya koagulopati akut pada pasien multiple trauma.
Patterns of Fracture Site and Management of Maxillofacial Trauma Cases in The Department of Trauma and Acute Care Surgery in Sanglah General Hospital I Ketut Wiargitha; AAGA Anom Arie Wiradana
JBN (Jurnal Bedah Nasional) Vol 3 No 2 (2019): JBN (Jurnal Bedah Nasional)
Publisher : Program Studi Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (191.628 KB) | DOI: 10.24843/JBN.2019.v03.i02.p05

Abstract

Aim: To know the patterns of fracture site and management of maxillofacial cases in the Department of Trauma and Acute Care Surgery in Sanglah General Hospital Denpasar Bali. Methods: this is a retrospective study, based on medical record were concluded, samples taken in Sanglah General Hospital from January 2012 to December 2018. All of maxillofacial trauma medical records were taken. The data of age, gender, patterns of fractures site and management were taken and described. Results: There were total of 257 cases of maxillofacial trauma managed in the Department of Trauma and Acute Care Surgery in Sanglah General Hospital. Two-hundred and forty-one medical records of maxillofacial trauma were included in this study. About 16 medical records were excluded due to incomplete medical records and could not be contacted. Mostly cases found in male, aged 18-40 years old. The site of fractures majorly located in the mandible (60.12%). About 48% fractures were identified at symphysis or parasymphysis of mandible, followed by the body and angular of mandible. Open reduction and internal fixation (ORIF) were the gold standard of the treatment (83,73%) followed by Archbarr (16,27%). Conclusion: The most common site of maxillofacial fracture was mandible, specifically at symphysis or parasymphysis part. ORIF miniplate, together with Archbarr and interdental wiring fixation were the most common modality of management.
Late Diagnosis of Traumatic Diaphragmatic Rupture: Experience in Developing Country Heru Sutanto Koerniawan; Nengah Kuning Atmadjaya; Ketut Wiargitha
Cermin Dunia Kedokteran Vol 47, No 12 (2020): Dermatologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v47i12.1244

Abstract

Diaphragm is a dome-shaped muscular structure that can be divided into right and left hemi-diaphragm. Rupture of diaphragm can be caused by penetrating trauma or blunt trauma to chest and abdomen. A 32 year-old man with sustained traumatic rupture of diaphragm due to blunt abdominal trauma because of traffic accident. Diaphragm repair was performed at the 6th day.Diafragma adalah struktur otot berbentuk kubah yang dapat dibagi menjadi hemi-diafragma kanan dan kiri. Pecahnya diafragma dapat disebabkan oleh trauma tembus atau trauma tumpul pada dada dan perut. Seorang pria 32 tahun dengan trauma pecah diafragma karena trauma tumpul pada perut karena kecelakaan lalu lintas. Perbaikan diafragma dilakukan pada hari ke-6.
Clinical predictors of intra-abdominal lesions in blunt abdominal trauma patients with the conservative treatment I Gede Parwata; Ketut Wiargitha; Nyoman Golden; Desy Permatasari
Neurologico Spinale Medico Chirurgico Vol 2 No 1 (2019)
Publisher : Indoscholar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.292 KB)

Abstract

Background: Blunt abdominal trauma has a high rate of morbidity and mortality. Assessment of specific clinical symptoms such as abdominal traces, abdominal pain, gross hematuria, pelvic fracture, systolic blood pressure and pulse rate in blunt abdominal trauma patients can predict the presence of intra-abdominal injury, so the use of CT Scan in diagnostics may be selective. The purpose of this study was to determine the predictors of intra-abdominal lesions in patients with blunt abdominal trauma who were treated conservatively. Material and Method: This study used a cross-sectional design. Samples were taken from the medical records, from January 2015 to December 2016. The total sample was 124 patients, were analyzed using Chi-square and logistic regression. This study has passed ethical clearance from the institutional review board of our University Result: The results showed the mean age of patients was 33 years, the majority of patients were male (74.2%), and a negative CT scan was 39.5%. The clinical predictors of intra-abdominal lesions in CT scan of blunt abdominal trauma patients were: abdominal traces (OR: 11.252; 95% CI: 3.257-38.867; p <0.001), abdominal pain with VAS≥5 (OR : 92.968; 95% CI: 14.604-591,837; p <0.001); and gross hematuria (OR: 9.377; 95% CI: 1.539-57.115; p = 0.015). Pelvic fracture, systolic blood pressure, and pulse rate were not statistically proven. Conclusion: Abdominal traces, abdominal pain, and gross hematuria are clinical predictors of intra-abdominal lesions. Predictors should be taken into consideration in decision making to perform an abdominal CT scan in blunt abdominal trauma patients treated conservatively.