Noor C.D. Aryanto
Marine Geological Institute of Indonesia, Jl. DR. Junjunan No. 236, Telp. 022 603 2020, 603 2201, Faksimile 022 601 7887, Bandung

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

SEAFLOOR SEDIMENT CHARACTERISTICS AND HEAVY MINERAL OCCURENCES AT BETUMPAK CAPE AND ADJACENT AREA, BANGKA STRAIT, BANGKA BELITUNG PROVINCE Rohendi Rohendi; Noor C.D. Aryanto
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 27, No 1 (2012)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4002.962 KB) | DOI: 10.32693/bomg.27.1.2012.41

Abstract

Thirty seafloor of sediment samples have been taken by using gravity corer and grab sampler at Betumpak Cape, and adjacent area of Bangka Belitung. The result of grain size analyses show that there are four sediment units: gravelly sand, gravelly muddy sand, silt and silty sand. Identification of Scanning Electron Microscope (SEM) image on several samples shows the presence of clay mineral such as smectite, alunite, chlorite etc., may resulted from plagioclase weathering of granite. Based on heavy mineral analyses, its highest content is found at MTK-27 (northwest of Betumpak Cape). High content of apatite (0.94% wt and 1.07% wt) is found on coarse sand fractions (115-170 mesh) at MTK-29 (northeast Ular Cape) and MTK-30 (north of Ular Cape). Generally, the heavy mineral accumulation is occurred on medium sand fraction (60-80 mesh) as magnetite (7.86% wt), ilmenite (4.9% wt) and zircon (1.32% wt). Based on these data, it shows that heavy mineral is accumulated on medium to coarse sand. Keywords: sea floor sediment, grain size analysis, heavy minerals, and Betumpak Cape, Bangka strait. Sebanyak 30 sampel sedimen dasar laut telah diambil dengan menggunakan pemercontoh jatuh bebas dan comot di Perairan Tanjung Betumpak dan sekitarnya, Bangka Belitung. Hasil analisis besar butir menunjukkan adanya 4 satuan sedimen, yaitu pasir kerikilan, pasir lumpuran sedikit kerikilan, lanau dan pasir lanauan. Hasil identifikasi citra Scanning Electron Microscope (SEM) terhadap beberapa sampel, memperlihatkan kehadiran mineral lempung seperti smektit, alunit, klorit dll., kemungkinan sebagai hasil pelapukan plagioklas dari granit. Berdasarkan analisis mineral berat kandungan tertinggi terdapat di lokasi MTK-27 (baratlaut Tanjung Betumpak). Akumulasi mineral berat umumnya terdapat pada fraksi pasir ukuran sedang (60-80 mesh) berupa magnetit, ilmenit dan zirkon masing-masing dengan kandungan 7,86 % berat. 4,9% berat dan 1,32% berat. Pada fraksi pasir kasar (115-170 mesh) dijumpai kandungan apatit tertinggi di MTK-29 (timurlaut Tanjung Ular) dan MTK-30 (utara Tg. Ular) sebesar 0,94% berat dan 1,07% berat. Dari data tersebut terlihat, bahwa secara umum mineral berat terakumulasi pada pasir sedang hingga pasir kasar. Kata kunci: Sedimen permukaan dasar laut, analisis besar butir, mineral berat, dan Tanjung Betumpak, Selat Bangka.
COASTAL CHARACTERISTICS OF SOUTH SINGKEP AREA, RIAU ISLANDS PROVINCE Noor C.D. Aryanto; Setyanto C.D. Pranoto
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 29, No 1 (2014)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3820.131 KB) | DOI: 10.32693/bomg.29.1.2014.64

Abstract

Observations of coastal characteristics, such as coastal constituent lithology, oceanographic processes and the influence of human activities along the coastal area, are the factors that affect the coastal typology. The typology of coastal area can be divided into 3 types namely: (1) Sandy beaches, dominated by medium size quartz sand, gravelly sand and silt of alluvium deposits ; (2) Rocky beaches that belong to the Tanjung Buku Granite lithologic units and Persing metamorphic complex, its beach slope between 5° and 15°, and a fault structure encountered. The steep beach slopes (45°-50°) trends to offshore with the maximum depth of 28 meters below the sea level at the distance of 3.5 km from the its shore line. At the depth of 20 m, there are a foot slope of 1.5 km width interpreted as the fault plane; (3) Muddy beaches is characterized by mangroves, gentle beach slopes until flats. Those sandy and muddy beaches are alluvial deposits of Quarternary sediments. Keywords: Coastal characteristics, relief, oceanographic processes and South Singkep Pengamatan karakteristik pantai, seperti litologi penyusun tubuh pantai, proses-proses oseanografi serta pengaruh aktivitas manusia di sepanjang pantai merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi tipologi pantai. Tipe pantai di daerah penelitian, dapat dibagi menjadi 3 jenis pantai, yaitu: (1) Pantai berpasir, disusun oleh dominasi pasir kuarsa, berukuran menengah, pasir kerikilan dan lanau dari alluvium, serta kemiringan pantai rendah; (2) Pantai berbatu merupakan bagian dari satuan batuan Granit Tanjung Buku dan Kompleks metamorfik Persing, kemiringan pantai antara 5° hingga 15° serta dijumpai sesar. Kearah laut kemiringan lerengnya makin besar (45°-50°) dengan bagian terdalam mencapai 28 meter pada jarak 3,5 km dari garis pantai. Pada kedalaman laut 20 m, terdapat kaki lereng ( foot of slope) dengan lebar 1,5 km yang diperkirakan sebagai bidang sesar; (3) Pantai berlumpur yang dicirikan oleh tanaman bakau memiliki kemiringan pantai yang relatif datar.Pantai berpasir dan pantai berlumpur merupakan endapan aluvium yang berumur Kuarter. Kata kunci: Karakteristik pantai, relief, proses oseanografi dan Singkep Selatan
THE PETROLOGY CHARACTERISTIC OF GRANITOID ROCK BASED ON GEOCHEMICAL ANALYSIS OF BAJAU CAPE COAST AND ITS SURROUNDING, WEST KALIMANTAN Noor C.D. Aryanto; E. Suparka
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 28, No 1 (2013)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (938.017 KB) | DOI: 10.32693/bomg.28.1.2013.51

Abstract

The aim of this study is to identify of petrology characteristic based on geochemical analysis in order to know the granitoid rock type. Administratively, the study area is in the City and District of Singkawang, West Kalimantan Province, at coordinate 108°48'30” - 109°1'30” E and 0°40'30” - 0°54'30” N and, situated ± 145 km to the north of Pontianak City. The outcrop of granitoid along Bajau Cape coast and its surrounding, had been analyzed petrographically and geochemically using AAS method. Based on analysis of five samples show that the ratio mole of Al2O3/(CaO+Na2O +K2O) > 1 ranged between 1.12 and 1.7, while the rest of three samples are moderately aluminous, with a ratio value between 0.5 and 1.0. The ratio between K2O and (K2O+Na2O+CaO) ranges 0.07 to 0.55 (moderate) that forms alkali feldspar normative ranges from 3.8 to 15.89 wt%. This ratio shows that granite alkali feldspar is classified to be calc-alkaline series. Petrographically, this rock is porfiritic texture, hollocrystalline, granular hypodiomorphic and biotite present as phenocryst, yellowish brown, euhedral, thin and platy. The content of oxides element (Na2O and MgO) tend to decrease, whereas of other oxides elements, namely Al2O3, TiO2, K2O, FeO and CaO increased, parallel with the raising of SiO2. Therefore, the Singkawang Granitoid can be grouped as alkali feldspar granite, syeno-granite and quartz monzonite. Keywords: petrography, geochemstry, major elements, calc-alcaline affinity, granitoid type and Bajau Coast, West Kalimantan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik petrologi, berdasarkan analisa geokimia sehingga jenis batuan granitoidnya dikenali. Secara administratif, daerah penelitian termasuk ke dalam Kota dan Kabupaten Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat, pada koordinat 108°48'30” - 109°1'30” BT and 0°40'30” - 0°54'30” LU dan terletak ± 145 km, arah utara dari Kota Pontianak. Singkapan batuan granitoid sepanjang pantai Tanjung Bajau dan sekitarnya telah dianalisis secara petrografi dan geokimia dengan menggunakan AAS. Berdasarkan 5 contoh yang dianalisa menunjukan perbandingan mol Al2O3/(CaO+Na2O +K2O) > 1, yakni berkisar antara 1,12-1,7, sedangkan 3 contoh sisanya bersifat peraluminus sedang, dengan nilai ratio antara 0.5-1.0. Perbandingan antara K2O dan (K2O+Na2O+CaO) berkisar antara 0,07-0,55 (sedang) yang membentuk alkali normatif feldspar berkisar 3,84 – 15,89% (berat). Perbandingan tersebut menunjukan batuan Granit alkali feldspar yang tergolong dalam seri batuan kalk-alkali. Secara petrografi, batuan tersebut menunjukkan tekstur porfiritik, holokristalin, hipidiomorfik granular dengan biotit hadir sebagai fenokris, coklat kekuningan, euhedral, pipih dan sedikit berlembar. Kandungan unsur oksida (Na2O dan MgO) cenderung mengalami penurunan, sedangkan unsur oksida lainnya, yaitu Al2O3, TiO2, K2O, FeO dan CaO mengalami kenaikan sejalan dengan makin bertambahnya SiO2. Maka dengan demikian Granitoid Singkawang dapat dikelompokan menjadi granit alkali feldspar, syenit-granit dan kuarsa-monsonit. Kata kunci: Petrografi, geokimia, senyawa utama, afinitas kalk-alkalin, batuan granitoid dan Pantai Bajau, Kalimantan Barat.
THE CORRELATION BETWEEN BENTHIC FORAMINIFERA AND SEDIMENT TYPES OF SOUTH MAKASSAR STRAIT Sheilla Zallesa; Kresna Tri Dewi; Noor C.D. Aryanto
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 29, No 2 (2014)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1504.344 KB) | DOI: 10.32693/bomg.29.2.2014.65

Abstract

South Makassar Strait is located between Kalimantan and Sulawesi Islands that is an important oceanographic pathway connecting between the Pacific and Indian oceans. This area is a part of sedimentary basin that has specific seabed morphology and sediment characteristics, including foraminifera as a component of sediments. The purpose of this study is to determine community structure of benthic foraminifera related to sediment characteristics. This study used 20 top core sediment samples from water depth between 200 and 1500 m. There are identified 38 species of benthic foraminifera and some of them are characterized the study area: Anomalinoides colligerus, Lenticulina suborbicularis, Planulina wuellerstorfi, , and Pseudonodosaria discrete. The diversity index is categorized as moderate values (1.0=H'= 3) and the average of evenness values is about 0.79. The dominance values are less than 0.5 indicate that there is no dominant species in the study area. In relation to sediment characteristics, it shows that the high abundance of benthic foraminifera occurs in sediment type of silty sand and sandy silt. Moderate abundance appears in sand following by low abundance in silt and sandy silt sediment types. Keywords: benthic foraminifera, community structure, sediment types and Makassar Strait Makassar bagian selatan terletak diantara Pulau Kalimantan dan Sulawesi yang merupakan jalur oseanografik yang penting menghubungkan Samudera Pasifik dan. Wilayah ini merupakan bagian dari cekungan sedimen yang mempunyai morfologi dasar laut dan karakteristik sedimen tertentu termasuk foraminifera sebagai komponen sedimen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas foraminifera bentik dalam kaitannya dengan tipe sedimen dasar laut. Penelitian ini menggunakan 20 sampel sedimen bagian atas dari pemercontoh inti pada kedalaman antara 200 dan 1500 m. Ada 38 spesies foraminifera bentik dan beberapa diantaranya mencirikan daerah penelitian: Anomalinoides colligerus, Lenticulina suborbicularis, Planulina wuellerstorfi, dan Pseudonodosaria discrete. Indeks keanekaragaman termasuk dalam kategori sedang (1,0=H’=3) dan nilai rata-rata keseragaman sekitar 0,79. Nilai dominasi lebih kecil dari 0,5 itu menandakan tidak ada spesies yang dominan pada lokasi penelitian. Terkait dengan karakteristik sedimen menunjukkan bahwa kelimpahan foraminifera bentik tinggi terdapat pada jenis sedimen pasir lanauan dan lanau pasiran. Kelimpahan sedang ditemukan pada jenis sedimen pasir diikuti kelimpahan rendah yang dijumpai pada sedimen lanau dan lanau pasiran. Kata kunci: foraminifera bentik, struktur komunitas, jenis sedimen, Selat Makassar.
LAND-SEA INTERACTIONS IN COASTAL WATERS OFF NE KALIMANTAN: EVIDENCE FROM MICROFAUNAL COMMUNITIES Kresna Tri Dewi; Noor C.D. Aryanto; Yogi Noviadi
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 22, No 1 (2007)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2687.123 KB) | DOI: 10.32693/bomg.22.1.2007.1

Abstract

Microfauna (ostracoda and foraminifera) as component of sediments has been used to detect the dynamics of sea floor condition in NE Kalimantan, particularly off Nunukan and Sebatik Islands. In general, the microfaunal components tend to increase (both number of species and specimens) from near shore to the open sea. The microfauna occur rarely at locations surrounding the islands due to high content of plant remains from the land. The marine origin of microfaunas occurs very abundantly in the inner part of the study area between Tinabasan and Nunukan Islands. This finding is interested due to their occurrence as unusual forms: brownish shells, broken and articulated ostracod carapaces. Additional interested findings are: the incidence of abraded test of Elphidium, the occurrence of dominant species of both ostracoda and foraminifera at some stations; various morphological forms of foraminiferal genus, Asterorotalia that reaches about 1% and distributed in the open sea. The various unusual forms may relate to the dynamics of local environmental changes such as postdepositional accumulation in the sediment, biological activities, and drift currents from open sea to landward. Keywords: Ostracoda, Foraminifera, North East Kalimantan, land-sea interaction Mikrofauna (ostracoda dan foraminifera), sebagai komponen sedimen dapat digunakan untuk mendeteksi dinamika kondisi dasar laut di Kalimantan Timur, tepatnya di sekitar Pulau Nunukan dan Sebatik. Secara umum, komponen mikrofauna cenderung bertambah (baik dalam jumlah spesies maupun spesimen) dari perairan sekitar pantai ke arah laut lepas. Mikrofauna yang ditemukan sangat jarang di lokasi sekitar pulau-pulau disebabkan oleh keterdapatan sisa-sisa tanaman dari daratan. Mikrofauna asal lautan ditemukan sangat melimpah di bagian dalam daerah penelitian antara Pulau Tinabasan dan Nunukan. Temuan ini sangat menarik karena adanya bentukan abnormal: cangkang berwarna kecoklatan, rusak dan cangkang ostracoda berbentuk tangkupan. Temuan tambahan yang juga menarik adalah: keterdapatan cangkang Elphidum yang rusak, keterdapatan beberapa spesies ostracoda dan foraminifera secara dominan di titik lokasi tertentu, dan kenampakan morfologi yang bervariasi dari genus foraminifera, Asterorotalia, yang mencapai 1% dan tersebar di laut lepas. Berbagai bentukan abnormal tersebut kemungkinan berkaitan dengan dinamika kondisi lingkungan setempat seperti akumulasi setelah pengendapan dalam sedimen, aktivitas biologis dan alur arus dari laut terbuka kearah daratan. Kata kunci: ostracoda, foraminifera, Kalimantan Timur, interaksi daratan-lautan
THE RELATIONSHIP OF SEAFLOOR SURFACIAL SEDIMENT WITH SEABOTTOM MORPHOLOGY OF LEMKUTAN ISLAND WATER, WEST KALIMANTAN Hananto Kurnio; Noor C.D. Aryanto
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 28, No 2 (2013)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1286.057 KB) | DOI: 10.32693/bomg.28.2.2013.56

Abstract

Sea floor sediment surrounding Lemukutan Island, West Kalimantan is distributed on rather steep sea bottom morphology. The steep bottom seems a continuation of rugged morphology of the island, especially at the northeast and southeast parts. This paper discusses the relation between sediment grain sizes and the steepness of sea bottom morphology. Grain size analyses of sediment shows various sediment types such as slightly gravelly muddy sand, gravel mostly composed of coral and lithic, and gravelly sand. Results show that steepness of sea bottom slope control deposited sediment types, coarse fraction sediments tend to settle on the area of high slope angle as at the northeastern and southeastern of the island. On the other hand, high energy marine environment, such as at the sea in front of north headland of Lemukutan Island, tends to accumulate coarse sediments. High percentages of organism shells in marine sediments obviously are deposited at those two domains. Keywords: sea bottom morphology, sediment, Lemukutan Island, West Kalimantan. Sedimen dasar laut sekitar Pulau Lemukutan, Kalimantan Barat tersebar pada morfologi yang agak curam. Permukaan dasar laut yang curam tampaknya merupakan kelanjutan morfologi kasar pulau tersebut, terutama pada bagian timur laut dan tenggara. Makalah ini membahas hubungan antara besar butir sedimen dan kecuraman morfologi dasar laut. Analisis besar butir sedimen memperlihatkan jenis sedimen yang bervariasi, seperti pasir lumpuran sedikit krikilan, kerikil umumnya terdiri koral dan fragmen batuan, dan pasir krikilan. Hasil kajian menunjukkan bahwa kecuraman lereng dasar laut mengontrol tipe sedimen yang diendapkan, sedimen fraksi kasar cenderung mengendap pada daerah dengan sudut lereng tinggi seperti di bagian timur laut dan tenggara Pulau Lemukutan. Di samping itu, lingkungan laut enerji tinggi, seperti di bagian utara pulau, cenderung mengakumulasikan sedimen kasar. Prosentase tinggi dari cangkang organisma dalam sedimen laut tampak nyata diendapkan pada kedua lingkungan tersebut. Kata kunci: morfologi dasar laut, sedimen, Pulau Lemukutan, Kalimantan Barat.
HEAVY MINERALS IN PLACER DEPOSIT IN SINGKAWANG WATERS, WEST Kalimantan, RELATED TO FELSIC SOURCE ROCK OF ITS COASTAL AREA Deny Setiady; Noor C.D. Aryanto
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 25, No 1 (2010)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (474.457 KB) | DOI: 10.32693/bomg.25.1.2010.21

Abstract

Placer deposits are physically accumulated by fluvial and marine processes in coastal area. Thirty six samples were selected from seventy seven samples of seafloor sediment of Singkawang waters. Those samples have been analyzed microscopically for heavy mineral contents. Based on this analysis, the heavy minerals can be divided into four groups: oxyde and hydroxyde, silicate, sulphide, and carbonate. The source of most heavy minerals in the study area is commonly formed by Felsic igneous rock and finally deposited on the seafloor sediments. Keywords: heavy minerals, placer deposit, felsic igneous rock, Singkawang Endapan letakan secara fisik umumnya terakumulasi oleh proses sungai dan laut. Sebanyak 36 contoh dipilih dari 77 contoh sedimen permukaan dasar laut di Perairan Singkawang. Contoh tersebut telah dilakukan analisis kandungan mineral berat secara mikroskopis. Berdasarkan hasil analisis mineral berat ini dapat dibedakan menjadi empat kelompok yaitu oksida dan hidroksida, silikat, sulfida, dan karbonat. Sebagian besar sumber mineral berat di daerah penelitian pada umumnya berasal dari batuan beku felsik yang akhirnya diendapkan di permukaan dasar laut. Kata kunci: mineral berat, endapan letakan, batuan beku felsik, Singkawang.
TYPES AND DISTRIBUTION OF CORAL REEF ON THE KARIMATA COAST, WEST KALIMANTAN Noor C.D. Aryanto; Yani Permanawati
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 24, No 1 (2009)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (525.54 KB) | DOI: 10.32693/bomg.24.1.2009.12

Abstract

The identification of quality and condition of the coral reef in the study areas will support the biological diversity and it frequently contains a valuable assortment of natural resources, conservation of marine biota. The environmental problem particularly on the coastal area needs a more comprehensive management due to the complexity of the rapidly growth. Karimata Archipelago geographically is located between 108o40' - 109o10' E and 1o25' - 1o50' S and administratively belongs to the Ketapang Regency (approximate 100 km west side of Ketapang). In the study area, the growth of coral reef is dominated by non-Acropora type arised between the depths 3-15m. The condition is somewhat good to good. Karimata Archipelago consist of two big islands they are Karimata Island (Studied area) and Serutu Island and also some other isles, with the topography from low land to high land having the height of about 1030 meters from sea level. Keywords: Coral reef, Karimata coast, West Kalimantan. Identifikasi kualitas dan kondisi terumbu karang di daerah penelitian dapat menopang keanekaragaman biologi yang pada akhirnya dapat berperan sebagai kawasan konservasi biota laut. Masalah kepekaan lingkungan khususnya di wilayah pantai dan pesisir memerlukan penanganan yang lebih komperhensif, karena kawasan ini relatif lebih kompleks selain perkembangannya yang demikian pesat. Gugusan kepulauan Karimata secara geografi menempati posisi 108o40' - 109o10' BT and 1o25' - 1o50' LS dan secara administrasi masuk dalam Kabupaten Ketapang (lebih-kurang berjarak 100 km ke arah barat dari Ketapang). Di lokasi telitian, keberadaan terumbu karangnya didominasi oleh jenis non-Acropora yang tumbuh baik pada kedalaman antara 3 hingga 15 m. Terumbu karang yang dijumpai dengan kondisi agak baik hingga baik. Kepulauan Karimata terdiri dari 2 pulau besar, P. Karimata di mana lokasi studi terletak dan P.Serutu dan beberapa pulau-pulau kecil dengan topografi dari dataran rendah hingga dataran tinggi (1030 m) di atas permukaan laut. Kata kunci:Terumbu karang, Pantai Karimata, Kalimantan Barat.
THE INFLUENCE OF SEA-LEVEL CHANGES ON SEA-BOTTOM MORPHOLOGY OF SINGKAWANG WATERS WEST KALIMANTAN BASED ON ANALYSES OF BATHYMETRIC AND SEISMIC DATA Hananto Kurnio; Noor C.D. Aryanto
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 26, No 2 (2011)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1418.792 KB) | DOI: 10.32693/bomg.26.2.2011.35

Abstract

In the history of Quaternary geology, global climate changes influenced worldwide sea-level variations. On this study, these phenomena are tried to be assessed through sea-bottom morphology changes using bathymetric and seismic strata box data obtained during field survey in Singkawang Waters, West Kalimantan. Sea-level changes in this area are referred to global variations that had been studied by many researchers. Maximal depth attained during bathymetry mapping was -52 meters which take place as a depression between Lemukutan and Penata Besar Islands. General depths are - 30 m; thus, morphology reconstruction was done for sea-level positions - 10 m, - 20 m, and - 30 m from mean sea level. At the study area, sea-level dropped more than -30 m was only occurred in sea bottom morphology of isolated depressions. These isolated depressions are assumed as paleo-lakes which occurred throughout Sunda Land by some authors. The study also shows that sea-level history in Singkawang’s area span from approximately 10,000 years ago or Holocene time to Recent. During low sea-levels, the sea-bottom morphology was characterized by more extension of Singkawang land, formations of narrow straits between islands and developments of paleo-lakes assumed as fresh water lakes in the past. These events, based on Voris’s Diagram, occurred about 10,200 up to 8,300 years ago. On the other hand, marine clays appeared on coastal area of Singkawang. These might be evidence of sea-level rise in this area. About + 5m sea-level rise flooded this area approximately 4,200 years ago. Influences of sea-level changes to subbottom geological conditions were also assessed. The assessment was carried out by analyzing shallow seismic reflection records by using strata box. The records demonstrated that subsurface geology were characterized by truncation reflector configurations interpreted as fluvial environments. Keywords : sea-level changes, sea-bottom morphology, bathymetry, strata box, Singkawang Waters, West Kalimantan. Dalam sejarah geologi Kuarter, perubahan iklim global mempengaruhi variasi permukaan laut di seluruh dunia. Pada kajian ini fenomena tersebut dicoba dipelajari melalui perubahan morfologi dasar laut menggunakan data batimetri dan seismik pantul dangkal yang diperoleh selama survei lapangan di Perairan Singkawang, Kalimantan Barat. Perubahan muka laut di daerah ini mengacu pada variasi global yang telah dikaji oleh beberapa peneliti. Kedalaman tertinggi yang diperoleh selama pemetaan batimetri adalah 52 meter, yaitu berupa suatu daerah depresi antara Pulau Lemukutan dan Penata Besar. Umumnya kedalaman adalah -30 m; sehingga, rekonstruksi morfologi dilakukan pada posisi muka laut - 10 m, - 20 m, dan -30 m dari muka laut rata-rata. Di daerah kajian, muka laut turun lebih dari - 30 m hanya terjadi dalam morfologi dasar laut yang berupa daerah-daerah depresi yang terisolasi. Morfologi depresi terisolasi ini diduga sebagai danau purba oleh beberapa penulis yang terdapat pada Daratan Sunda. Kajian ini juga menunjukkan bahwa sejarah muka laut di daerah Singkawang mulai dari sekitar 10.000 tahun lalu (Holosen) hingga saat ini (Resen). Selama turunnya muka laut, morfologi dasar laut dicirikan oleh semakin meluasnya daratan Singkawang, terbentuknya beberapa selat sempit dan berkembangnya danau-danau purba yang diduga sebagai danau air tawar di masa lalu. Peristiwa tersebut, berdasarkan diagram umur terhadap muka laut Voris, terjadi sekitar 10.200 hingga 8.300 tahun lalu. Sementara itu, keterdapatan lempung endapan laut dari data pemboran pantai di Singkawang merupakan bukti naiknya muka laut di daerah ini. Kenaikan muka laut sekitar + 5 m telah menggenangi daerah ini kira-kira 4.200 tahun lalu. Tulisan ini juga membahas tentang pengaruh perubahan muka laut terhadap kondisi geologi bawah dasar laut. Kajian dilaksanakan dengan menganalisa rekaman seismik pantul dangkal. Rekaman menunjukkan bahwa geologi bawah dasar laut dicirikan oleh konfigurasi reflektor ’toreh dan isi’ atau truncation yang ditafsirkan sebagai lingkungan fluvial. Kata kunci : perubahan muka laut, morfologi dasar laut, batimetri, strata box, Perairan Singkawang, Kalimantan Barat.
PALEO-CHANNELS OF SINGKAWANG WATERS WEST KALIMANTAN AND ITS RELATION TO THE OCCURRENCES OF SUB-SEABOTTOM GOLD PLACERS BASED ON STRATA BOX SEISMIC RECORD ANALYSES Hananto Kurnio; Noor C.D. Aryanto
BULLETIN OF THE MARINE GEOLOGY Vol 25, No 2 (2010)
Publisher : Marine Geological Institute of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (912.18 KB) | DOI: 10.32693/bomg.25.2.2010.26

Abstract

Strata box seismic records were used to analyze sub-seabottom paleochannels in Singkawang Waters, West Kalimantan. Based on the analyses, it can be identified the distribution and patterns of paleochannels. Paleo channel at northern part of study area interpreted as a continuation of Recent coastal rivers; and at the southern part, the pattern radiates surround the cone-shaped morphology of islands, especially Kabung and Lemukutan Islands. Paleochannels of the study area belong to northwest Sunda Shelf systems that terminated to the South China Sea. A study on sequence stratigraphy was carried out to better understanding sedimentary sequences in the paleochannels. This study is also capable of identifying placer deposits within the channels. Based on criterias of gold placer occurrence such as existence of primary gold sources, intense chemical and physical weathering to liberate gold grains from their source rocks of Sintang Intrusive. Gravity transportation that involved water media, stable bed rock and surface conditions, caused offshore area of Singkawang fulfill requirements for gold placer accumulations. Chemical and physical whethering proccesses from Oligocene to Recent, approximately 36 million, might be found accumulation of gold placer on the seafloor. Based on grain size analyses, the study area consisted of sand 43.4%, silt 54.3% and clay 2.3%. Petrographic examination of the sample shows gold grains about 0.2%. Keywords: paleochannels, strata box seismic records, gold placer. Rekaman seismik strata box digunakan untuk menganalisa sungai purba bawah permukaan di Perairan Singkawang, Kalimantan Barat. Berdasarkan hasil analisis data strata box dapat diidentifikasi sebaran dan pola sungai purba. Sungai purba di bagian utara daerah penelitian ditafsirkan sebagai kelanjutan sungai sekarang, dan di selatan sungainya berpola memancar yang berasal dari pulau-pulau bermorfologi kerucut, seperti Pulau Kabung dan Lemukutan. Sungai purba daerah penelitian termasuk pada sistem sungai purba Paparan Sunda barat laut berakhir di Laut Cina Selatan. Suatu kajian sekuen stratigrafi dilaksanakan untuk lebih memahami sekuen-sekuen sedimen dalam sungai purba. Kajian ini juga mampu mengidentifikasi endapan-endapan plaser dalam alur tersebut. Berdasarkan kriteria pembentukan emas plaser atau letakan, seperti terdapatnya sumber emas primer, pelapukan kimia dan fisika yang sangat intensif untuk membebaskan butiran-butiran emas dari batuan induknya yaitu Batuan Terobosan Sintang. Transportasi gaya berat yang melibatkan media air, kondisi batuan dasar dan permukaan yang stabil, membuat daerah lepas pantai Singkawang memenuhi kriteria untuk akumulasi emas letakan. Proses pelapukan kimia dan fisika mulai dari Oligosen hingga Resen, sekitar 36 juta tahun memungkinkan dijumpainya akumulasi emas letakan di dasar laut. Berdasarkan hasil analisa besar butir daerah penelitian terdiri dari pasir 43,4%, lanau 54,3% dan lempung 2,3 %. Uji petrogafi menunjukan kandungan emas sekitar 0,2%. Kata kunci: sungai purba, rekaman seismik strata box, emas letakan.