Teguh Marfen Djajakusumah
Department Of Vascular & Endovascular Surgery, Faculty Of Medicine Universitas Padjadjaran/Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Low Knowledge and Negative Perception about the Risks of Breast Cancer among Female High School Students Sri Yusnita Irda Sari; Dini Desmona; Teguh Marfen Djajakusumah
Althea Medical Journal Vol 6, No 3 (2019)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (397.503 KB) | DOI: 10.15850/amj.v6n3.1675

Abstract

Background: Breast cancer is one of the leading causes of death among women. The potential risk factor is older age, however, the prevalence at a young age is recently increased. Unfortunately, young women show a poor level of knowledge about breast cancer. This study aimed to explore the knowledge and perception among female high school students about the risks of breast cancer.Methods: This cross-sectional study was conducted from October to November 2013 in Jatinangor. One hundred and eighteen (n118) female students from three senior high schools were included in this study. Data on mother’s educational status, family income, family history of breast cancer and number of a family members living in the same house was collected. Knowledge and perception toward risks of breast cancer were assessed using a validated questionnaire.Results: Most of the students (69.5%) had a poor level of knowledge about breast cancer. Furthermore, they also had a negative perception (43.2%) toward breast cancer’s risks. Factor influencing their perception was family income (p=0.012) and knowledge about breast cancer (p=0.008).Conclusions: Young female high school students have low knowledge and negative perception about the risks of breast cancer. It is recommended that education about breast care and breast cancer should be given to high school female students to improve their knowledge and to early detect abnormality in their breast. 
Accuracy of SVS-WIfI Classification in Predicting Major Amputation in Critical Limb Ischemic Patients Teguh Marfen Djajakusumah; Rani Septrina; Putie Hapsari; Rendy Susanto
Majalah Kedokteran Bandung Vol 52, No 4 (2020)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15395/mkb.v52n4.2029

Abstract

In 2014, The Society for Vascular Surgery revealed a new classification system for Critical Limb Ischemia (CLI) referred as the Society for Vascular Surgery Lower Extremity Threatened Limb Classification System based on Wound, Ischemia, and foot Infection (SVS WIfI). This scoring system was created to stratify major amputations risk within 1 year and benefit of revascularization for the patient. This study aimed to assess the accuracy of SVS WIFi in predicting major amputations in patients with lower limb ischemia underwent revascularization at Department of Surgery, Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran-Dr. Hasan Sadikin General Hospital in 2016 - 2019. This was a retrospective observational analytic study with cohort design. Patients who fulfilled the inclusion criteria were assessed with SVS WIfI and results after 1 year of revascularization were identified. Data were analyzed statistically using the Chi-square test. 0f 56 subjects, 39 had limb salvage and 17 underwent major amputations within 1 year. In high revascularization benefit group, 31 had limb salvage and 7 underwent amputation. Meanwhile, in moderate-low revascularization benefits group, 8 had limb salvage and 10 underwent amputation. The accuracy of the SVS WIfI recommendation was 73.2%. Therefore, WIfI SVS classification accurately predicts the incidence of major amputations in patients with lower limb ischemia who underwent revascularization. Akurasi Klasifikasi SVS-WIfI dalam Memprediksi Amputasi Mayor pada Pasien Iskemik Tungkai BawahPada tahun 2014, The Society for Vascular Surgery mengemukakan sistem klasifikasi baru untuk CLI yaitu SVS-WIfI. Sistem skoring ini dibuat untuk menstratifikasi risiko amputasi mayor dalam 1 tahun bila dilakukan revaskularisasi pada pasien. Penelitian ini dilakukan untuk melihat akurasi SVS WIfI dalam memprediksi kejadian amputasi mayor pada pasien iskemia tungkai bawah yang menjalani revaskularisasi dan di lakukan di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin pada tahun 2016-2019. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan retrospective cohort study. Pasien yang memenuhi persyaratan dilakukan penilaian dengan SVS WIfI dan di-follow up selama 1 tahun, hasil hasilnya dianalisis menggunakan tes Chi-square dan dilakukan perhitungan sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 56 pasien yang menjalani revaskularisasi, didapatkan sebanyak 39 pasien yang tidak mengalami amputasi mayor dan 17 pasien yang mengalami amputasi mayor dalam 1 tahun. Dari penelitian ini kelompok pasien dengan manfaat revaskularisasi yang tinggi didapatkan 31 pasien tidak mengalami amputasi, sedangkan 7 pasien mengalami amputasi, pada kelompok pasien dengan manfaat revaskularisasi sedang-rendah, 8 pasien tidak mengalami amputasi, sedangkan 10 pasien mengalami amputasi dan didapatkan hasil uji chi square berdasarkan manfaat vaskularisasi dan kejadian amputasi diperoleh nilai P=0,005, dan Akurasi dari rekomendasi SVS WIfI adalah 73,2%. Dari hasil penelitian didapatkan Klasifikasi SVS WIfI akurat dalam memprediksi kejadian amputasi mayor pada pasien iskemia tungkai bawah yang menjalani revaskularisasi.
Peranan Sistem Penilaian CAVeA2T2 dalam Memprediksi Maturasi Fistula Radiosefalika Ratna Astri Andhini; Teguh Marfen Djajakusumah; Putie Hapsari; Rama Nusjirwan
Jurnal llmu Bedah Indonesia Vol. 48 No. 1 (2020): Juni 2020
Publisher : Ikatan Ahli Bedah Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46800/jibi-ikabi.v48i1.54

Abstract

Latar Belakang. Berdasarkan panduan National Kidney Foundation-Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (NKF/KDOQI), fistula radiosefalika merupakan pilihan utama akses vaskular pada pasien yang menjalani hemodialisis. Fistula dikatakan matur apabila sesuai dengan rule of six (laju aliran >600mL/menit, diameter ?6mm dan berjarak sekitar ?6mm dari permukaan kulit). Sistem penilaian CAVeA2T2 (akses vena sentral ipsilateral, usia >73 tahun, vena <2,2mm, riwayat angioplasty pada tungkai bawah, dan tidak ditemukannya thrill intraoperatif) memiliki potensi dalam menilai maturasi fistula radiosefalika. Metode. Desain analitis menggunakan metode kohort prospektif dengan consecutive sampling untuk menilai perananan sistem penilaian CAVeA2T2 dalam memprediksi maturasi fistula radiosefalika. Populasi terjangkau adalah pasien gagal ginjal terminal (GGT) yang datang ke poliklinik Bedah Vaskular RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dan RSKG Ny.R.A.Habibie yang akan menjalani operasi fistula radiosefalika. Uji statistik menggunakan uji univariat untuk dekskripsi data. Sampel dikelompokkan berdasarkan skor CAVeA2T2 (skor <2 dan ?2) dan status maturasi fistula (matur/non matur) kemudian dianalisis melalui perbandingan antar kelompok melalui model bivariat. Selanjutnya analisis untuk menguji hipotesis melalui analisis Chi-Square Fisher dengan batas kemaknaan 0,05. Hasil. Didapatkan 24 pasien (perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 1:1) yang dilakukan analisis dengan rentang usia 21-76 tahun, rerata tekanan sistolik 149,2 (±28,4) mmHg. Didapatkan sitem penilaian CAVeA2T2 memiliki peranan dalam memprediksi maturasi fistula radiosefalika dengan probabilitas kesalahan statistik sebesar p<0,01 dan koefisien kontingensi sebesar C=0,674. Derajat peranan sistem penilaian CAVeA2T2 terhadap maturasi fistula radiosefalika tergolong sangat kuat berdasarkan klasifikasi Guilford. Kesimpulan. Sistem penilaian CAVeA2T2 memiliki peranan dalam memprediksi maturasi fistula radiosefalika. (ISSN 2723-7494 J Bedah Indonesia. 2020;48:15-37)
Pengaruh Kadar C-Reactive Protein Serum Preoperatif terhadap Maturasi Fistula Radiosefalika Dionisius Panji Wijanarko; Teguh Marfen Djajakusumah; Putie Hapsari; Rama Nusjirwan
Jurnal llmu Bedah Indonesia Vol. 48 No. 1 (2020): Juni 2020
Publisher : Ikatan Ahli Bedah Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46800/jibi-ikabi.v48i1.58

Abstract

Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat global dengan prevalensi dan insidensi Gagal Ginjal Terminal (GGT) yang meningkat. Riset Kesehatan Dasar Indonesia menyatakan perawatan penyakit ginjal menjadi beban kedua tertinggi pembiayaan BPJS. Penganti fungsi ginjal yang umum dilakukan adalah hemodialisis (HD) sehingga akses vaskular menjadi hal penting dalam penanganan GGT. Fistula arteriovena (AVF) radiosefalika merupakan pilihan akses HD yang utama. Respon endotel merupakan aspek penting dari remodeling pembuluh darah yang diperlukan untuk keberhasilan AVF. C-Reactive Protein (CRP) yang bersirkulasi tinggi dapat menyebabkan disfungsi endotel sehingga diduga memiliki nilai prediksi terhadap maturasi AVF. Metode. Desain analitik menggunakan metode kohort prospektif dengan consecutive sampling untuk menilai bagaimana pengaruh kadar CRP serum preoperatif terhadap maturasi AVF. Sampel diambil dari pasien GGT yang datang ke poliklinik Bedah RSUP Hasan Sadikin dan RSKG Ny.R.A.Habibie Bandung yang akan menjalani operasi AVF radiosefalika. Tes statistik menggunakan uji univariat untuk dekskripsi data. Perbedaan kadar CRP serum preoperatif berdasarkan perbedaan status maturasi AVF dianalisis melalui perbandingan kadar CRP serum preoperatif antar kelompok maturasi AVF melalui model bivariat uji t independen. Selanjutnya analisis untuk menguji hipotesis melalui analisis regresi logistik dengan batas kemaknaan 0,05. Hasil. Didapatkan 24 pasien (12 laki-laki, 12 perempuan) yang dilakukan analisis dengan rerata usia 45 (±16) tahun, rerata tekanan sistolik 149,2 (±28,4)mmHg. Didapatkan kadar CRP serum preoperatif berpengaruh negatif secara signifikan terhadap maturasi AVF dengan probabilitas kesalahan statistik sebesar p = 0,0285 (<0,05) dengan koefisien determinasi Nagelkerke (Nagelkerke R Squared) sebesar 71,1%. Derajat kuatnya pengaruh kadar CRP serum preoperatif terhadap maturasi AVF tergolong kuat/tinggi berdasarkan klasifikasi Guilford yaitu 0,843 (0,70 – 0,90). Kesimpulan. Terdapat pengaruh kadar CRP serum preoperatif terhadap maturasi fistula radiosefalika. Semakin tinggi kadar CRP serum preoperatif, semakin rendah probabilitas maturasi fistula radiosefalika. (ISSN 2723-7494 J Bedah Indonesia. 2020;48:70-89)
Characteristics of patients with acute limb ischemia (ALI) at Hasan Sadikin General Hospital, Bandung, Indonesia in 2019-2020 Hendri Bayu Nugroho; Teguh Marfen Djajakusumah
Journal of Indonesia Vascular Access Vol. 2 No. 1 (2022): (Available Online: June 2022)
Publisher : Indonesian Vascular Access Association (IVAA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51559/jinava.v2i1.17

Abstract

Methods: The type of this research is descriptive cross-sectional research. The data was from the medical records of ALI patients who came to Hasan Sadikin Hospital from January 1st, 2019 to December 31, 2020. The data obtained were then identified according to patient gender, patient age, chief complaint, degree, comorbidities, and onset. The data were analyzed descriptively using SPSS ver.17. Results: Of the 99 patients with ALI, it was found the prevalence of men (58%) was higher rather than women (42%) with the largest age distribution around 49-56 years old(23 %). The main complaint of ALI in the emergency ward was pain (32%). Category of ALI based on Rutherford classification was mostly category III (36%). The most common accompanying comorbidities were diabetes in 47 patients (47.47%). Conclusion: Characteristics of ALI in the emergency department of Hasan Sadikin Hospital Bandung mostly occur in men. The degree of ALI according to the Rutherford classification was category III with diabetic comorbidity.