Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

ANALISIS YURIDIS GUGATAN REKONVENSI YANG INGKAR MELAKSANAKAN PEMERIKSAAN SETEMPAT (GUGATAN DIKABULKAN) Bandaharo Saifuddin
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 1, No 04 (2014): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (194.791 KB) | DOI: 10.31604/justitia.v1i04.%p

Abstract

Dalam perkara perdata yang objek sengketanya tidak dapat dihadirkan dipersidangan, maka perlu dilakukan sidang Pemeriksaan Setempat (Descente) oleh hakim secara ex officio untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan rinci mengenai objek sengketa agar dapat dijadikan bahan pertimbangan hakim saat menjatuhkan putusan. Berdasarkan latar belakang tersebut, ada dua pokok permasalahan yang diangkat Penulis, yaitu : (1) Bagaimanakah kekuatan pembuktian Pemeriksaan Setempat sebagai salah satu pendukung alat bukti dalam perkara perdata ? ; (2) Bagaimanakah pertimbangan hakim terhadap Penggugat Rekonvensi yang ingkar melaksanakan Pemeriksaan Setempat tetapi gugatan dikabulkan?. Adapun metode penelitian yang digunakan Penulis yaitu metode yuridis - normatif yang menggunakan data skunder atau studi kepustakaan
DAMPAK DAN UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Bandaharo Saifuddin
Jurnal Warta Dharmawangsa No 52 (2017)
Publisher : Universitas Dharmawangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46576/wdw.v0i52.259

Abstract

KORBAN PENYALAHGUNA NARKOTIKA DIBAWAH 1 GRAM HARUS DIREHABILITASI BUKAN PIDANA PENJARA Bandaharo Saifuddin; Fajar Fadly
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol 5, No 1 (2018): Nusantara : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (69.627 KB) | DOI: 10.31604/jips.v5i1.2018.1-7

Abstract

Tujuan yang ingin dicapai pada korban penyalahgunaan narkotika dibawah 1 gram harus direhabilitasi bukan dipidana penjara, karena pengguna Narkotika sebagai korban yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena ditipu, diperdaya, dipaksa dan atau diancam, sehingga membutuhkan rehabilitasi. Korban pengguna Narkotika dibawah 1 gram selalu dihadapkan ke persidangan dengan dakwaan melanggar Pasal 127 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dan diputus hakim dengan pidana penjara bukan direhabilitasi. Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian normatif dan emperis dengan suber informasi dari bahan primer dan skunder. Metode pengumpulan datanya menggunakan studi dokument dengan cara menganalisa data dan menggunakan tehnik pengujian hipotesa berdasarkan induksi dan deduksi. Hasilnya hampir semua korban pengguna narkotika dipadangsidimpuan diputus hakim dengan pidana penjara. Kesimpulan bahwa penjatuhan pidana penjara kepada terdakwa merupakan ultimum remendium yang apabila kadarnya dibawah 1 gram seharusnya direhabilitasi bukan pidana penjara. Kata Kunci: Penyalahgunan Narkotika, Penjara, Rehabilitasi
PENYEBUTAN AHLI WARIS SEBAGAI NAMA TERGUGAT DALAM GUGATAN MERUPAKAN CACAT FORMIL Bandaharo Saifuddin
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol 6, No 1 (2019): NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (84.973 KB) | DOI: 10.31604/jips.v6i1.2019.11-19

Abstract

Surat gugatan yang hanya menyebutkan Ahli Waris sebagai nama tergugat dalam gugatan dengan tidak menyebutkan nama  para pihak secara jelas dan tegas merupakan cacat formilnya suatu gugatan yang mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima sehingga pengadilan mengakhiri proses pemeriksaan tanpa lebih lanjut memeriksa materi pokok perkara. Rumusan masalah:  Apakah penyebutan ahli waris sebagai nama tergugat merupakan cacat formilnya suatu gugatan. Bagaimanakah pertimbangan hakim terhadap penyebutan ahli waris sebagai  nama tergugat dalam gugatan Perdata. Tujuan yang ingin dicapai yaitu dalam pengajukan suatu gugatan harus menyebutkan identitas para pihak secara cermat, jelas dan lengkap agar gugatan tidak sia-sia yang berdampak cacat formilnya suatu gugatan sehingga gugatan dinyatakan tidak dapat diterima. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dan emperis dengan sumber informasi dari bahan primer dan skunder, metode pengumpulan data yaitu studi dokumen dengan cara menganalisa data dengan menggunakan tehnik pengujian hipotesa berdasarkan metode induksi dan deduksi maka diperoleh hasil, masih banyaknya gugatan yang mengandung cacat formil terutama mengenai identitas para pihak, yang terkadang alamatnya sudah pindah, adanya dua nama yang sama, sehingga pengadilan menyatakan gugatan tidak dapat diterima. Kesimpulan setiap hendak mengajukan gugatan perdata sebaiknya diinvetarisasi terlebih dahulu subjek hukumnya, objeknya, bukti formilnya, saksi-saksinya. Yang kedua bahwa apabila pihak tergugat mengajukan eksepsi dalam perkara tersebut seharusnya hakim mengabulkan eksepsi tersebut bukan mempertimbangkannya dalam pokok perkara.
Pengabdian Kepada Masyarakat kepada Pemecahan dan Penyelesaian Konflik terhadap Kekerasan dalam Rumah Tangga Di Desa Sisundung Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Bandaharo Saifuddin
Marpokat: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 2, No 2 (2023)
Publisher : Yayasan Al-Ahliyah Al-Islamiyah Aek Badak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62086/mjpkm.v2i2.477

Abstract

Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Tindak  kekerasan  itu  terus  terjadi  karena  keluarga  dianggap sebagai wilayah privat (hak pribadi) dan korban tidak berdaya karena status dalam adat/sosial atau usia yang bisa mandiri. Sifat pribadi ini menyebabkan banyak korban merasa malu karena kekerasan itu dianggap aib keluarga yang tabu untuk diketahui orang diluar rumah tangga tersebut. Ketegangan atau konflik antara suami istri, orang tua dan anak, banyak terjadi kekerasan dalam rumah tangga terutama di daerah terpencil dan pedesaan, sehingga perlu sosialisasi dan pemahaman, pencegahan dan penyelesaian konflik tentang KDRT. Untuk itu, beberapa dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammdiyah Tapanuli Selatan melalui Program Pengabdian Kepada Masyarakat telah melakukan penyuluhan hukum mengenai pencegahan dan penyelesaian konflik terhadap kekerasan dalam rumah tangga di Desa Sisundung Kecamatan Angkola Barat Kabupten Tapanuli Selatan.
Hambatan Pemerintah Desa dalam Proses Mediasi Sengketa Warisan Keluarga di Desa Sitampa Simatoras Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan Bandaharo Saifuddin; Marwan Busyro
Jurnal Riset Rumpun Ilmu Sosial, Politik dan Humaniora Vol. 4 No. 3 (2025): JURRISH: Jurnal Riset Rumpun Ilmu Sosial, Politik dan Humaniora
Publisher : Pusat Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55606/jurrish.v4i3.6021

Abstract

This study aims to examine the obstacles and role of the Village Government in the mediation process of family inheritance disputes in Sitampa Simatoras Village, Batang Angkola District, South Tapanuli Regency. Land inheritance disputes often cause internal family conflicts that disturb public peace. This study uses a normative and qualitative approach with primary data through interviews and secondary data from literature and laws and regulations. The results of the study show that the Village Head has an important role as a mediator in resolving disputes, but faces various obstacles. The main obstacles include the emotional attitude of the parties to the dispute, the lack of written evidence and witnesses, the low legal knowledge of the village government, and the lack of standard guidelines on mediation mechanisms at the village level. Even so, the Village Head still tries to carry out his role by bringing together the parties and involving traditional leaders to reach a peace agreement. If mediation fails, then the Village Head suggests a settlement through legal channels. This research emphasizes the importance of strengthening the legal capacity of village governments and the need for clearer regulations regarding the implementation of mediation at the village level as a preventive effort to resolve family-based agrarian conflicts.
Pelaksanaan Kawin Lari dan Akibat Hukumnya di Tinjau dari Hukum Adat Batak Angkola (Studi di Desa Sibangkua) Sandi Saputra Ritonga; Bandaharo Saifuddin; Marwan Busyro
JURNAL RISET RUMPUN ILMU PENDIDIKAN Vol. 4 No. 2 (2025): Agustus : JURRIPEN : Jurnal Riset Rumpun Ilmu Pendidikan
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55606/jurripen.v4i2.5545

Abstract

This study aims to examine the practice of elopement (kawin lari) and its legal consequences from the perspective of Batak Angkola customary law, as well as its relation to Law Number 1 of 1974 on Marriage. The research was conducted in Sibangkua Village, Angkola Barat District, South Tapanuli Regency. The method used is an empirical legal approach, with data collected through observation and interviews with traditional leaders, religious figures, village officials, and individuals involved in elopement. The findings reveal that elopement frequently occurs in Batak Angkola society, mainly due to high dowry demands, disapproval of arranged partners, or violations of social and religious norms. The resolution process is carried out through customary stages such as mandokon ulang agoan, marsapa adat, and patibal sere. Although the national marriage law does not explicitly regulate elopement, it is recognized within Batak Angkola custom and has a structured resolution mechanism. Nevertheless, socially, elopement is often viewed negatively and may damage the family’s honor.