Jemaat Semau Utara terletak di Pulau Semau, Kupang-Nusa Tenggara Timur. Jemaat ini terdiri atas dua suku besar yaitu Helong dan Rote, yang bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani musiman (ladang dan rumput laut. Pekerjaan yang tidak tetap membuat keadaan ekonomi jemaat ini sulit dan terpapar kemiskinan. Meskipun demikian, jemaat terlibat aktif dalam berbagai kegiatan peribadahan yang diprogramkan Gereja, dengan asumsi bahwa ibadah dilakukan untuk mendapatkan kenyamanan dan ketenangan sejenak dari berbagai kesulitan hidup.Sejalan dengan asumsi di atas, kami menemukan adanya konteks yang kurang lebih sama dengan masyarakat pada masa Marx, yang juga berada dalam tekanan sosial-ekonomi yang berat. Masyarakat ini "berlari" untuk mendapatkan kenyamanan di dalam gereja, yang melalui ajarannya menekankan tentang kehidupan dan kebahagiaan yang kekal. Marx melakukan kritik kepada gereja waktu itu dengan konsepnya die religion, ...ist das opium des Volkes (agama adalah opium bagi masyarakat). Agama memiliki kekuatan yang besar dengan membentuk ilusi akan kebahagiaan di dalam pikiran manusia dan menjadi semacam ‘opium’ bagi orang-orang yang sakit sebab bisa meredakan penyakit dan kesengsaraan. Bagi Marx, kesadaran palsu yang diciptakan oleh agama melalui ajarannya, dapat melemahkan perlawanan terhadap ketertidasan, juga upaya keluar dari kemiskinan.Kondisi seperti inilah yang juga dialami oleh Jemaat Semau Utara yang mengedepankan nilai panggilan, nilai janji dan hukuman, serta nilai kebersamaan dalam komunitas. Bagi mereka, keterlibatan dalam aktivitas pelayanan melebihi apapun, termasuk upaya untuk keluar dari ketertindasan dan kemiskinan. Berhadapan dengan keadaan seperti ini, gereja harus menjadi agent of change, yang mengubah pola pikir, bersama menemukan potensi dan peluang sehingga terciptanya transformasi sosial di Jemaat Semau Utara.