Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM ANAK BAWAAN NARAPIDANA PEREMPUAN YANG DIPISAHKAN DENGAN IBUNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN Mufidatul Ma’sumah; Muhammad Ramadhana
Conference on Innovation and Application of Science and Technology (CIASTECH) CIASTECH 2020 "Peranan Strategis Teknologi Dalam Kehidupan di Era New Normal"
Publisher : Universitas Widyagama Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hukum memberikan batasan terhadap Narapidana perempuan yang membawa atau melahirkan anak di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) paling lama sampai anak berusia 2 tahun, jika anak sudah mencapai usia 2 tahun maka anak harus dipisahkan dengan ibunya dibawa keluar LAPAS. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana jika tidak mempunyai bapak? atau sanak keluarga tidak ada atau bahkan ada tapi menolak atau tidak mampu mengurus anak tersebut, Siapakah yang dimaksud “pihak lain” dalam PP Hak Warga Binaan? Bagaimana bentuk perlindungan hukumnya?. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk memahami dan menganalisis siapa pihak yang bertanggungjawab mengasuh anak tersebut serta untuk menganalisis bentuk perlindungan hukum terhadap anak tersebut. Metode penelitian ini bersifat campuran yaitu yuridis Normatif didukung yuridis empiris mengambil wilayah penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II Malang dan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ditemukan bahwa: 1) Dalam hal terjadi pemisahan antar anak dengan ibunya maka Pengasuhan Anak harus dilakukan oleh Lembaga Asuhan Anak. Lembaga asuhan anak dapat dilakukan di luar panti sosial  atau di dalam panti sosial. Pengasuhan Anak di luar Panti Sosial dilaksanakan oleh: a. Keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga; b. Keluarga sedarah dalam garis menyimpang; atau c. Orang Tua Asuh. Jika keluarga anak tidak dapat mejalankan fungsinya, maka pengasuhan dilakukan di dalam Panti Sosial baik Pemerintah maupun Swasta. 2) Perlindungan Hukum yang diberikan kepada anak yang tidak lagi bisa mengikuti ibunya di LAPAS yaitu berupa perlindungan di bidang Agama, Kesehatan, Pendidikan, Sosial dan hukum. Ke depan untuk lebih memenuhi Hak Pengasuhan narapidana perempuan terhadap anaknya maka beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pihak LAPAS Perempuan yaitu: a) Menambah jadwal kunjungan khusus ibu dan anak baik langsung maupun virtual; b)Program pendampingan belajar jarak jauh; c) Parenting day, satu hari bersama ibu; d) Parenting skill ibu e) Layanan kunjungan ramah anak. 
Hukum Perzinahan Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif Muhammad Ramadhana; Fitrah Ade Dikiansyah; Lulu Malona Siregar
Jurnal Sahabat ISNU SU Vol. 1 No. 3 (2024): Vol. 1 No. 3 (2024): DESEMBER 2024 :ISNU Sahabat
Publisher : ISNU Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70826/jsisnu.v1i3.506

Abstract

Perzinahan merupakan salah satu hal yang sudah sangat biasa dilakukan bagi remaja di Indonesia dizaman sekarang, hal tersebut sangat mengejutkan mengingat Indonesia adalah salah satu negara dengan kependudukan muslim terbanyak di dunia. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, pertama, bagaimana bisa Indonesia masih memiliki angka perzinahan yang tinggi sedangkan kebanyakan penduduknya muslim?, kedua, bagaimana cara mengatasi perzinahan yang tinggi di kalangan remaja di Indonesia?, kajian ini bisa dikembangkan dengan menggunakan metode normatif dengan hukum-hukum yang ada, termasuk peraturan perundang-undangan, doktrin, serta praktik hukum, bahan-bahan Pustaka, melalui buku-buku, jurnal, dan surat kabar. Kesimpulan yang dapat diambil dari studi ini, perzinahan di kalangan remaja Indonesia sangat memprihatinkan. Meskipun Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim terbanyak, angka perzinahan terutama dikalangan remaja menunjukkan kecenderungan yang signifikan. Hal ini menjadi tantangan besar karena hukum positif yang berlaku saat ini, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dinilai lemah dalam memberikan sanksi terhadap pelaku perzinahan, didalam KUHP perzinahan antara pasangan remaja yang tidak terikat status pernikahan seringkali dianggap sebagai perzinahan karena tidak ada ikatan pernikahan yang sah, yang berakibat rendahnya penegakan hukum terkait perzinahan. Sedangkan di Hukum Pidana Islam perzinahan tetap dianggap zina baik ada ikatan pernikahan yang sah atau tidak. Dalam hal ini sangat disarankan untuk memperhatikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap pelaku perzinahan.
Diskursus Uqubat Cambuk dalam Qanun Jinayat Aceh: Antara Efektivitas Hukum dan Kritik HAM Internasional Fitra Ardiansyah; Muhammad Ramadhana; Hanif Rahman Adyaksa Tambunan; Fairuz Amanina; Fitri Amanda Hasibuan
JOURNAL SAINS STUDENT RESEARCH Vol. 3 No. 4 (2025): Jurnal Sains Student Research (JSSR) Agustus
Publisher : CV. KAMPUS AKADEMIK PUBLISING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61722/jssr.v3i4.5325

Abstract

This research critically examines the implementation of flogging punishment as regulated in Qanun Jinayat Aceh, particularly from the perspective of legal effectiveness and its challenges to international human rights principles. As the only region in Indonesia that formally implements Islamic criminal law, Aceh has become a focal point in both national and global legal discourse. Utilizing a normative qualitative approach and juridical-philosophical analysis of the qanun regulations, field practices, and criticisms from international institutions such as Komnas HAM and Human Rights Watch, the findings indicate that although uqubat flogging is considered effective in creating a deterrent effect and enjoys social legitimacy in parts of Acehnese society, its implementation remains highly controversial, particularly regarding respect for human dignity, fair trial mechanisms, and universal human rights protection standards. This study emphasizes the need for a more humanistic, contextual, and socially responsive approach without disregarding the basic principles of Islamic law, with the expectation that this discourse will enrich the treasury of Islamic legal thought and encourage the reformulation of sharia criminal law in line with substantive justice values.