Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Sintesis Karbon Aktif Tempurung Ketapang (Terminalia catappa) Sebagai Adsorben Minyak Jelantah Megiyo Megiyo; Herman Aldila; Fitri Afriani; Robby Gus Mahardika; Sito Enggiwanto
Prosiding SNFA (Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya) 2017: Prosiding SNFA (Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya) 2017
Publisher : Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (905.387 KB) | DOI: 10.20961/prosidingsnfa.v2i0.16382

Abstract

Abstract: Activated carbon is the most common adsorbents used in regeneration of cooking oil process. Waste frying oil is a residual of frying that has been destructed due to repeated use. For reusable, it must through by oil regeneration process to eliminate impurities and free radicals. One of the abundant biomass and feasible to be activated carbon is ketapang shell. The synthesis of activated carbon used activator H2SO4 11% with ratio 1: 4 (w / v) followed by thermal activation at 650oC for 2 hours. Activated carbon is then mixed with waste frying oil with variations of 5%, 7.5% and 10% and is left for 24 hours. As an antioxidant to free radicals added extract iding-iding (Stenochlaena palustris) of 5%. Based on the observation data SEM pore distribution on activated charcoal fairly evenly with the average pore width around 10 mm. The results of acid number and free fatty acid test showed that the greater amount of activated carbon used, the value of acid number and free fatty acid content will decrease. The optimum condition was obtained on 10% active carbon and 5% extract with 0.8% acid value and 0.78% free fatty acid content. Abstrak: Karbon aktif merupakan salah satu adsorben yang umum digunakan dalam upaya peningkatan regenerasi minyak jelantah. Minyak jelantah merupakan limbah hasil sisa penggorengan yang telah terdestruksi akibat pemakaian yang berulang-ulang. Untuk dapat digunakan kembali minyak jelantah harus mengalami proses regenerasi minyak untuk menghilangkan impuritas dan radikal bebas. Salah satu biomassa yang begitu melimpah dan layak untuk dijadikan karbon aktif adalah tempurung ketapang. Sintesis karbon aktif tempurung ketapang dilakukan dengan menggunakan aktivator H2SO4 11% dengan perbandingan 1:4 (b/v) dilanjutkan dengan aktivasi termal pada temperatur 650oC selama 2 jam. Karbon aktif yang diperoleh kemudian dicampurkan dengan minyak jelantah dengan variasi 5%, 7,5% dan 10% dan dibiarkan selama 24 jam. Sebagai penangkal radikal bebas ditambahkan ekstrak iding-iding (Stenochlaena palustris) sebesar 5%. Berdasarkan hasil pengamatan data SEM sebaran pori pada arang aktif tempurung ketapang cukup merata dengan lebar pori rata-rata berkisar 10 mm. Hasil uji bilangan asam dan kadar asam lemak bebas menunjukkan bahwa semakin besar jumlah karbon aktif yang digunakan maka nilai bilangan asam dan kadar asam lemak bebas akan semakin menurun. Kondisi optimum diperoleh pada komposisi 10% karbon aktif dan 5% ekstrak iding-iding dengan nilai bilangan asam 0,8% dan kadar asam lemak bebas 0,78%.
Pengaruh Temperatur Deproteinasi Pada Deasetilasi Kitin Cangkang Udang Krosok (Penaeus semisulcatus) Terhadap Adsorpsi Logam Besi (Fe) Herman Aldila; Asmar Asmar; Verry Andre Fabiani; Desy Yuliana Dalimunthe; Megiyo Megiyo; Riko Irwanto
Stannum : Jurnal Sains dan Terapan Kimia Vol 2 No 1 (2020): April
Publisher : Department of Chemistry - Universitas Bangka Belitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33019/jstk.v2i1.1722

Abstract

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh variasi temperatur deproteinasi pada daya adsorbsi kitosan udang krosok (Penaeus semisulcatus) terhadap logam besi (Fe) pada air kolong bekas penambangan timah timah di Pulau Bangka. Bahan baku kitosan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan limbah cangkang udang krosok dari industri rumah tangga pembuatan ebi. Kitosan limbah cangkang udang ebi telah disintesis dalam tiga tahapan meliputi: deproteinasi, demineralisasi, dekolorisasi dan deasetilasi. Pada penelitian ini proses sintesis menggunakan variasi temperatur deproteinasi masing-masing: 30oC, 60oC, dan 90oC. Berdasarkan analisis data FTIR, dapat ditentukan nilai derajat deasetilasi sampel berturut-turut sebesar: 32,01% ; 30,94% dan 28,74%. Peningkatan temperatur deproteinasi menyebabkan nilai derajat deasetilasi kitosan menjadi menurun. Penurunan ini diakibatkan oleh rusaknya struktur kitin pada sampel akibat temperatur yang meningkat. Kandungan logam Fe pada air kulong yang digunakan dalam penelitian ini mencapai 6,1 ppm. Adsorbsi kitosan pada logam Fe dapat menurunkan kadar terlarut mencapai rata-rata 99,67% dari kadar awal. Kandungan gugus hidroksil pada kitosan menyebabkan terjadinya reaksi pembentukan senyawa hidroksida turunan dari logam besi terlarut. Senyawa besi hidroksida tersebut akan terpisah dari air dan membentuk endapan. Semakin besar nilai derajat deasetilasi maka akan semakin besar kandungan gugus hidroksil sehingga menyebabkan daya adsorbsi kitosan semakin meningkat.