Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Gambaran Penderita Infeksi Mata di Rumah Sakit Mata Manado Provinsi Sulawesi Utara Periode Juni 2017 - Juni 2019 Tehamen, Miranda; Rares, Laya; Supit, Wenny
e-CliniC Vol 8, No 1 (2020): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v8i1.26927

Abstract

Abstract: Eye infections are caused by viruses, bacteria, fungi, or parasites. Infections can be marked with red eyes, painful, watery, and light sensitive. This study was aimed to obtain the profile of eye infections in Rumah Sakit Mata Provinsi Sulawesi Utara (eye hospital) from July 2017 to June 2019. This was a retrospective and descriptive study using data of medical records at Rumah Sakit Mata Provinsi Sulawesi Utara. The results showed that there were 546 eye infection patients, and the most frequent eye infection was conjunctivitis (231 patients ~ 42.31%). Female patients were predominant than males (53.85% vs 46.15%). Based on occupation, housewifery was the most frequent occupation related to eye infections (110 patients ~ 20.15%). Based on age, eye infections mostly occured in the category of age 36-45 years (98 patients ~ 17.95%). Most patients’ complaint was red eye (295 patients ~ 54.03%). Based on location, eye infections mostly occured unilaterally (364 patients ~ 66.67%). In conclusion, eye infection patients were mostly females, at age of 36-45 years, housewifery, had red eye complaint, and located on unilateral side.Keywords: prevalence of eye infections Abstrak: Infeksi mata adalah penyakit yang terjadi akibat virus, bakteri, jamur atau parasit. Infeksi mata dapat ditandai dengan mata merah, terasa sakit, berair dan peka terhadap cahaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penderita infeksi mata di Rumah Sakit Mata Provinsi Sulawesi Utara periode Juni 2017-Juni 2019. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif menggunakan data rekam medik Rumah Sakit Mata Provinsi Sulawesi Utara. Hasil penelitian mendapatkan 546 pasien infeksi mata dan jenis infeksi mata yang terbanyak ialah konjungtivitis yaitu 231 pasien (42,31%). Pasien berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki (53,85% vs 46,15%). Berdasarkan pekerjaan, didominasi oleh pekerjaan sebagai ibu rumah tangga/IRT (110 pasien ~ 20,15%). Berdasarkan usia, terbanyak pada kategori usia 36-45 tahun (98 pasien ~ 17,95%). Berdasarkan keluhan yang dialami pasien didapatkan keluhan terbanyak ialah mata merah (295 pasien ~ 54,03%) dan berda-sarkan lokasi didapatkan terbanyak pada sisi unilateral mata (364 pasien ~ 66,67%). Simpulan penelitian ini ialah penderita infeksi mata terbanyak pada perempuan, usia 36-45 tahun, didominasi pekerjaan sebagai IRT, dengan keluhan mata merah, dan terdapat pada lokasi sisi unilateral.Kata kunci: prevalensi infeksi mata
EFEK BISING MESIN ELEKTRONIKA TERHADAP GANGGUAN FUNGSI PENDENGARAN PADA PEKERJA DI KECAMATAN SARIO KOTA MANADO, SULAWESI UTARA Tjan, Hardini; Lintong, Fransiska; Supit, Wenny
e-Biomedik Vol 1, No 1 (2013): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v1i1.1158

Abstract

Abstract: Noise induced hearing loss is caused by noise loud in the long period and a noisy work environment. Noisy work environment is a major problem in occupational health in various countries. The relationship between excessive noise exposure and hearing loss has been recognised since ancient times. Early epidemiological studies of noise induced hearing loss explored the damage risk relationship between occupational noise exposure level and the degree of hearing loss. The purpose of this study is to determine effect of engine noise electronics to auditory disfunction. The research methodeology used is an analytical method with a cross sectional approach. Samples were of 20 person taken from workers at the playground timezone and amazone. Data were obtained through questionnaires and examination of hearing function with the audiometri. Data were analyzed by using the Statistical Product and Service Solutions program (SPSS) and using the Fisher Exact test. Conclusion: The results showed that : There is a 75% hearing loss in all worker. The results of bivariate analysis showed there is no significant association between the hearing loss with the intensity level of noise (p = 0,032). The most common hearing loss is sensorineural deafness which generally occours in both ear. From the result of this study it can be concluded that the workers who work in a place that has the high intensity noise have greater risk of suffening from hearing loss. Keywords: Timezone and Amazone Workers, Noisy, Hearing.     Abstrak: Gangguan pendengaran akibat bising ialah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya disebabkan oleh bising di lingkungan kerja. Bising lingkungan kerja merupakan masalah utama pada kesehatan kerja di berbagai negara. Hubungan antara paparan bising yang berlebihan dan kehilangan pendengaran telah dikenal sejak zaman kuno. Awal studi epidemiologi, gangguan pendengaran yang disebabkan oleh bising mengeksplorasi adanya hubungan atau faktor resiko antara pekerjaan, paparan tingkat kebisingan dan derajat gangguan pendengaran. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek bising mesin elektronika terhadap gangguan fungsi pendengaran. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional study. Sampel berjumlah 20 orang yang diambil dari pekerja di tempat bermain timezone dan amazone. Data diperoleh melalui kuisioner dan pemeriksaan fungsi pendengaran dengan menggunakan Audiometri. Data dianalisis dengan menggunakan Statistical Program Product and Service Solution (SPSS) dan menggunakan uji Fisher Exact. Simpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Terdapat gangguan pendengaran sebesar 75 % pada seluruh pekerja. Hasil analisis bivariat menunjukan ada hubungan yang bermakna antara gangguan pendengaran dengan tingkat intensitas bising (p =  0,032).  Gangguan pendengaran yang paling banyak diderita oleh pekerja adalah tuli sensorineural (persepsi) yang umumnya terjadi pada kedua telinga. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pekerja yang bekerja pada intensitas bising yang tinggi memiliki resiko lebih besar menderita gangguan pendengaran. Kata Kunci: Pekerja Timezone & Amazone, Bising, Pendengaran
HUBUNGAN ANTARA KEBISINGAN DAN FUNGSI PENDENGARAN PADA PETUGAS PT. GAPURA ANGKASA DI BANDAR UDARA SAM RATULANGI MANADO Manoppo, Fauziah N.; Supit, Wenny; Danes, Vennetia R.
eBiomedik Vol 2, No 1 (2014): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.2.1.2014.3620

Abstract

Abstract: The noise resulted from the advancement of transportation is an issue that cannot be avoided. The Noise Induced Hearing Loss is a decreases of auditory type sensorineural, which is initially not be aware, because there has not disturbed of daily conversation yet. Risk factors that affect the degree of severity of deafness are the intensity of the noise, frequency, long exposure per day, long working period, individual sensitivity, age and other factors that could influence. The aim of this research is to find out whether there is a relationship between noises by function of hearing at the officers of PT. Gapura Angkasa at Sam Ratulangi Airport, Manado. The Method of this research namely the analytic method is a design cross sectional study, and the samples were 20. The Measurement of noise levels is based on a unit of work the Operation which was obtained at the level of 75 dB and 85 dB Loading. From the results obtained from 20 staffs there are only 8 people who work exceed the Threshold Value (NAB) of noise which has been set. Conclusion: The result showed that there is hearing loss about 20 % in all the officers. The result Analysis Bivariat indicates that there is the absence of meaningful relations between noise-induced hearing disorder with the level of intensity noisy (p = 0.591). From the results of this research it can be concluded that the officers who work in on high intensity noise are more at risk of experiencing hearing loss compared to the officers who work on a low intensity noise level. In addition, the factors such as long hours of work, long exposure noise, the use of Ear Protectors Tools (EPT) was also very influential of the onset hearing loss in workers. Keywords: Noise Induced Hearing Loss, Sam Ratulangi Airport, The Officers of PT. Gapura Angkasa.    Abstrak: Kebisingan merupakan suatu masalah yang tidak dapat dihindari akibat kemajuan sarana transportasi. Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe sensorineural, yang pada awalnya tidak disadari, karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekwensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat berpengaruh. Tujuan penelitian ini  untuk mengetahui  apakah terdapat hubungan antara kebisingan dengan fungsi pendengaran pada petugas PT.Gapura Angkasa di Bandara Sam Ratulangi. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode analitik dengan menggunakan rancangan studi cross sectional. Sampel berjumlah 20 orang. Pengukuran tingkat bising di lakukan berdasarkan unit kerja yaitu pada bagian Operation didapatkan 75 dB dan bagian Loading 85 dB. Dari hasil yang didapatkan dari 20 orang petugas hanya 8 orang saja yang bekerja melebihi NAB kebisingan yang telah ditetapkan. Simpulan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat gangguan pendengaran sebesar 20% pada seluruh petugas. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara gangguan pendengaran dengan tingkat intesitas bising (p=0.591). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa petugas yang bekerja pada intensitas bising yang tinggi lebih beresiko mengalami gangguan pendengaran dibandingkan dengan petugas yang bekerja pada tingkat intesitas bising yang rendah. Selain itu faktor-faktor seperti lama bekerja, lama pemaparan bising, penggunaan Alat Pelindung Telinga (APT) juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya gangguan pendengaran pada petugas. Keywords: Gangguan pendengaran akibat bising , Bandara Sam Ratulangi, Petugas  PT. Gapura Angkasa.
ANALISIS PERBEDAAN PADA UJI KUALITAS AIR SUMUR DI KELURAHAN MADIDIR URE KOTA BITUNG BERDASARKAN PARAMETER FISIKA Parera, Melati J.; Supit, Wenny; Rumampuk, Jimmy F.
eBiomedik Vol 1, No 1 (2013): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.1.1.2013.4584

Abstract

Abstract: Limited availability of raw water is one of the problems encountered in the provision of water services in Indonesia. The purpose of this study is to determine the difference in the quality of well water within 0-100 meters and within 101-200 meters from the beach by measuring physical parameters, i.e.unclearness. The number of samples in this study were 65 wells owned by residents in the Village of Madidir Ure and from those wells there are 25 with a distance of 0-100 meters and 40 with a distance of 101-200 meters from the beach.The parameters were observed referring to the Regulation of the Minister of Health of Indonesia Number 479/Menkes/Per/IV/2010 about the Terms and Water Quality Monitoring, including the physical parameters such as unclearness measured by using turbidity. Data collection methods used in this study is a cross sectional and the laboratory analysis was done in “Badan Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL)” Manado.  The results, show water quality from the well within distance of 0-100 meters exceeds a set of maximum levels of more than 5 NTU, while the result of the water quality within 101-200 meters does not exceed the maximum of 5 NTU. Conclusion: there is a difference in the quality of water in the Village of Madidir Bitung City Ure taken from the well within a distance of 0-100 meters and the well within 101-200 meters from the beach. Keywords: Water Quality, Well, Parameter physics     Abstrak: Terbatasnya ketersediaan air baku adalah salah satu masalah yang dihadapi dalam penyediaan layanan air bersih di Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kualitas air sumur yang berjarak 0-100 meter dan 101-200 meter dari tepi pantai dengan parameter ukur fisika. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 65 sumur milik penduduk di Kelurahan Madidir Ure dan keseluruhan sumur tersebut ada 25 sumur dengan jarak 0-100 meter dan 40 sumur dengan jarak 101-200 meter dari tepi pantai. Adapun parameter yang diamati mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 479/Menkes/ Per/IV/2010 tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air yang meliputi parameter fisika seperti kekeruhan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross sectional atau potong lintang dan dianalisis di laboratorium Badan Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Manado. Hasil penelitian menunjukkan kualitas air dengan jarak 0-100 meter melebihi kadar maksimum yang ditetapkan yaitu lebih dari 5 NTU (Nephlometer Turbidity Unit), sedangkan kualitas air dengan jarak 101-200 meter hasilnya tidak melebihi kadar maksimum yang telah ditetapkan yaitu kurang dari 5 NTU (Nephlometer Turbidity Unit). Simpulan: terdapat perbedaan kualitas air sumur di Kelurahan Madidir Ure Kota Bitung yang diukur dari jarak 0-100 meter dan 101-200 meter dari tepi pantai. Kata kunci: Kualitas air, Sumur, Parameter fisika
PERBANDINGAN DAMPAK PENGGUNAAN HEADSET TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN PADA PENYIAR RADIO DAN YANG BUKAN PENYIAR RADIO DI KOTA MANADO Wongso, Lily; Danes, Vennetia R.; Supit, Wenny
Jurnal Biomedik : JBM Vol 5, No 1 (2013): JURNAL BIOMEDIK : JBM Suplemen
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.5.1.2013.2607

Abstract

Abstract: Excessive use of headsets for a long period of time may cause hearing loss. While using a headset, the ears receive sound waves which are converted into electrical pulses transmitted to the auditory cortex via the auditory nerve. Exposures to noises can damage the cochlea hair cells that worsen the degenerative process of the auditory nerve. Radio announcing is one of the professions with a frequent use of a headset. This study aimed to find  the difference of the auditory functions between people who used headsets frequently and those who did not use headsets. This was a case-control study consisting of a group of people frequently using headsets (radio announcers, the case group) and a group without using headsets (non-radio announcers, the control group). Each group consisted of 20 respondents aged 20-40 years. Hearing functions were measured by using an audiometer while the noise levels generated by the headsets were measured with a sound level meter. The results showed that by using the Fisher exact test, there was a highly significant relationship between the usage of headsets and the hearing loss of the respondents’ left ears  (P = 0.001 <0.01) and right ears (P = 0.010 <0.05). Conclusion: There was a difference of hearing in both ears between the radio announcers and non-radio announcers. Keywords: noise exposure, headset, hearing function, radio announcer.     Abstrak: Pemakaian headset berlebih dalam kurun waktu yang lama dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Pada penggunaan headset, telinga menerima gelombang suara yang kemudian diubah menjadi pulsa listrik yang diteruskan ke korteks pendengaran melalui saraf pendengaran. Pada telinga yang terpapar bising untuk waktu lama dapat terjadi kerusakan sel-sel rambut di koklea saraf pendengaran yang memperburuk proses degenerasi saraf pendengaran. Penyiar radio merupakan salah satu profesi dengan tingkat pengunaan headset yang cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbedaan fungsi pendengaran antara pengguna headset dan yang tidak menggunakan headset. Penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol (case-control study) dengan melakukan perbandingan antara kelompok yang memakai headset (penyiar radio, kelompok kasus) dan kelompok lainnya yang tidak memakai headset (bukan penyiar radio, kelompok kontrol). Masing-masing kelompok terdiri dari 20 responden berusia 20-40 tahun. Fungsi pendengaran diukur dengan audiometer sedangkan tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh headset di ukur dengan sound level meter. Analisis statistik menggunakan uji Fisher exact menunjukkan terdapat hubungan yang sangat bermakna antara penggunaan headset dan gangguan pendengaran pada telinga kiri (P = 0,001 <0,01) dan telinga kanan (P = 0,010 <0,05). Simpulan: Terdapat perbedaan fungsi pendengaran kedua telinga antara penyiar radio dan yag bukan penyiar radio. Kata kunci: paparan bising, headset, fungsi pendengaran, penyiar radio.
PENGARUH SENAM AEROBIK INTENSITAS SEDANG DAN TINGGI TERHADAP TEKANAN INTRAOKULER WANITA DEWASA NON GLAUKOMA Rumampuk, Jimmy F; Supit, Wenny; Wongkar, Djon
Jurnal Biomedik : JBM Vol 4, No 2 (2012): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.4.2.2012.760

Abstract

Abstract: The influence of aerobic fitness to certain physiologic changes of the body, in this case a decrease of intraocular pressure (IOP), has not been elucidated yet. This study aimed to examplify the influence of medium and high intensity aerobic fitness to the IOPs of non-glaucomatous adult females by involving 30 subjects (n=30) in accordance with the inclusion criteria. Prior to doing the aerobic fitness, body weight (BW), height (H), body mass index (BMI), and the arterial pulse were measured. The IOPs were measured by using a Schiotz Tonometer. Aerobic fitness was conducted under the supervision of a fitness instructor. Subjects in the treatment group carried out aerobic fitness on a regular basis. A mild intensity aerobic fitness was carried out for 30 minutes and a high intensity one for 15 minutes. There was a significant difference between the IOP values of post-aerobic fitness in the mild intensity group and the high intensity group (P < 0.05). This is shown by the average IOP value of post-aerobic fitness in the mild intensity group 15.37±1.261 mmHg, and the average IOP value of post-aerobic fitness in the high intensity group decreasing to 12.92±1.111 mmHg. Conclusion: aerobic fitness can decrease the IOP.Keywords: intra-ocular, aerobic fitness, female, non-glaucomatousAbstrak: Pengaruh senam aerobik dalam mengakibatkan perubahan fisiologik tubuh berupa penurunan tekanan intraokuler (TIO) belum jelas diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam aerobik intensitas sedang dan tinggi terhadap TIO wanita dewasa non-glaukoma dengan mengikutsertakan 30 subyek (n=30) yang sesuai dengan kriteria inklusi. Sebelum melakukan senam aerobik, dilakukan pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB), Indeks Massa Tubuh (IMT), serta denyut nadi. TIO diukur dengan menggunakan Tonometer Schiotz. Kegiatan senam aerobik dibimbing oleh seorang instruktur senam. Kelompok perlakuan melaksanakan aktifitas senam aerobik secara berkesinambungan. Senam aerobik intensitas sedang dilakukan selama 30 menit dan senam aerobik intensitas tinggi dilakukan selama 15 menit. Terdapat perbedaan nilai TIO yang bermakna sesudah senam aerobik intensitas sedang dengan sesudah senam aerobik intensitas tinggi (P < 0,05). Hal ini terlihat pada hasil rerata TIO pada kelompok perlakukan sesudah senam aerobik intensitas sedang sebesar 15,37±1,261 mmHg dan sesudah senam aerobik intensitas tinggi menurun menjadi 12,92±1,111. Simpulan: senam aerobik dapat menurunkan TIO.Kata kunci: intraokuler, senam aerobik, wanita, non-glaukoma
PENGARUH KEBISINGAN MESIN LAS DISEL LISTRIK TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI KECAMATAN MAPANGET KOTA MANADO Koagouw, Ivana Angelia; Supit, Wenny; Rumampuk, Jimmy F.
eBiomedik Vol 1, No 1 (2013): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.1.1.2013.3679

Abstract

Abstrac: Noise is unwanted sound such  as noise that comes from. Noise at high intensity that long exposes to people  can cause interference both on auditory and also on non-auditory functions. The purpose of this study is to determine the effect of noise diesel electric welding machine to the auditory function, both subjective and objective.This research is an analytic survey with a cross-sectional design. The Population samples are from 30 people that wasobtained through questionnaire. Then performedin the examinationofauditory function using audiometer in Prof. dr.R. DKandou General Hospital Manado. Previous measurement of  noise levels welding workshop conducted by measuring the Sound Level Meter. Data were analyzed using the Statistical Product and Service Solution Program (SPSS) and using Fisher's Exact test.The results show that workers with exposure noise  > 90 dB, a total of  27 workers with a percentage (90%) have hearing loss and 3 workers with the percentage (10%) do not hearing loss. Analytical results obtained by Fisher’s Exact show that there is a significant relationship between the effect of noise on hearing function (p = 0,002). Conclusion: Based on these results it can be concluded, that there is a significant relationship between the effect of noise on significan hearing function. Key Words: Noise, Hearing Function   Abstrak: Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki seperti  suara yang bersumber dari bising mesin las disel listrik. Kebisingan pada intensitas tinggi dan dipaparkan dengan jangka waktu yang lama pada orang  dapat menimbulkan gangguan fungsi pendengaran dan juga pada fungsi non pendengaran. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh kebisingan mesin las disel listrik terhadap fungsi pendengaran, baik subjektif dan objektif.Penelitian ini bersifat survey analitik dengan desain potong lintang.Populasi sebanyak 30 orang yang di peroleh melalui kuesioner.Kemudian dilakukan fungsi pendengaran di RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou Manado yaitu pemeriksaan audiometer. Sebelumnya pengukuran tingkat kebisingan bengkel las dilakukan dengan pengukuran Sound Level Meter. Data dianalisis dengan menggunakan Statistical  Program Product and Service Solution (SPSS) dan menggunakan uji Fisher Exact. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 27 pekerja mengalami paparan kebisingan  90 dB, dengan presentrase (90%) mengalami gangguan pendengaran dan 3 pekerja (10%) tidak mengalami gangguan pendengaran. Hasil analisis Fisher Exact menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh kebisingan terhadap fungsi pendengaran (p = 0,002). Simpulan: Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengaruh kebisingan terhadap fungsi pendengaran. Kata Kunci : Kebisingan, Fungsi Pendengaran
GAMBARAN AKTIVITAS LISTRIK JANTUNG PASIEN RAWAT INAP DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IRINA F-JANTUNG RSUP PROF DR. R. D. KANDOU MANADO Raka, I Made S. K.; Danes, Vennetia R.; Supit, Wenny
eBiomedik Vol 3, No 3 (2015): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.3.3.2015.9625

Abstract

Abstract: Congestive Heart Failure (CHF) occurs when the heart is unable to pump the blood to fulfill body's need of blood related to tissue metabolism. Electrical activity of the heart is the state in which the heart has to pump the blood and to contract, triggered by an action potential that spreads through the membrane of muscle cells. Electrocardiogram (ECG) is generated by the electrical activity of the heart muscle. It is a recording of a heart condition obtained by placing electrodes on the body. This study aimed to describe the heart electrical activity of patients with congestive heart failure. This was a retrospective descriptive study. The population was all patients hospitalized in Irina F Cardiac Department of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado. Samples were ECG recordings of all patients with CHF hospitalized at Irina F Cardiac Department of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado during Desember 2012-January 2013. The results showed that hypertensive heart disease (HHD) was the most frequent cause of CHF (45.5%). Meanwhile, CHF due to old myocardial infarction (OMI) was rare (18.2%). Conclusion: The most common cause of CHF among hospitalized patients at Irina F Cardiac Department of Prof. Dr. R. D. Kandou Manado was HHD. ECG of patients with CHF et causa HHD showed an overview of normal heart rhythm and tachycardia, PR interval and a normal QRS complex, left axis deviation, ST segment elevation, depression on different leads, and pathological Q.Keywords: congestive heart failure, electrical activity, electroCardiogramAbstrak: Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) terjadi bila jantung tidak dapat memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan darah dalam tubuh untuk metabolisme jaringan. Aktivitas listrik jantung yaitu keadaan dimana jantung dapat memompa darah, jantung harus berkontraksi yang dicetuskan oleh potensial aksi yang menyebar melalui membran sel-sel otot. Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu sinyal yang dihasilkan oleh aktifitas listrik otot jantung. EKG ini merupakan rekaman informasi kondisi jantung yang diambil dengan memasang elektroda pada badan seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran aktivitas listrik jantung pada pasien gagal jantung kongestif. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif. Populasi ialah semua pasien rawat inap di Irina F Jantung RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Sampel ialah rekaman EKG semua pasien dengan diagnosis gagal jantung kongestif di Irina F Jantung RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado selama bulan Desember 2012- Januari 2013. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penyebab gagal jantung kongestif yang terbanyak ialah hypertensive heart disease (HHD) (45,5%), dan yang paling sedikit ialah old myocardial infarction (OMI) (18,2%). Simpulan: Penyebab terbanyak gagal jantung kongestif pada pasien rawat inap di Irina F-Jantung RSUP Prof. Kandou Manadoialah HHD. EKG pada pasien CHF et causa HHD memberikan gambaran irama jantung yang normal dan juga takikardi, interval PR dan kompleks QRS normal, aksis deviasi kekiri, elevasi dan depresi segmen ST pada sadapan yang berbeda, dan Q patologik.Kata kunci:gagal jantung kongestif, aktivitas listrik jantung, elektrokradiogram
Karsinoma Sel Basoskuamosa Palpebra Rekuren: Laporan Kasus Supit, Wenny
Medical Scope Journal Vol 2, No 2 (2021): Medical Scope Journal
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/msj.2.2.2021.33546

Abstract

Abstract: Basosquamous carcinoma (BSCC) is a rare type of skin cancer with an incidence of less than 2% of all skin cancers and the risk of local recurrence ranges between 15% and 50%. We reported a male, aged 57 years old, working as a civil employee, came to the eye clinic with a recurrent BSCC in the right lower palpebral since a month ago. The patient was previously diagnosed as BSCC and had undergone a surgery to remove cancer cells in 2017. However, in 2019, a scan of the axial incision of the head revealed a tumor mass in the right infraorbital area with T4N0Mx. The hypodense structured tumor mass showed increased contrasting. The opera-tive management performed was extensive excision and deep excision with rotational flaps and drainage attached. Histopathological examination of the tumor tissue and excision margins, optic nerve tissue, as well as infraorbital bone tissue indicated a BSCC. Diagnosis of BSCC was confirmed based on anamnesis, physical examination, ophthalmic examination, head CT scan with contrast, and histopathological examination. This case report was aimed to explore BSCC especially in palpebra due to the lack of data of similar cases as well as the potential for diagnosis and promising management.Keywords: basosquamous carcinoma (BSCC), palpebral, reccurent  Abstrak: Karsinoma basoskuamosa (BSCC) merupakan jenis kanker kulit yang langka dengan kejadian kurang dari 2% dari semua jenis kanker kulit namun dengan risiko kekambuhan lokal berkisar 15% dan 50%. Kami melaporkan kasus seorang laki-laki berusia 57 tahun, bekerja sebagai ASN, datang ke klinik mata dengan BSCC palpebra kanan bawah berulang sejak satu bulan lalu. Pasien sebelumnya didiagnosis dengan BSCC dan telah menjalani operasi untuk mengangkat sel kanker pada tahun 2017. Namun, pada tahun 2019, pemindaian kepala sayatan aksial menunjukkan adanya massa tumor di area infraorbital kanan dengan T4N0Mx. Massa tumor berstruktur hipodens dengan kontras yang meningkat. Manajemen operatif dilakukan eksisi ekstensif dan eksisi dalam dengan flap rotasi dan drainase terpasang. Pemeriksaan histopatologik dilakukan terhadap jaringan tumor dan margin eksisi, jaringan saraf optik, serta jaringan tulang infraorbital dengan simpulan suatu BSCC. Pada kasus ini diagnosis BSCC ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan oftalmologi, pemeriksaan penunjang berupa CT scan kepala dengan kontras, dan pemeriksaan histopatologik. Laporan kasus ini bertujuan untuk mendalami BSCC khususnya di palpebra karena minimnya data mengenai kasus yang serupa, serta potensi diagnosis dan penatalaksanaan yang menjanjikannya.Kata kunci: karsinoma basoskuamosa (BSCC), palpebra, rekuren
Trauma Okular oleh Serangan Kerbau – Laporan Kasus Supit, Wenny
e-CliniC Vol 9, No 2 (2021): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v9i2.33847

Abstract

Abstract: Of the many ocular blunt traumas, trauma due to typical buffalo attack thrrough leverage has not been reported. We reported a 65-year-old man attacked by a buffalo on his left eye. The patients complained of pain of his left eye associated with swelling, bleeding, and blurred vision. Eye examination revealed that visual acuity of the left eye was classified as hand motion (HM), limited ocular motility, blepharospasm, and a crescent-shaped anterior lamella laceration with lateral canthal involvement. Anterior segment examination revealed bullous subconjunctival hemorrhage, corneal edema, and rosette-shaped opacification (RSO) of the lens. Head-CT showed traumatic cataract and periorbital haemorrhage; no abnormalities in the right eye. Ovular trauma score (OTS) of the patient was three indicating that the possible visual prognosis was 2% as no light perception (NLP), 11% as light perception (LP) or hand motion (HM), 15% as 1/200-19/200, 31% as 20/200-20/50, and 41% as >20/40. Literature data showed that the visual sensitivity of OTS prediction in NLP, 20/200-20/50, and 20/40 was 100%. The specificity of OTS in predicting vision in LP/HM 1/200-19/200 was 100%. After a recovery period of approximately two months and the sutured wound healed, the patient came to the eye clinic of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado. After a cataract surgery was performed on the left eye of the patient, his visual acuity improved to 20/40.Keywords: ocular trauma, buffalo attack, ocular trauma score (OTS)  Abstrak: Dari sekian banyaknya trauma tumpul, trauma akibat rudapaksa tipikal serangan kerbau yang menggunakan gaya ungkit belum pernah dilaporkan. Kami melaorkan seorang laki-laki berusia 65 tahun yang mendapat serangan kerbau pada mata kiri dengan keluhan nyeri disertai pembengkakan, pendarahan, dan penglihatan kabur. Pemeriksaan mata menunjukkan ketajaman visual mata kiri dengan gerakan tangan, motilitas okular terbatas, blefarospasme, dan laserasi lamela anterior berbentuk bulan sabit dengan keterlibatan kantal lateral. Pemeriksaan segmen anterior menunjukkan perdarahan subkonjungtiva bulosa, edema kornea, dan rosette-shaped opacification (RSO) pada lensa. Hasil CT-kepala menunjukkan katarak traumatik dan perdarahan periorbital, tanpa kelainan pada mata kanan. Skor trauma okular pasien (OTS) ialah tiga yang menandakan kemungkinan prognosis pada visual pasien ialah 2% menjadi no light perception (NLP), 11% menjadi light perception (LP) atau hand motion (HM), 15% menjadi 1/200-19/200, 31% menjadi 20/200-20/50, dan 41% menjadi >20/40. Penggunaan OTS pada kasus ini karena data literatur menunjukkan bahwa sensitivitas penglihatan prediksi OTS di NLP, 20/200-20/50, dan 20/40 ialah 100%. Kekhususan OTS dalam memrediksi visi di LP/HM 1/200-19/200 ialah 100%. Setelah masa pemulihan sekitar dua bulan dan luka penjahitan sembuh, pasien datang kontrol ke poliklinik mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Setelah dilakukan operasi katarak pada mata kiri didapatkan tajam penglihatan mata kiri pasien 20/40.Kata kunci: trauma mata, serangan kerbau, ocular trauma score (OTS)