R.M. Mulyadi
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

POLEMIK A. HASSAN DAN MUCHTAR LUTHFI MENGENAI PAHAM KEBANGSAAN (1929-1935) faujian esa gumelar; R.M. Mulyadi
Patanjala: Journal of Historical and Cultural Research Vol 10, No 3 (2018): PATANJALA Vol. 10 No. 3, September 2018
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (602.208 KB) | DOI: 10.30959/patanjala.v10i3.420

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan peneliti kepada Ahmad Hassan, karena ketokohannya bisa membawa Persis yang merupakan organisasi yang relatif kecil secara keanggotaan, dapat memiliki pengaruh yang luas lewat perdebatan dan penerbitan yang dilakukannya. A. Hassan banyak melakukan polemik dengan berbagai tokoh penggerak paham kebangsaan seperti Soekarno dan Muchtar Luthfi. Topik yang banyak diperdebatkannya adalah mengenai paham kebangsaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis yang meliputi empat tahapan, yaitu: 1) heuristik, 2) kritik sumber, 3) interpretasi, dan 4) historiografi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, A. Hassan berpandangan bahwa umat Islam di Indonesia harus memperjuangkan asas Islam sebagai landasan perjuangan, dikarenakan segala sesuatu dalam kehidupan manusia baik dalam aspek sosial, politik maupun keagamaan harus selalu terintegrasi pada ajaran Allah dan semangat Islam. Pandangan A. Hassan ini nantinya akan berseberangan dengan Muhtar Luthfi bahwa Islam dan kebangsaan adalah satu napas perjuangan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, mencinta tanah air artinya manusia sedang membumikan ajaran Islam di dunia. Persoalan mengenai Islam dan kebangsaan ini nantinya akan mewarnai polemik antara golongan Islam dan golongan nasionalis pada tahun 1930-an. This research was motivated by the interest of researchers to Ahmad Hassan, because his figure could bring Persis which is a relatively small organization in membership, could have a broad influence through the debate and publishing he did. A. Hassan did a lot of polemic with various national figures such as Soekarno and Muchtar Lutfi. The topic of much debate is about nationalism. The method used in this study is the historical method which includes four stages, namely: 1) heuristics, 2) source criticism, 3) interpretation, and 4) historiography. Based on the results of the research that has been done, A. Hassan believes that Muslims in Indonesia must fight the principles of Islam as the basis of the struggle, because everything in human life both in social, political and religious aspects must always be integrated in the teachings of Allah and the spirit of Islam. A. Hassan's view will later be contradicted by Muhtar Luthfi that Islam and nationality are a breath of struggle that cannot be separated from each other, loving the homeland means that humans are grounding the teachings of Islam in the world. The issue of Islam and nationality will later color the polemic between Islamic groups and nationalists in the 1930s.
REPRESENTASI MUSIK SEBAGAI SEBUAH IDEOLOGI DI PESANTREN DALAM FILM BAIK-BAIK SAYANG Dzulfikar Al-anbiya; Aquarini Priyatna; R.M. Mulyadi
Patanjala: Journal of Historical and Cultural Research Vol 10, No 3 (2018): PATANJALA Vol. 10 No. 3, September 2018
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (749.377 KB) | DOI: 10.30959/patanjala.v10i3.432

Abstract

Artikel ini membahas musik  di pesantren yang direpresentasikan sebagai sebuah ideology dalam film Baik-Baik Sayang.Perdebatan ideologi yang membolehkan dan melarang musik masih diperdebatkan di kalangan ulama dapat diargumentasikan sebagai manifestasi ideologi sebuah instansi pendidikan berbasis agama Islam tertentu. Perdebatan ideologi  tersebut direpresentasikan dalam film Baik-Baik Sayang dengan mengangkat cerita perjalanan sebuah band musik bernama Wali yang dibentuk di Pesantren La Tansa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan  konsep media representasi Stuart Hal dan kajian sinema. Penelitian ini menunjukkan bahwa film merepresentasikan musik sebagai ideologi secara biner. La Tansa dan Band Wali merupakan representasi ideologi yang membolehkan musik di pesantren. Ideologi yang berlawanan direpresentasikan melalui tokoh antagonis. Film juga merepresentasikan fenomena bentuk ideologi lain yang lebih negosiatif dalam sosok ayah Fa’ank.This article explains music within pesantren, which is represented as an ideology in the movie Baik-Baik Sayang. Ideological debates about legalizing and prohibiting music among Muslim theologian can be argued as ideology manifestation from certain Islamic educational institute. Those ideology debates are represented in movie Baik-Baik Sayang that tells the story about a music band called Wali, which is formed within pesantren La Tansa. This research uses qualitative approach using the concept of media representation proposed by Stuart Hall and cinema studies. This research shows that movie representing music as ideology binary. La Tansa and Band Wali are the representation of ideology that legalizing music within pesantren. The contradiction ideology is represented by an antagonistic role. This movie also representing another ideology form, which is more negotiable within Ayah Fa'ank role