Artikel ini membahas musik di pesantren yang direpresentasikan sebagai sebuah ideology dalam film Baik-Baik Sayang.Perdebatan ideologi yang membolehkan dan melarang musik masih diperdebatkan di kalangan ulama dapat diargumentasikan sebagai manifestasi ideologi sebuah instansi pendidikan berbasis agama Islam tertentu. Perdebatan ideologi tersebut direpresentasikan dalam film Baik-Baik Sayang dengan mengangkat cerita perjalanan sebuah band musik bernama Wali yang dibentuk di Pesantren La Tansa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan konsep media representasi Stuart Hal dan kajian sinema. Penelitian ini menunjukkan bahwa film merepresentasikan musik sebagai ideologi secara biner. La Tansa dan Band Wali merupakan representasi ideologi yang membolehkan musik di pesantren. Ideologi yang berlawanan direpresentasikan melalui tokoh antagonis. Film juga merepresentasikan fenomena bentuk ideologi lain yang lebih negosiatif dalam sosok ayah Fa’ank.This article explains music within pesantren, which is represented as an ideology in the movie Baik-Baik Sayang. Ideological debates about legalizing and prohibiting music among Muslim theologian can be argued as ideology manifestation from certain Islamic educational institute. Those ideology debates are represented in movie Baik-Baik Sayang that tells the story about a music band called Wali, which is formed within pesantren La Tansa. This research uses qualitative approach using the concept of media representation proposed by Stuart Hall and cinema studies. This research shows that movie representing music as ideology binary. La Tansa and Band Wali are the representation of ideology that legalizing music within pesantren. The contradiction ideology is represented by an antagonistic role. This movie also representing another ideology form, which is more negotiable within Ayah Fa'ank role