Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

MASALAH YURIDIS TIDAK DITETAPKANNYA KUALIFIKASI DELIK DALAM KETENTUAN PIDANA PADA UNDANG-UNDANG YANG DISAHKAN DALAM KURUN WAKTU 2015-2019 Ade Adhari; Anis Widyawati; Fajar Dian Aryani; Musmuliadin Musmuliadin
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 5, No 1 (2021): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v5i1.11167.2021

Abstract

In the 2015-2019 period, there were 20 (twenty) ratifications and promulgations of laws in which there were policies for the formulation of criminal provisions. Chapter Criminal Provisions in various laws have a strategic position so that criminal law norms can be operational properly at the level of application and execution of crimes. However, at the in abstracto level, the formulation of criminal provisions in these various laws contains juridical problems. The research method used to answer these problems is doctrinal research by conceptualizing law is statutory regulation. There is a criminal law issued in the 2015-2019 period which is the object of study. The results showed that the juridical problems found were, among others, 19 laws that did not stipulate juridical qualifications in the form of crimes or violations. The distinction between crimes and violations has a juridical consequence in the form of differentiating penalties for crimes and violations in Book I of the Criminal Code. The absence of a determination of this juridical qualification means that the general provisions in Book I of the Criminal Code Chapter I-XVIII cannot be enforced. Therefore, it is necessary to reform the criminal law towards the formulation policy by improving the formulation of criminal law norms which contain juridical issues in these various laws. Dalam kurun waktu 2015-2019 terdapat 20 (dua puluh) pengesahan dan pengundangan undang-undang yang didalamnya terdapat kebijakan formulasi ketentuan pidana. Bab Ketentuan Pidana dalam berbagai undang-undang memiliki posisi yang strategis agar norma hukum pidana dapat operasional dengan baik pada tataran aplikasi dan eksekusi pidana. Namun dalam tataran in abstracto, formulasi ketentuan pidana dalam berbagai undang-undang tersebut mengandung masalah yuridis. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah penelitian doktrinal dengan mengkonsepsikan hukum adalah peraturan perundang-undangan. Terdapat undang-undang pidana yang terbit pada periode 2015-2019 yang menjadi objek kajian. Hasil penelitian menunjukan masalah yuridis yang ditemukan antara lain terdapat 19 undang-undang yang tidak menetapkan kualifikasi yuridis berupa kejahatan atau pelanggaran. Pembedaan kejahatan dan pelanggaran mengandung konsekuensi yuridis berupa adanya pembedaan aturan pemidanaan bagi kejahatan dan pelanggaran yang ada dalam Buku I KUHP. Tidak adanya penetapan kualifikasi yuridis ini menyebabkan ketentuan umum dalam Buku I KUHP Bab I-XVIII tidak dapat diberlakukan. Oleh sebab itu diperlukan pembaharuan hukum pidana terhadap kebijakan formulasi tersebut dengan memperbaiki perumusan norma hukum pidana yang memuat masalah yuridis dalam berbagai undang-undang tersebut. 
Integrasi Teknologi Pembelajaran Berbasis AI untuk Meningkatkan Keterlibatan Belajar Siswa di Madrasah Aliyah Zumhur Alamin; Ihwan; Fathir; Dahlan; Musmuliadin
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat (PEMAS) Vol. 2 No. 2 (2025): Mei 2025
Publisher : Yayasan Ran Edu Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63866/pemas.v2i2.87

Abstract

Penerapan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam pembelajaran menghadirkan peluang baru untuk meningkatkan keterlibatan belajar siswa dan efektivitas pengajaran guru, khususnya di lingkungan Madrasah Aliyah yang tengah beradaptasi dengan era digital. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan interaktivitas pembelajaran dan keterlibatan siswa melalui integrasi aplikasi pembelajaran berbasis AI. Kegiatan dilaksanakan di salah satu Madrasah Aliyah Negeri di Kota Bima dengan pendekatan deskriptif kualitatif dan desain Community-Based Research (CBR), melibatkan 8 guru dan 40 siswa kelas XI IPA dan IPS. Data dikumpulkan melalui kuesioner keterlibatan belajar, wawancara semi-terstruktur, dan observasi kelas. Instrumen divalidasi oleh pakar dan diuji reliabilitasnya (α = 0,84). Hasil menunjukkan peningkatan signifikan dalam keterlibatan belajar siswa pada aspek afektif (+38,7%), kognitif (+36,7%), dan perilaku (+37,5%) setelah implementasi aplikasi AI seperti Socratic dan Quillionz selama empat minggu. Guru juga menunjukkan peningkatan kesiapan dan antusiasme dalam menerapkan teknologi tersebut, dengan skor rata-rata evaluasi pelatihan mencapai 4,4 dari skala 5. Temuan ini menunjukkan bahwa integrasi AI berkontribusi positif dalam memperkuat proses pembelajaran berbasis digital di madrasah, memperluas pemahaman siswa, serta meningkatkan responsivitas guru terhadap kebutuhan peserta didik. Kesimpulannya, kegiatan ini memberikan kontribusi praktis dalam membangun kapasitas digital pendidik serta kontribusi ilmiah dalam pemetaan efektivitas pembelajaran berbasis AI dalam konteks pendidikan Islam.
Analisis Yuridis Tindak Pidana Kelalaian dalam Penggunaan Senapan Angin PCP yang Menyebabkan Kematian Anak di Kabupaten Dompu Arifin, Zainal; Syamsuddin, Syamsuddin; Musmuliadin, Musmuliadin
Abdurrauf Science and Society Vol. 1 No. 4 (2025): Abdurrauf Science and Society
Publisher : Yayasan Abdurrauf Cendekia Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70742/asoc.v1i4.282

Abstract

This study was prompted by the tragic death of a child in Dompu Regency due to negligence in the use of a Pre-Charged Pneumatic (PCP) air rifle. The incident raises legal questions concerning criminal liability for negligence and highlights the absence of specific regulations governing the ownership and use of air rifles within Indonesia's legal system. This research aims to examine the legal elements of negligence under Article 359 of the Indonesian Penal Code (KUHP) and to assess the effectiveness of law enforcement in cases involving non-firearm weapons that lack explicit legal classification. A normative legal method combined with an empirical approach was employed, involving interviews with law enforcement officials and the victim's family, as well as field observations and literature review. The findings indicate that the air rifle was used without supervision or adequate safety measures, fulfilling the criteria of negligence under Article 359 KUHP. The lack of specific regulation hinders legal enforcement and creates normative dilemmas for authorities. Thus, this study underscores the urgency of establishing legal frameworks for classifying and regulating air rifle usage, along with public education on its legal and safety implications. Regulatory reform is essential to ensure legal certainty and protection, particularly for vulnerable groups such as children Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kasus kematian seorang anak di Kabupaten Dompu akibat kelalaian dalam penggunaan senapan angin jenis Pre-Charged Pneumatic (PCP). Peristiwa ini menimbulkan persoalan yuridis terkait pertanggungjawaban pidana atas kelalaian, serta mengungkap kekosongan hukum terkait regulasi kepemilikan dan penggunaan senapan angin dalam sistem hukum Indonesia. Penelitian ini bertujuan menganalisis unsur kelalaian dalam konteks Pasal 359 KUHP dan mengevaluasi efektivitas penegakan hukum dalam kasus senjata non-api yang belum diatur secara spesifik. Metode yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan pendekatan empiris melalui wawancara dan observasi lapangan, serta studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan senapan angin tanpa pengawasan dan standar keamanan yang layak telah memenuhi unsur kealpaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 359 KUHP. Ketiadaan regulasi khusus menyebabkan kendala dalam pembuktian dan penyidikan, serta menimbulkan dilema normatif bagi aparat penegak hukum. Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi khusus yang mengatur klasifikasi dan penggunaan senapan angin, serta edukasi publik mengenai risiko dan tanggung jawab hukumnya. Reformasi regulasi ini diharapkan dapat menjamin kepastian hukum dan perlindungan terhadap masyarakat, khususnya anak-anak sebagai kelompok rentan. Kata kunci: Tindak Pidana Kelalaian, Senapan Angin PCP, Pertanggungjawaban Pidana, Kematian Anak, Analisis Yuridis, Hukum Pidana, Dompu.
Dikriminalisasi Penggelandangan Dalam KUHP Baru: Studi Perbandingan Dengan KUHP Lama Dan Implikasinya Terhadap Pendekatan Sosial Hukum Pidana Atika, Sri; Syamsuddin, Syamsuddin; Musmuliadin, Musmuliadin
WATHAN: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 2 No 3 (2025): WATHAN: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora
Publisher : Fanshur Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71153/wathan.v2i3.340

Abstract

Ketentuan mengenai penggelandangan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan pada tahun 2023 menimbulkan kontroversi dalam ranah hukum pidana, terutama terkait perlakuan negara terhadap kelompok rentan yang hidup dalam kondisi sosial dan ekonomi yang termarjinalkan. Pengaturan ini, yang masih mempertahankan sisa-sisa pendekatan represif warisan kolonial, mencerminkan bahwa orientasi kebijakan hukum pidana Indonesia belum sepenuhnya bergeser ke arah pendekatan yang lebih humanis dan berbasis hak asasi manusia. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji secara kritis kriminalisasi terhadap penggelandangan dalam KUHP baru dengan membandingkannya terhadap ketentuan serupa dalam KUHP lama, dengan fokus pada perubahan redaksional, substansi hukum, dan implikasi kebijakan terhadap kelompok rentan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan analisis isi (content analysis), yang memungkinkan penulis menggali secara sistematis transformasi rumusan norma serta menilai arah dan corak kebijakan hukum pidana Indonesia dalam mengatur isu sosial seperti penggelandangan. Data sekunder diperoleh melalui studi dokumen terhadap KUHP lama (Wetboek van Strafrecht) dan KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023), serta literatur relevan yang membahas hak-hak kelompok marjinal dan paradigma modern dalam hukum pidana. Hasil kajian menunjukkan bahwa KUHP baru tetap mempertahankan semangat kriminalisasi terhadap penggelandangan, meskipun dalam bentuk redaksional yang lebih lunak dan tersamar; frasa-frasa yang digunakan telah diubah menjadi lebih netral secara linguistik, namun pada dasarnya masih memuat substansi pemidanaan atas keberadaan individu yang tidak memiliki tempat tinggal tetap dan hidup di ruang publik. Ketentuan ini berpotensi melanggengkan diskriminasi terhadap kelompok miskin, tunawisma, dan penggelandang, yang seharusnya diposisikan sebagai subjek perlindungan negara, bukan sebagai objek kontrol sosial, sehingga mengindikasikan bahwa KUHP baru belum sepenuhnya mengakomodasi perkembangan pendekatan hukum pidana modern yang berorientasi pada keadilan restoratif dan pendekatan sosial.