Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Strategi Guru Dalam Membentuk Karakter Religius Anak Usia Dini di TKIT Al-Mumtaz Pontianak Atika, Sri; Aunurrahman, Aunurrahman; Perdina, Siska
Scientificum Journal Vol. 2 No. 2 (2025): Maret
Publisher : Yayasan Almahmudi Bin Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37985/sj.v2i2.50

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai strategi guru dalam membentuk karakter religius anak usia dini di TKIT Al-Mumtaz Pontianak. Metode penelitian yang dipakai adalah metode deskriptif dengan bentuk penelitian kualitatif. Adapun subjek penelitian ini yaitu tiga orang guru yang mengajar di TKIT Al-Mumtaz Pontianak. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Guru menerapkan strategi pengenalan nilai-nilai keagamaan dengan cara  pembiasaan berdoa sebelum dan sesudah beraktivitas, melatih anak untuk menghafal surah pendek dalam al-qur’an, doa harian, dan hadist, pembiasaan sholat dhuha dan sholat dzuhur berjamaah, melatih anak terbiasa bersikap baik kepada orang yang lebih tua, sebaya, maupun lebih muda, 2. Guru menerapkan strategi pemberian contoh dalam berperilaku sehari-hari dengan memberikan teladan baik dalam berperilaku, melatih  untuk terbiasa berbagi dengan teman, dan menggunakan cerita islami sebagai sarana pemberian contoh atau teladan, 3. Guru menerapkan strategi experiential learning  dengan mengajak anak untuk melakukan kunjungan ke masjid, melakukan kunjungan dan melakukan kegiatan berbagi, dan melakukan kegiatan peduli lingkungan, 4. Guru menerapkan strategi penggunaan media pembelajaran dengan menggunakan video edukatif dan buku cerita islami. Hal tersebut merupakan strategi-strategi yang guru lakukan untuk membentuk karakter religius anak usia dini di TKIT Al-Mumtaz Pontianak, dan sudah dilaksanakan dengan baik
Dikriminalisasi Penggelandangan Dalam KUHP Baru: Studi Perbandingan Dengan KUHP Lama Dan Implikasinya Terhadap Pendekatan Sosial Hukum Pidana Atika, Sri; Syamsuddin, Syamsuddin; Musmuliadin, Musmuliadin
WATHAN: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 2 No 3 (2025): WATHAN: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora
Publisher : Fanshur Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71153/wathan.v2i3.340

Abstract

Ketentuan mengenai penggelandangan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan pada tahun 2023 menimbulkan kontroversi dalam ranah hukum pidana, terutama terkait perlakuan negara terhadap kelompok rentan yang hidup dalam kondisi sosial dan ekonomi yang termarjinalkan. Pengaturan ini, yang masih mempertahankan sisa-sisa pendekatan represif warisan kolonial, mencerminkan bahwa orientasi kebijakan hukum pidana Indonesia belum sepenuhnya bergeser ke arah pendekatan yang lebih humanis dan berbasis hak asasi manusia. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji secara kritis kriminalisasi terhadap penggelandangan dalam KUHP baru dengan membandingkannya terhadap ketentuan serupa dalam KUHP lama, dengan fokus pada perubahan redaksional, substansi hukum, dan implikasi kebijakan terhadap kelompok rentan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan analisis isi (content analysis), yang memungkinkan penulis menggali secara sistematis transformasi rumusan norma serta menilai arah dan corak kebijakan hukum pidana Indonesia dalam mengatur isu sosial seperti penggelandangan. Data sekunder diperoleh melalui studi dokumen terhadap KUHP lama (Wetboek van Strafrecht) dan KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023), serta literatur relevan yang membahas hak-hak kelompok marjinal dan paradigma modern dalam hukum pidana. Hasil kajian menunjukkan bahwa KUHP baru tetap mempertahankan semangat kriminalisasi terhadap penggelandangan, meskipun dalam bentuk redaksional yang lebih lunak dan tersamar; frasa-frasa yang digunakan telah diubah menjadi lebih netral secara linguistik, namun pada dasarnya masih memuat substansi pemidanaan atas keberadaan individu yang tidak memiliki tempat tinggal tetap dan hidup di ruang publik. Ketentuan ini berpotensi melanggengkan diskriminasi terhadap kelompok miskin, tunawisma, dan penggelandang, yang seharusnya diposisikan sebagai subjek perlindungan negara, bukan sebagai objek kontrol sosial, sehingga mengindikasikan bahwa KUHP baru belum sepenuhnya mengakomodasi perkembangan pendekatan hukum pidana modern yang berorientasi pada keadilan restoratif dan pendekatan sosial.
Deconstructing the Legitimacy of Patriarchy through Qur’anic Reinterpretation and Gender Education: Case Study in Bima’s Muslim Society Mekadina, Nur Arisah; Atika, Sri; Nurbaitillah, Nurbaitillah; Muslimin, Muslimin; Zuhrah, Zuhrah
Jurisprudensi: Jurnal Ilmu Syariah, Perundang-Undangan dan Ekonomi Islam Vol 17 No 2 (2025): Jurisprudensi: Jurnal Ilmu Syariah, Perundang-Undangan dan Ekonomi Islam
Publisher : State of Islamic Institute Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/jurisprudensi.v17i2.11593

Abstract

Ideally, the Qur’an as a guide for Muslims contains universal principles of justice and equality that place men and women in balanced relations. However, the reality in the Muslim community of Bima shows that patriarchal structures are legitimized through conservative interpretations of the Qur’an, patrilineal customs, and social norms that position women in subordinate roles. This study aims to analyze how the legitimacy of patriarchy is constructed and maintained through Qur’anic interpretation, local customs, and social structures, as well as to propose deconstruction strategies through the reinterpretation of religious texts and gender education. This article employs a qualitative library research method with descriptive analysis. The findings reveal that the legitimacy of patriarchy in the Muslim community of Bima emerges from the close interaction between customs, conservative interpretations, and patrilineal social systems. Nevertheless, deconstruction can still be achieved through egalitarian reinterpretations of the Qur’an and the strengthening of gender education, thereby opening participatory dialogue between local customs, Islam, and human rights. The synergy of these two approaches provides a significant contribution to weakening patriarchy and offers an alternative model of gender justice within Muslim societies.