Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Kajian Risiko Pendirian Industri Pengolahan Kopi di Provinsi Papua Primahasmi Dalulia; Digitha Oktaviani Putri; Gatot Subroto; Kesumaning Dyah Larasati; Akhmad Raditya Maulana Fajrin
Journal of Industrial View Vol 4, No 1 (2022): May 2022
Publisher : Universitas Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26905/jiv.v4i1.7703

Abstract

Kebijakan pembangunan wilayah tahun 2020-2024 juga dijabarkan dalam tujuh (7) wilayah pembangunan, salah satunya Wilayah Papua. Dalam upaya pengembangan Pulau Papua, RPJMN tahun 2020-2024 menyebutkan arahan pengembangan komoditas unggulan di Provinsi Papua berupa kopi. Hal ini juga didukung oleh kondisi produktivitas yang baik pada ketiga komoditas tersebut. Dengan melihat kondisi produktivitas komoditas kopi yang menjadi prioritas pengembangan industry, maka tujuan dari kajian ini adalah memetakan risiko yang mungkin timbul karena adanya pengembangan industri manufaktur berbasis pengolahan kopi sebagai bagian dari analisis kelayakan pengembangan industry. Metode yang digunakan dalam kajian risiko ini adalah metode House of Risk. Metode ini mengacu pada integrasi aktivitas – aktivitas dalam supply chain. Metode yang diusulkan oleh ini merupakan gabungan dari metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan House of Quality (HOQ). Konsep FMEA diadopsi dalam mengkuantifikasi model risiko dan HOQ digunakan untuk memprioritaskan penyebab risiko (risk agents) mana yang dapat ditanganani terlebih dahulu. Selain itu, konsep HOQ digunakan pula dalam memilih preventive action yang paling efektif dilakukan dalam rangka minimasi dampak terhadap risiko tersebut. Pengolahan data dengan House of Risk 1 menghasilkan penyebab risiko yang secara signifikan, dimana pada HOR 1 dihasilkan nilai ARP yang tertinggi terdapat pada risiko yang berkaitan dengan kepemilikan lahan oleh masyarakat adat Papua. Hal ini dikenal dengan hak ulayat, dimana hak ulayat sampai saat ini belum ada penyelesaian yang sistematis terdokumentasi terkait dengan prosedur pendirian industry. Hasil ini selaras dengan hasil prioritas mitigasi risiko dimana pemerintah sebagai stakeholder utama perlu membuat model kebijakan yang dapat menjembatani kepentingan investor dan masyarakat adat sebagai pemilik lahan.
Prediksi spasial kawasan pertanian berkelanjutan di Provinsi Jawa Timur Gatot Subroto; Agung Witjaksono
Region : Jurnal Pembangunan Wilayah dan Perencanaan Partisipatif Vol 17, No 2 (2022)
Publisher : Regional Development Information Center, Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/region.v17i2.50966

Abstract

Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) merupakan salah satu amanat untuk perlindungan pertanian pangan berkelanjutan berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009. Namun, masih belum ditemukan model pengembangan KP2B dalam implementasinya. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah cenderung hanya dapat menentukan luas KP2B dalam bentuk tabular. Padahal, diperlukan persebaran KP2B secara spasial untuk kebutuhan perencanaan tata ruang wilayah untuk menjamin akurasi pengendalian. Ketidakjelasan persebaran KP2B secara spasialmenjadi salah satu permasalahan dalam rencana peruntukan pemanfaatan ruangyang mengarah pada semakin sulitnya pengendalianperubahan peruntukan sawah ke bukan sawah. Sehingga, diperlukan model persebaran KP2B sebagai cara dalam pengendalian alih fungsi peruntukan sawah abadi untuk mewujudkan kemandirian, kedaulatan, dan ketahanan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan prediksi KP2B Jawa Timur melalui metode cellular automata. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui tiga tahapan: (1) Menentukan sawah potensial untuk KP2B Jawa Timur; (2) Menghitung luas minimal sawah produktif Jawa Timur; dan (3) Membangun model spasial KP2B Jawa Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lahan potensial untuk pengembangan KP2B adalah sebesar 852.892,82 ha. Dengankebutuhan pangan minimum sebesar 4.983.888,5 ton, maka kebutuhan sawah minimum adalah seluas 767.617,01 ha. Model KP2B dibangun melalui metode cellular automata dan telah dilakukan validasi dengan tingkat akurasi sebesar 87%.