Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Pergeseran Pusat Kegiatan Upacara Di Situs Megalitik Puncak Gunung Lawu Priyatno Hadi Sulistyarto
Berkala Arkeologi Vol 19 No 1 (1999)
Publisher : Balai Arkeologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2839.128 KB) | DOI: 10.30883/jba.v19i1.795

Abstract

Bangunan-bangunan megalitik di situs puncak Gunung Lawu sampai saat ini masih digunakan sebagai tempat upacara pemujaan oleh masyarakat di sekitar Gunung Lawu. Hal ini menunjukkan suatu tradisi pemujaan terhadap arwah leluhur yang memanfaatkan bangunan megalitik sebagai sarana upacara pemujaan. Suatu hal yang sangat menarik bahwa pada upacara pemujaan masa kini, pusat kegiatan upacara tidak lagi berada di bangunan Argo Dumilah tetapi di bangunan Argo Dalem Timur. Padahal berdasarkan lokasi sebaran bangunan, Argo Dalem Timur merupakan bangunan yang terletak di posisi bangunan bukan pusat atau bangunan yang terletak di sekeliling bangunan pusat. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran pusat kegiatan upacara pemujaan dari bangunan Argo Dumilah ke Argo Dalem Timur.
Pola Permukiman Megalitik Di Situs Kodedek, Bondowoso Priyatno Hadi Sulistyarto
Berkala Arkeologi Vol 23 No 1 (2003)
Publisher : Balai Arkeologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2009.434 KB) | DOI: 10.30883/jba.v23i1.858

Abstract

Berdasarkan kajian permukiman megalitik di situs Kodedek, Bondowoso, Jawa Timur diketahui bahwa eksistensi budaya megalitik di situs tersebut masih kuat. Selain itu, dalam tulisan ini dapat diketahui bagaimana penerapan studi permukiman pada tingkat meso / semi-mikro atau pada satuan ruang tingkat situs. Diharapkan untuk penelitian-penelitian mendatang pada wilayah yang sarna dapat dikaji situs-situs megalitik di kawasan Bondowoso dalam kerangka studi permukiman tingkat makro atau pada satuan ruang tingkat kawasan. Mengingat bahwa di kawasan Bondowoso terdapat situs-situs sejenis dalam jumlah yang banyak.
Hinduisasi Di Kawasan Megalitik Gunung Slamet Priyatno Hadi Sulistyarto
Berkala Arkeologi Vol 23 No 2 (2003)
Publisher : Balai Arkeologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (901.026 KB) | DOI: 10.30883/jba.v23i2.872

Abstract

Kehidupan masyarakat megalitik menjalankan tradisi secara terus menerus hingga datangnya pengaruh kebudayaan Hindu-Buda. Hinduisasi di wilayah ini dilakukan dengan cara memanfaatkan sarana-sarana pemujaan megalitik, antara lain batu lumpang dan phallus. Konsep pemujaan yang digunakan pun masih sama yaitu kesuburan, suatu konsep yang mutlak diperlukan dalam masyarakat pertanian. Proses Hinduisasi tampak pada penggunaan lumpang batu dan phallus secara bersama-sama, yaitu dengan mendirikan phallus atau menhir ke dalam lubang lumpang sehingga menyerupai susunan lingga-yoni. Dengan demikian fungsi phallus atau menhir mewakili keberadaan lingga, sedangkan fungsi lumpang mewakili keberadaan yoni. Lingga dan yoni merupakan benda sebagai simbol dalam agama Hindu.
Awal Kolonisasi Austronesia di Tenggara Pulau Jawa: Perspektif Situs Kendenglembu Sofwan Noerwidi; Priyatno Hadi Sulistyarto
AMERTA Vol. 29 No. 1 (2011)
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak. Sampai saat ini, penjelasan yang paling luas diterima bagi kasus penyebaran masyarakat penutur Austronesia adalah Blust-Bellwood model yang merupakan kolaborasi antara data linguistik historis dan arkeologi. Berdasarkan bukti linguistik, Robert Blust (1985) mengajukan hipotesis bahwa masyarakat penutur sub-kelompok bahasa Jawa berasal dari suatu kelompok masyarakat di daerah Borneo bagian selatan, di sekitar muara Sungai Barito. Berdasarkan hasil analisis linguistik dapat diketahui bahwa proses terbentuknya proto bahasa-bahasa Jawa, Bali, Sasak dan Sumbawa Barat kemungkinan terjadi kira-kira pada 2.500 BP. Tulisan ini, akan membahas beberapa data hasil penelitian terbaru di Situs Kendenglembu, Banyuwangi serta implikasinya pada hipotesis awal kolonisasi Austronesia di Jawa bagian tenggara. Data arkeologis dari Situs Kendenglembu membuka peluang bagi hipotesis kolonisasi Austronesia di Jawa yang berasal dari Sulawesi Barat. Sedangkan, hasil analisis pertanggalan AMS yang dihasilkan dari Situs Kendenglembu menghasilkan kronologi yang lebih muda dari pada pertanggalan linguistik dengan metode glotokronologi. Kata Kunci: Migrasi-Kolonisasi, Austronesia, Jawa, Kendenglembu Abstract. Early Colonization of the Austonesia the Southeast Part of Java: The Perspective of Kedenglembu Site. Until recently, the most widely accepted explanation for the case of Austronesian migration and colonization is Bellwood-Blust model, which are collaboration between archaeological data and historical linguistics. Based on linguistic evidence, Robert Blust (1985) proposed hypothesis about sub-group of Javanese language which comes from a community in the southern part of Borneo, around the estuary of Barito River. Based on those linguistic analysis results can be seen that the formation process of proto-language of Javanese, Balinese, Sasak and West Sumbawa occurred about 2500 BP. This paper will discuss some data from recent research at the Kendenglembu Site, Banyuwangi and its implications for hypothesis of the initial Austronesian colonization in the southeastern par of Java. Archaeological data from Kendenglembu Site indicating the Austronesian colonization of Java Island derived from the West Sulawesi. Meanwhile, AMS dating analysis results from Kendenglembu Site produce more young chronology, compared with linguistic dating by glotocronology method. Keywords: Migration-Colonization, Austronesia, Java, Kendenglembu
HINDUISASI DI KAWASAN MEGALITIK GUNUNG SLAMET Priyatno Hadi Sulistyarto
Berkala Arkeologi Vol. 23 No. 2 (2003)
Publisher : BRIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30883/jba.v23i2.872

Abstract

The life of the megalithic community carries out the tradition continuously until the influence of Hindu-Buddhist culture. Hinduization in this area was carried out by utilizing megalithic worship facilities, including mortar and phallus stones. The concept of worship that is used is still the same, namely fertility, a concept that is absolutely necessary in an agricultural society. The process of Hinduization can be seen in the use of stone mortar and phallus together, namely by erecting the phallus or menhirs into the mortar holes so that they resemble a lingga-yoni arrangement. Thus the phallus or menhir function represents the existence of the lingga, while the mortar function represents the presence of yoni. Lingga and yoni are objects as symbols in Hinduism.
POLA PERMUKIMAN MEGALITIK DI SITUS KODEDEK, BONDOWOSO Priyatno Hadi Sulistyarto
Berkala Arkeologi Vol. 23 No. 1 (2003)
Publisher : BRIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30883/jba.v23i1.858

Abstract

Based on a study of megalithic settlements at the Kodedek site, Bondowoso, East Java, it is known that the existence of megalithic culture at the site is still strong. In addition, in this paper it can be seen how the application of settlement studies at the meso / semi-micro level or at the site level spatial unit. It is hoped that future studies in the same area can bring this area within the framework of a macro-level settlement study or at a regional level spatial unit. Given that in the Bondowoso area there are a large number of similar sites.
PERGESERAN PUSAT KEGIATAN UPACARA DI SITUS MEGALITIK PUNCAK GUNUNG LAWU Priyatno Hadi Sulistyarto
Berkala Arkeologi Vol. 19 No. 1 (1999)
Publisher : BRIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30883/jba.v19i1.795

Abstract

The megalithic structures on the peak of Mount Lawu are still used as places of worship by the people around Mount Lawu. This shows a tradition of worshiping ancestral spirits who use megalithic buildings as a means of worship ceremonies. It is very interesting that in today's worship ceremonies, the center of the ceremony is no longer in the Argo Dumilah but in the Argo Dalem Timur. In fact, based on the location of the distribution of structures, Argo Dalem Timur is located in a non-central stucture position or located around the central structure. This shows a shift in the center of the worship ceremony from the Argo Dumilah to the Argo Dalem Timur.
DOMESTIKASI TUMBUHAN BERDASARKAN TEMUAN MIKROBOTANI DI SITUS NEOLITIK: STUDI KASUS SITUS KENDENGLEMBU Priyatno Hadi Sulistyarto; Muasomah
Naditira Widya Vol. 17 No. 2 (2023): Naditira Widya Volume 17 Nomor 2 Oktober Tahun 2023
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Situs Kendenglembu di Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu situs budaya neolitik yang karakteristik artefaknya tidak bercampur dengan tradisi litik sebelumnya. Kehidupan pada situs ini didukung oleh populasi penutur bahasa Austronesia yang bermigrasi dari kawasan Cina Selatan, kemudian datang dan menghuni kawasan situs Kendenglembu. Kehadiran populasi penutur bahasa Austronesia tersebut membawa budaya neolitik yang dicirikan dengan berbagai kemampuan antara lain bertani, membuat peralatan tembikar, membuat kapak batu, mengembangkan teknologi kemaritiman, melakukan domestikasi binatang, dan berkehidupan menetap. Novelty (kebaruan) dari penelitian ini adalah belum ada studi mendalam tentang domestikasi tumbuhan di situs Kendenglembu. Tujuan penelitian ini adalah memahami adanya domestikasi tumbuhan yang berkaitan dengan pemanfaatan tumbuhan di situs Kendenglembu. Data yang digunakan merupakan hasil ekskavasi tahun 2008, serta data tahun 2011 berupa Oryza sativa sp. dan data tentang kilap silika yang berasal dari sisa tumbuhan yang mengindikasikan pemanfaatn tumbuhan. Analisis kali ini difokuskan pada data mikrobotani menggunakan protokol Piperno dengan mikroskop polarisasi XP-213 dengan perbesaran 400x. Hasil penelitian menunjukkan sebaran situs arkeologi dengan sumber bahan batuan melimpah yang merupakan lokasi perbengkelan alat-alat batu, lokasi permukiman yang berada di puncak-puncak bukit yang landai, serta lokasi bercocok tanam di dekat aliran sungai. Studi domestikasi tumbuhan ini diharapkan dapat menjadi acuan penelitian lanjutan berkaitan dengan aspek-aspek domestikasi tumbuhan yang terjadi di situs-situs arkeologi.It is suggested that the neolithic open site of Kendenglembu in Banyuwangi Regency has been occupied by a population of Austronesian speakers who are associated with farming. The novelty of this research is that there has been no in-depth study of plant domestication at the Kendenglembu site. Thus, this research aims to understand whether plant domestication occurred which relates to plant use at the Kendenglembu site. The data used was recovered from the 2008 excavations, and 2011 analysis of plant proxies i.e., the Oryza sativa sp. and silica luster from plant remains which indicates plant use. The analysis of the present research focuses on microbotanical remains employing the Piperno protocol with an XP-213 polarizing microscope using 400x magnification. Results show the distribution of archaeological sites with abundant sources of rock materials, which are locations of stone tool workshops, settlement areas on sloping hilltops, and farming locations near river flows.