Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PRESPEKTIF PANCASILA TERHADAP KESETARAAN GENDER DALAM BIDANG POLITIK Rr. Dewi Kencana Qur’ani D; Tifani Azzahra Nisa; Lokania Lokania; Nahdiya Ummah; Lisa Nurmaningsih
LONTAR MERAH Vol 1, No 2 (2018): LONTAR MERAH
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.93 KB)

Abstract

Gerakan perempuan di Indonesia tidak dapat dipungkiri, karena pengaruh dari gerakan perempuan Internasional. Puncak dari gerakan emansipasi ini adalah dengan diratifikanya Convention of the Elimination of All Forms of Discrimination Againt Women (CDAW) atau Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984. Perjuangan untuk memperbaiki nasib perempuan sudah muncul sejak jaman penjajahan Belanda yang dipelopori oleh R.A Kartini yang gerakannya dikenal dengan sebutan ”emansipasi”. Gerakan ini pada prinsipnya juga merupakan gerakan untuk memperjuangkan nasib kaum perempuan Indonesia yang pada saat itu eksistensinya sangat terpasung oleh budaya patriarki sehingga perempuan tidak memperoleh akses terhadap pendidikan, pekerjaan dan lain-lain. Hak-hak politik juga merupakan bagian dari perjuangan perempuan Indonesia. Figur kepemimpinan wanita di Indonesia merupakan hal yang patut diapresiai. Wanita sebagai pengelola tidak hanya mampu berkarya di ranah dosmetik, tetapi juga lingkup masyarakat dan negara.Kesetaraan gender diartikan persamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia. Sebagaimana yang tercantum dalam sila kelima pancasila yakni keadilan sosi al bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahwa hak-hak perempuan itu sebetulnya setara dengan laki-laki. Namun pada kenyataanya, dibidang politik keterwakilan perempuan secara Nasional maupun lokal (Kabupaten/Kota) sangat rendah. Dalam hal ini, partisipasi politik perempuan telah diberi kuota tersendiri baik dalam kepengurusan partai politik maupun pencalonan legislatif yaitu sebesar 30%. Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu bagaimana upaya perwujudan kesetaraan gender di tengah-tengah masyarakat. Ada pandangan dalam masyarakat bahwa apabila dalam masyarakat dibutuhkan perbaikan situasi dan kondisi, maka yang menjadi sasaran perubahannya adalah aspek hukumnya. Dan hukum tersebut merupakan alat untuk mengubah masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk upaya meningkatkan peran perempuan di bidang politik sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Mengubah citra politik melalui pendidikan politik yang benar dan sehat.Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengkonsepkan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (laws in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan peraturan yang berkaitan dengan perempuan, haruslah terlebih dahulu diketahui hubungan relasi antara laki-laki dan perempuan yang terjadi di masyarakat dan perkembangannya, karena memang emansipasi belum tentu peka gender. Pendidikan politik yang memadai juga mutlak diperlukan dalam rangka terwujudnya cita-cita emansipasi bagi perempuan. Dalam hal ini partai politik dengan fungsi sosialisasi politik menjadi garda terdepan dalam memberikan pendidikan politik terutama kepada perempuan.
PENGARUH PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TERHADAP TINGKAT PERCERAIAN DI KABUPATEN TEMANGGUNG Tifani Azzahra Nisa; Indira Swasti Gama Bhakti; Muhammad Marizal
LONTAR MERAH Vol 5, No 2 (2022): Kekerasan Seksual dan Perlindungan Terhadap Perempuan
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkawinan merupakan sesuatu yang sakral atau salah satu peristiwa yang penting dalam kehidupan manusia, karena dengan perkawinan manusia dapat meneruskan keturunannya tersebut. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (1). Tujuan dari perkawinan itu sendiri yaitu untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Hal ini sesuai dengan pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Di Kabupaten Temanggung perkawinan banyak dilakukan pada saat usia yang belum mencukupi batas usia yang ditentukan oleh undan-undang sehingga harus ada persetujuan Pengadilan berupa Dispensasi nikah yang diajukan oleh orang tua. Adapun faktor dari terjadinya perkawinan di bawah umur di Temanggung itu sendiri yaitu Faktor Ekonomi, Faktor pendidikan, Faktor Keluarga. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat perkawinan di bawah umur yang terjadi di Kabupaten Temanggung dan mengungkapkan faktor yang menjadi alasan pasangan perkawinan di bawah umur mengajukan gugatan perceraian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis normatif dengan menggunakan data primer dimana data yang bersumber dari Pengadilan Agama Kabupaten Temanggung serta data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan dengan menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif analisis melalui pendekatan Undang-Undang. Maka berdasarkan hasil penelitian, Perkawinan yang dilakukan di bawah umur berpengaruh terhadap tingkat perceraian yang terjadi di Kabupaten Temanggung