Toto Margiyono
Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten Jawa Tengah

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

BAKDO NYEPI BENTUK POLA KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI DUKUH MUNGGUR DESA KEMBANGSARI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI Dewi Melani Ambarsari; Dewi Ayu Wisnu Wardani; Toto Margiyono
Jawa Dwipa Vol. 2 No. 1 (2021)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (270.3 KB) | DOI: 10.54714/jd.v2i1.35

Abstract

Bakdo Nyepi secara umum adalah tradisi saling kunjung mengunjungi antar umat beragama. Tradisi ini dilaksanakan setahun sekali dua hari setelah umat Hindu melakukan Catur Brata Penyepian. Bakdo Nyepi yang dilakukan oleh masyarakat berlangsung selama tiga hari. Pola kerukunan antar umat beragama dalam Bakdo Nyepi terlihat dari persiapan pelaksanaan, berupa gotong royong pembersihan jalan, serta pemasangan umbul-umbul. Bentuk kerukunan yang lain, dalam kegiatan mengunjungi rumah warga, masyarakat tidak berjalan sendiri, namun bersama sama sehingga tampak rasa kebersamaan diantara pelaku Bakdo Nyepi. Pada intinya masyarakat yang ada memiliki satu pandangan untuk menciptakan kerukunan dalam hidup bermasyarakat. Hal ini sesuai dengan falsafah Jawa Rukun Agawe Santosa, Crah Agawe Bubrah. Dengan melihat bentuk dan pola kerukunan yang ada, maka dalam pelaksanaan Bakdo Nyepi terkandung nilai kearifan lokal, yaitu, Tepo Seliro, Asih Ing Sesami, Tuna Satak Bathi Sanak, serta Rukun Agawe Santosa, Crah Agawe Bubrah. Kehadiran Bakdo Nyepi dalam masyarakat Dukuh Munggur memberikan Efek terhadap masyarakat baik secara individu maupun kelompok. Efek yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat ada dua bidang yaitu Efek ekonomi dan sosial kemasyarakatan. Efek bidang ekonomi, pada umumnya masyarakat pengusaha roti, tenaga kerja, serta pedagang pakaian. Secara finansial omset pengusaha dan pedagang bertambah karena pesanan dan penjualan yang meningkat. Sedangkan bagi pekerja diberikan sekedar tunjangan dan untuk pengusaha kue sering diadakan kerja lembur karena pesanan yang berlipat. Bidang sosial kemasyarakatan meliputi meningkatnya kesadaran masyarakat akan kegotongroyongan. Selain dua bidang tersebut terlihat kesadaran anak untuk menghormati orang tua dengan membantu meringankan pekerjaan semakin dirasakan oleh orang tua.
KORELASI AGAMA HINDU DENGAN TRADISI NYEBAR UDIK-UDIK DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT JAWA Toto Margiyono; Dewi Ayu Wisnu Wardani; Ni Luh Putu Wiardani Astuti
Jawa Dwipa Vol. 3 No. 1 (2022)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54714/jd.v3i1.52

Abstract

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang Religius. Hal ini ditandai dengan adanya aktifitas perilaku masyarakat yang mencerminkan nilai-nilai religius. Seperti kita lihat bersama, masih kita temukan orang melaksanakan puasa,tapa,berpantang melakukan dan makan sesuatu. Demikian juga dengan adanya pelaksanaan upacara Hari Raya keagamaan, upacara bayi dalam kandungan, kelahiran sampai orang meninggal masih dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Kedekatan masyarakat Jawa terhadap keluarga maupun orang tua terlihat dengan adanya tradisi Sungkem. Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat dengan mengunjungi orang-orang yang dituakan. Penghormatan kepada mereka tidak hanya ketika masih hidup didunia. Setelah meninggal dunia penghormatan itu masih dilakukannya.Perkawinan merupakan sebuah momentum yang dianggap paling spesial bagi manusia ketika menjalani hidup bermasyarakat. Perkawinan merupakan upacara awal yang dilakukan ketika seseorang memasuki tahapan Grehasta dalam Catur Asrama. Dalam perkawinan adat Jawa terbagi dalam berbagai tahapan yang kesemuanya tidak lepas dari sebuah upacara. Tradisi yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Jawa adalah Tradisi Nyebar Udik-udik. Tradisi ini merupakan sebuah upacara ketika seseorang melangsungkan perkawinan yang terkahir bagi putra-putrinya.
ANALISIS BENTUK DAN MAKNA COK BAKAL DALAM SESAJI JAWA Toto Margiyono; Widhi Astuti; Ni Luh Putu Wiardani Astuti
Widya Aksara : Jurnal Agama Hindu Vol 28 No 1 (2023)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54714/widyaaksara.v28i1.206

Abstract

Masyarakat Jawa pada umumnya masih mempertahankan tradisi, dalam hal ini adalah tradisi membuat Cok Bakal. Cok Bakal adalah suatu sesaji yang dibuat guna mendapatkan keselamatan dan keberkahan dari Tuhan. Wujud dari Cok Bakal yaitu daun pisang yang dibentuk menjadi sebuah wadah yang kemudian diisi berbagai macam bumbu dapur seperti tembakau, suruh, kelapa, injet, cabai, bawang putih, bawang merah, beras, daun dadap serep, gula, telur, jenang merah, jenang putih, bunga, miri, uang dan lain sebagainya. Tidak semua Cok Bakal berisi lengkap seluruhnya seperti yang disebutkan di atas. Hanya berisi beberapa saja sudah bisa disebut Cok Bakal. Dari penelitian ini menunjukkan Cok Bakal adalah suatu sesaji yang dibuat guna mendapatkan keselamatan dan keberkahan dari Tuhan serta terhindar dari malapetaka. Tujuan dari pembuatan Cok Bakal agar terhindar dari musibah dan marabahaya sehingga kehidupan menjadi aman dan tenteram. Bentuk Cok Bakal terdiri dari, suruh, kelapa, injet, cabai, bawang putih, bawang merah, beras, daun dadap serep, gula, telur, jenang merah, jenang putih, bunga, miri, uang dan lain sebagainya yang ditempatkan di dalam tampah. Makna Cok Bakal secara keseluruhan merupakan simbul alam semesta beserta segala yang ada didalamnya. Cok Bakal juga merupakan wujud yang diciptakan berfungsi sebagai simbol lingga, serta linggih Sang Hyang Widhi Wasa. Cok Bakal melambangkan pelinggih Sang Hyang Widhi Wasa yang melambangkan Asta Aiswarya yaitu delapan kemahakuasaan Sang Hyang Widhi yang menempati delapan penjuru arah mata angin denga Dewa Siwa sebagai pusatnya. Kehadiran Cok Bakal memiliki fungsi pendidikan, fungsi religius dan fungsi pelestarian budaya.
AKTUALISASI AJARAN CATUR GURU PADA PASRAMAN WIDYA DHARMA KABUPATEN SRAGEN Toto Margiyono; Radityaningsih
Widya Aksara : Jurnal Agama Hindu Vol 28 No 2 (2023)
Publisher : Lembaga Penerbit Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54714/widyaaksara.v28i2.231

Abstract

Pendidikan merupakan sebuah kebutuhan masyarakat yang menginginkan suatu perubahan masa depan yang lebih baik. Pada masa sekarang ini pendidikan bercorakkan agama Hindu telah berdiri dimana mana dalam bentuk pasraman. Pasraman merupakan sebuah tempat untuk mendidik umat dalam hal ilmu keagamaan. Namun tidak itu saja dalam pasraman dapat pula diajarkan pengetahuan bersifat umum. Pasraman Widya Dharma Pasraman yang berada diwilayah Kecamatan Sumberlawang Kabupaten Sragen ini memiliki peran yang cukup besar pembinaan generasi muda sebagai penerus bangsa. Kegiatan yang dilakukan oleh pasraman Widya Dharma antara lain Pembelajaran Agama Hindu, Dharmagita, kegiatan Sosial Kemasyarakatan serta kegiatan lain yang masih dalam konteks kegiatan keagamaan. Penelitian ini untuk mengetahui, tentang kegiatan yang dilakukan oleh Pasraman Widya Dharma, Aktualisasi Ajaran Catur Guru dalam Kegiatan Pasraman, serta hambatan-hambatan pelaksanaan kegiatan. Untuk memperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode pengumpulan data, metode observasi, metode wawancara, metode kepustakaan dan pendokumentasian