Pamungkas Wahyu Setiyanto
Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Estetika Kassian Cephas, Fotografer Jawa yang Mendunia Pamungkas Wahyu Setiyanto
Rekam: Jurnal Fotografi, Televisi, Animasi Rekam 8
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/rekam.v0i0.388

Abstract

Looking at a photo means a provement to past time’s existence. Aphoto is similar with an arrow which is ready to be launched from the pasttime to present’s era. Hence, through a photo we do have an experience acronological time. Whereas a photo becomes a mediation to experience thepast time and to experience a cronological flow which is relate the past andthe present time. With that understanding I want to talk about the past time’sphotographer. He is a Javanese who is able to bring and to introduce themodernity that time to the citizen through himself and his works in photoforms. He is Kassian Cephas, the first Javanese who knew a camera. Thus, heis known as the father of Indonesia’s photography.
Foto Dokumenter Bengkel Andong Mbah Musiran: Penerapan Dan Tinjauan Metode Edfat dalam Penciptaan Karya Fotografi Pamungkas Wahyu Setiyanto; Irwandi Irwandi
Rekam : Jurnal Fotografi, Televisi, Animasi Vol 13, No 1 (2017): April 2017
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/rekam.v13i1.1580

Abstract

Metode EDFAT belum begitu dikenal dalam dunia akdemik fotografi. Namun, metode terebut sebenarnya sudah lazim di kalangan prktisi, khususnya fotografer jurnalistik. Untuk itu maka penelitian dan penerapan EDFAT menjadi penting dilakukan, mengingat dalam kenyataannya metode tersebut sangat efektif dan efisien.Peneletian ini merupakan upaya untuk memahami dan menerapkan metode EDFAT. Subjek penelitian ini ialah bengkel andong mBah Musiran yang berada di kawasan Jotawang, Yogyakarta.Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode EDFAT memang dapat diterapkan dalam penciptaan karya fotografi, terlebih jika sebelum pemotretan, fotografer terlebih dahulu menghimpun informasi yang berkaitan dengan subjek pemotretan.
Karantina Wilayah sebagai Ide Penciptaan Foto Seri Tentang Topical Trends Covid-19 Pamungkas Wahyu Setiyanto; Novan Jemmi Andrea; Agus Triyana
Rekam : Jurnal Fotografi, Televisi, Animasi Vol 17, No 1 (2021): April 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/rekam.v17i1.4485

Abstract

Quarantine Areas as an Idea The Creation of A Series of Topical Trends of Covid-19. Research called quarantine areas as an idea the creation of a photograph series about topical trends covid-19 is a study based the creation of artistic, with the result of a photograph series describing the atmosphere quarantine areas due to pandemics covid-19 in Pedukuhan Pelem Sewu , RT 08 and RT 09 , Panggungharjo, Sewon, Bantul , Yogyakarta. Photo series made is activity the creation of a guide making a photograph produce a series of photos containing descriptions based on the theme or a particular subject same, that is the situation quarantine areas. Through the observation, design concept, to recording equipment, produced a series of photographs quarantine areas described the situation, the closure enter and leave in a region in which there were people infected covid-19. Methods used in this study began of observation, the design of the concept of, until shooting. The result of the creation of this series are photographs that describe scenes of residents and the activities of that lasts for quarantine areas to come into effect. Conclusions obtained from the research with the approach the work of art it produces an understanding of the circumstances and the residents habit covid-19 due to new pandemic. A new habit of them is online learning activity, aware of their health and clean environment, and of their fellow citizens for mutual support and through the quarantine.
PENGUNGKAPAN MAKNA INTRINSIK MELALUI TEORI IKONOGRAFI PADA FOTO ANAK ROHINGYA DI MEDIA REPUBLIKA ONLINE EDISI 17-23 SEPTEMBER 2017 Dessy Rahmawati; Pamungkas Wahyu Setiyanto; Irwandi Irwandi
Specta: Journal of Photography, Arts, and Media Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (889.891 KB) | DOI: 10.24821/specta.v3i2.2835

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna intrinsik pada foto anak Rohingya di media Republika Online edisi 17-23 September 2017. Pengungkapan makna intrinsik dilakukan dengan teori ikonografi melalui tiga tahapan, yaitu pra-ikonografi, analisis ikonografi, dan interpretasi ikonologi. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan melakukan penafsiran dan interpretasi data yang berupa foto. Subjek penelitian ini adalah foto anak Rohingya yang dimuat di media Republika Online edisi 17-23 September 2017. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur dan studi dokumen. Hasil dari penelitian menunjukkan foto anak Rohingya menggambarkan penderitaan yang dialami akibat kekerasan yang terjadi di negara bagian Rakhine, Myanmar. Dari sampel foto anak Rohingya menunjukkan adanyaancaman baru yang harus dihadapi oleh anak Rohingya setelah meninggalkan negara asal. Ancaman tersebut adalah pertama, kelaparan yang berdampak pada gizi buruk. Kedua, kamp pengungsian yang terendam banjir dan posisi tenda berdempetan yang berdampak pada anak tidak bisa bergerak aktif serta lumpuhnya aktivitas para penghuni. Ketiga, ketiadaan fasilitas untuk berlindung dari hujan yang berdampak pada kesehatan akibat suhu dingin air hujan yang berpotensi melemahkan daya tahan tubuh dan penyempitan pembuluh darah. Kata kunci: makna intrinsik, ikonografi, foto anak Rohingya   ABSTRACT  The Disclosure of Intrinsic Significance Through Iconography Theory in the Photographs of Rohingya Children in Republika Online on 17th to 23th September 2017 Edition.The purpose of this research is to describe the intrinsic significance in the photographs of Rohingya children which are uploaded in Republika Online on 17th to 23th September 2017 editions. The disclosure of intrinsic significance in the photographs will using the theory of iconography, which is through the three stages of the theory: pre-iconography, iconographic analysis and iconological interpretation. This is a qualitative research by doing the interpretation of the data with photographs form. The subjects of this research are children photos that were uploaded in Republika Online on 17th to 23th September 2017 editions. The data for the research are get from literature and document study. The result of the photographs study shows that Rohingya children are exposed to violence in the state of Rakhine, Myanmar. samples of Rohingya children photographs showing the new threats that must be faced by the child Rohingya after leaving the origin country. The threat is first, hunger have impact malnutrition. Secondly, the threat refugee camps which flooded and tend position which crowded have impact the children that they can’t move actively and occupants activity paralyzed. Third, the absence of facilities to protect from rain have impact on health due to cold temperatures of rain water that potentially weaken the body resistance and constriction of blood vessels.  Keywords: intrinsic significance, iconography, Rohingya children photographs  
FOTOGRAFI DOKUMENTER PERUBAHAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PETANI DI PANTAI SADENG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA . Dyna; Pamungkas Wahyu Setiyanto; . Kusrini
Specta: Journal of Photography, Arts, and Media Vol 5, No 1 (2021): Specta: Journal of Photography, Arts, and Media
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/specta.v5i1.4298

Abstract

Documentary Photography of the Changes in Farming Community Life at Sadeng Beach, Gunungkidul Regency, Special Region of Yogyakarta. This photographic creation is about the farmers at Sadeng Beach, Gunungkidul who turned professions into fishermen since the port of Sadeng Beach was built. The different life from the two professions raises the idea to realize it into the medium of photography. The lives of farmers around Sadeng Beach are visualized in the form of documentary photography. This project used the EDFAT methods (entire, detail, frame, angle, time). This method was chosen in order to obtain varied visualizations, and the photos were in black and white to make the objects stand out. This photographic creation shows the activities of farmers who also become fishermen. The photos visualized the life of farming community at Sadeng Beach when they either work as a farmer or a fisherman, along with their interaction with natures and people around them.   ABSTRAKPenciptaan tugas akhir ini membahas tentang petani di Pantai Sadeng, Gunungkidul yang beralih profesi menjadi nelayan sejak dibangun pelabuhan Pantai Sadeng. Pola kehidupan yang berbeda dari kedua profesi tersebut memunculkan gagasan untuk menceritakannya melalui media fotografi. Kehidupan petani sekitar Pantai Sadeng divisualkan dalam bentuk karya fotografi dokumenter. Metode yang digunakan dalam penciptaan ini adalah metode EDFAT. Metode ini dipilih agar memperoleh visualisasi yang bervariasi. Karya fotografi yang diciptakan ditampilkan dalam karya hitam putih agar perhatian fokus ke objek. Karya fotografi dokumenter ini menampilkan aktivitas petani di kebun, alat bertani, hasil pertanian, pada bidang maritim divisualkan aktivitas mencari ikan, peralatan yang digunakan, menjual hasil tangkapan ke tengkulak, serta interaksi dengan nelayan lainnya. 
Pekerja Wanita Pengelola Tembakau Jember dalam Fotografi Dokumenter Morinda Lismawarta Citrifolia; Pamungkas Wahyu Setiyanto; Kusrini Kusrini
Specta: Journal of Photography, Arts, and Media Vol 3, No 1 (2019)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (474.97 KB) | DOI: 10.24821/specta.v3i1.2848

Abstract

Objek penciptaan karya fotografi ini membahas tentang kegiatan dan sisi lain pekerja wanita tembakau Jember di PTPN X. Sejak dulu pemerintahan Hindia-Belanda memilih pekerja wanita karena pengelolaan tembakau memerlukan keterampilan, ketekunan dan wanita tidak mempunyai kelainan buta warna. Penciptaan karya ini didasari oleh minimnya informasi tentang pekerja wanita tembakau di Indonesia sehingga karya ini diharapkan mampu memberi gambaran dan informasi tentang kehidupan para pekerja wanita tersebut dengan aktivitasnya di gudang tembakau. Karya berorientasi dengan kegiatan para pekerja tembakau sebagai dasar acuan proses penciptaan dengan menggunakan metode observasi, eksplorasi, dan eksperimental. Wujud karya berupa fotografi dokumeter mengarah ke jenis fotgrafi human interest yang membahas kehidupan para pekerja wanita pengelola tembakau, baik saat bekerja maupun sisi lain kehidupan mereka sehari-hari.Kata Kunci : pekerja wanita, tembakau, fotografi dokumenter
EKSOTIKA SUKU MENTAWAI DALAM FOTOGRAFI DOKUMENTER Rindha Mita Purwaningsih; Pamungkas Wahyu Setiyanto; Oscar Samaratungga
Specta: Journal of Photography, Arts, and Media Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (666.212 KB) | DOI: 10.24821/specta.v2i2.2550

Abstract

AbstrakObjek penciptaan karya fotografi membahas eksotika kegiatan sehari-hari suku pedalaman Mentawai, Siberut Selatan. Penciptaan karya didasari oleh minimya informasi tentang keseharian masyarakat pedalaman dusun Buttui dan diciptakan karya ini, diharapkan mampu memberi gambaran dan informasi tentang kehidupan para suku pedalaman di Mentawai melalui fotografi dokumenter. Penciptaan karya fotografi ini berorientasi dengan eksotika kegiatan sehari-hari suku Mentawai sebagai dasar acuan proses penciptaan dengan metode observasi,eksplorasi, pemotretan. Karya foto dibuat dalam fotografi dokumenter, dengan mengambil peristiwa-peristiwa yang menarik lewat bidang jurnalistik. Suatu cara pandang baru dan inspiratif bagi yang melihat dan merasakan dapat membuka mata kita seutuhnya tentang lingkungan budaya di sekitar kita yang mulai terkikis oleh kerasnya kemajuan dan ketatnya perkembangan zaman. Kata kunci: eksotika, suku Mentawai, fotografi dokumenter     AbstractExotica of Mentawai Tribe in Documentary Photography.  This abstract discusses the daily exotica of object creation in the heart of Mentawai, South Siberut. This work, with a lack of source information, is based on the daily lives of rural people in Buttui village. It is created with the hopes of capturing and giving information about the tribe lives in rural Mentawai through documentary photography. This abstract is oriented in Mentawai tribe as a basis creation process using observation, exploration, and experimental methods. The photographs are made with documentary photography that captures enticing events through journalism. A new perspective and inspirationwill completely open people’s eyes, for those who see and feel, on the nowadays cultural environment which slowly eroded by the rough progress and tight developmental era.  Keywords: exotica, Mentawai tribe, documentary photography
Iconography and Iconology of The Aksi Kamisan Photo (13-2-2014) by Fanny Octavianus Pamungkas Wahyu Setiyanto; Novan Jemmi Andrea; Agus Triyana
Journal of Urban Society's Arts Vol 9, No 1 (2022): April 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jousa.v9i1.6017

Abstract

The presence of photography as a medium of communication has transformed into an art that not only perpetuates reality in images (visuals), but also poetic values and/or image language. Likewise, journalistic photography works are created not only based on existing moments or events, but are also influenced by views, skills, and other factors inherent in the photographer. The photographer has the right to place his philosophical aspects based on the importance of his secondary needs. The creation of photographic works is the result of the integration of the social, spiritual and cultural life of the photographer, in this context as was done by Fanny Octavianus who consistently documented the Aksi Kamisan by activists to demand that the government resolve cases of human rights violations. The consistency of the Aksi Kamisan becomes a strength that makes this action full of values that can be observed through the signs implied in every action they take. From this explanation, Fanny’s work on Aksi Kamisan is studied through factual and expressive visual signs, themes and concepts, and also looks for the symbolic value in Fanny’s work. In carrying out this excavation and search, the method of art history uses the Iconography and Iconology approach of Erwin Panofsky. As a result, this study found that there were various visual markers of the Aksi Kamisan photo that were factual and expressive. Factual markers can be observed from formal aspects, while expressional markers are obtained from motion effects created by controlling the camera using slow motion techniques. The symbolic values conveyed in this Aksi Kamisan photo are the era of openness in conveying people’s opinions directly to the government, which can be seen as a symbol of cultural openness in the reform era. Ikonografi dan Ikonologi Foto Aksi Kamisan (13-2-2014) Karya Fanny Octavianus. Kehadiran fotografi tidak saja mengabadikan realitas dalam gambar (visual), namun juga nilai puitis dan atau bahasa gambar. Begitu juga dengan karya fotografi jurnalistik yang tercipta tidak sekadar berdasarkan momen atau peristiwa, tetapi dipengaruhi oleh pandangan, kemampuan keterampilan, dan faktor lain yang melekat pada diri fotografernya. Fotografer berhak menempatkan aspek filosofisnya berdasarkan kepentingan kebutuhan sekundernya. Penciptaan karya foto merupakan hasil dari integrasi kehidupan sosial, spiritual dan kebudayaan si pemotret, dalam konteks ini seperti yang dilakukan oleh Fanny Octavianus yang konsisten mendokumentasikan Aksi Kamisan yang dilakukan para aktivis untuk menuntut pemerintah menuntaskan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Konsistensi aksi Kamisan menjadi sebuah kekuatan yang menjadikan aksi ini penuh dengan nilai yang dapat diamati melalui tanda-tanda tersirat dalam setiap aksi yang dilakukan. Dari pemaparan tersebut, karya Fanny tentang Aksi Kamisan dikaji melalui tanda-tanda visual yang bersifat faktual dan ekspresional, tema dan konsep, dan juga dicari nilai simbolik yang ada dalam karya Fanny tersebut. Dalam melakukan penggalian dan pencarianini menggunakan metode sejarah seni dengan pendekatan Ikonografi dan Ikonologi Erwin Panofsky. Hasilnya, penelitian ini menemukan adanya berbagai penanda visual foto Aksi Kamisan yang bersifat faktual dan ekpresional. Penanda faktual dapat diamati dari aspek-aspek formal, sedangkan penanda ekspresional didapat dari efek gerak yang diciptakan dengan pengendalian kamera menggunakan teknik slow motion. Nilai-nilai simbolik yang disampaikan dalam foto Aksi Kamisan ini adalah era keterbukaan dalam menyampaikan pendapat rakyat langsung kepada pemerintah bisa dipandang sebagai simbol keterbukaan kultur era reformasi.
KARYA FOTOGRAFI DOKUMENTER TOPENG SEKURA DI KECAMATAN BATU BRAK, LAMPUNG BARAT: PEMBUATAN DAN APLIKASINYA Muhammad Medianto Saputra; Pitri Ermawati; Pamungkas Wahyu Setiyanto
Specta: Journal of Photography, Arts, and Media Vol 6, No 2 (2022): Specta: Journal of Photography, Arts, and Media
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/specta.v6i2.7649

Abstract

Artikel ini membahas penciptaan seni fotografi yang bertujuan menampilkan Topeng Sekura yang ada di kecamatan Batu Brak, Lampung Barat: pembuatan dan aplikasinya. Landasan penciptaan pada penciptaan tugas akhir ini yaitu fotografi dokumenter dan foto seri. Topeng Sekura yang terbuat dari bahan kayu pohon kapas pada awalnya digunakan sebagai penutup identitas seseorang pada saat perang saudara antara Kerajaan Sekala Brak melawan empat Maulana yang berasal dari Kerajaan Pagaruyung. Topeng Sekura dalam perkembangannya digunakan pada saat acara Pesta Sekura Cakak Buah yang diadakan di bulan Syawal untuk merayakan kemenangan setelah berperang melawan hawa nafsu di bulan Ramadhan. Perkembangan Topeng Sekura tidak hanya sebuah topeng saja, tetapi sudah berkembang menjadi buah tangan bagi para wisatawan seperti gantungan kunci dan trofi, serta menjadi sebuah Tari Sekura yang dapat ditampilkan pada acara tertentu di Lampung Barat. Saat ini tersisa dua orang saja yang masih aktif dalam pembuatan Topeng Sekura di Lampung Barat, yaitu Paman Wayak dan Paman Mexsi. Visualisasi karya foto akan mengemukakan Topeng Sekura dari mulai tugu sejarah yang ada di Lampung Barat, proses produksi, perkembangannya saat ini, hingga Pesta Sekura Cakak Buah yang diadakan dibulan Syawal.This article discusses the creation of the art of photography which aims to display the Sekura Mask in Batu Brak sub-district, West Lampung: its creation and application. The basis for the creation of this final project is documentary photography and photo series, to narrate a culture originating from Batu Brak District, West Lampung, namely Topeng Sekura. Various historical and historical values are the background for the existence of the Sekura Mask in Batu Brak District, West Lampung. Sekura masks made of cotton tree wood were originally used as a cover for one’s identity during the civil war between the Sekala Brak Kingdom and four Maulanas from the Pagaruyung Kingdom. The Sekura Mask in its development was used during the Sekura Cakak Buah Sekura event which was held in the month of Shawwal to celebrate victory after fighting against lust in the month of Ramadan. The development of the Sekura Mask is not only a mask, but has developed into souvenirs for tourists such as key chains and trophies, as well as a Sekura Dance that can be displayed at certain events in West Lampung. Currently there are only two people who are still active in making Sekura Masks in West Lampung, namely Uncle Wayak and Uncle Mexsi. The visualization of the photograph will show the Sekura Mask from the historical monument in West Lampung, the production process, its current development, to the Sekura Cakak Buah Festival which is held in the month of Shawwal.
OJEK DIFA BIKE YOGYAKARTA DALAM FOTOGRAFI SERI Eva Anggar Sari; Pamungkas Wahyu Setiyanto; Pitri Ermawati
Specta: Journal of Photography, Arts, and Media Vol 7, No 1 (2023): Specta: Journal of Photography, Arts, and Media
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/specta.v7i1.9049

Abstract

Pelayanan publik di bidang transportasi bagi penyandang difabel masih kurang dapat diakses. Maka, diperlukan inovasi pelayanan publik bagi penyandang difabel berupa sarana transportasi roda tiga yang didesain khusus sesuai kebutuhan difabel dengan tingkat keramahan dan kenyamanan. Penciptaan karya seni fotografi ini terfokus pada ojek Difa Bike yang memberikan layanan mobilitas untuk para difabel dan memberikan informasi tentang ojek difabel yang mandiri sehingga menjadi solusi transportasi tidak hanya terbatas pada penyandang difabel. Penciptaan karya dibuat dalam bentuk fotografi seri untuk menarasikan ojek difabel Difa Bike. Foto seri yang dibuat ialah aktivitas berdasar teori kemandirian intelektual, sosial, emosi, dan ekonomi, dengan menerapkan panduan foto yang menghasilkan rangkaian foto berisi deskripsi berdasarkan tema atau topik tertentu yang sama, yaitu ojek difabel. Metode penelitian yang digunakan adalah observasi, eksplorasi, ekspermentasi, dan perwujudan. Tahap observasi dilakukan secara langsung untuk mengetahui kegiatan Difa Bike, sedangkan tahapan eksplorasi proses membangun hubungan sosial dilakukan kepada pemilik, para anggota, dan keluarga Difa Bike. Setelahnya, tahapan eksperimentasi dilakukan dengan perencanaan konsep yang terdiri dari ide dan teknik pemotretan serta alat dan bahan. Tahap perwujudan karya seni fotografi dilakukan dengan metode foto seri yang hasilnya berupa karya foto seri berupa karya foto yang memvisualkan aktivitas ojek Difa Bike yang mandiri.Difa Bike Yogyakarta Motorcycle-Taxi in Photo Series.  Public services in the field of transportation for persons with disabilities are still inaccessible. Thus, it is necessary to innovate a three-wheeled transportation facility mainly designed for people with disabilities with a sense of friendliness and comfort. The creation of this photographic artwork focuses on Difa Bike motorcycle taxis which provide mobility services for people with disabilities and provide information about independent disabled motorbike taxis so that this becomes a transportation solution that is not only limited to people with disabilities but can be accessed by ordinary people as well. The work was created as a photography series to narrate the Difa Bike motorcycle taxi. The photo series created was an activity based on the theory of intellectual, social, emotional, and economic independence by applying a photo guide that produces a series of photos containing descriptions based on the same theme or topic, namely motorcycle taxis with disabilities. The methods of observation, exploration, experimentation, and manifestations were applied. The observation stage was carried out directly to find out the activities of the Difa Bike. Exploration stages are carried out to build social relations with the owner and members, and families of Difa Bike. After that, the experimentation stage was carried out to concept planning consisting of shooting ideas and techniques as well as tools and materials. The embodiment stage of the photographic artwork carried out using the photo series method. The result of the creation is a series of photo works that visualise the activities of the independent Difa Bike motorcycle taxi.