Suliyanti Pakpahan
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

ANALISIS PARAMETERGEO-ATMOSFERIK DAN GEOKIMIA SEBAGAI PREKURSOR GEMPABUMI DI PELABUHAN RATU, SUKABUMI Suliyanti Pakpahan; Boko Nurdiyanto; Drajat Ngadmanto
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 15, No 2 (2014)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (334.063 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v15i2.177

Abstract

Monitoring parameter geo-atmosferik dan geokimia sebagai perpaduan dari monitoring emisi gas radon, suhu udara permukaan, suhu dan kelembaban tanah dilakukan di Stasiun Observatori Geofisika Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat untuk mengetahui hubungannya dengan aktivitas gempabumi. Penelitian di Indonesia mengenai hubungan parameter geo-atmosferik dan geokimia dengan prekursor gempabumi baru pertama kali dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (Puslitbang BMKG). Monitoring gas radon, suhu, dan kelembaban tanah dilakukan menggunakan sistem monitoring radon RAD7 dengan sensor soil gas probe yang ditanam pada kedalaman 1,2 meter. Data pengamatan suhu permukaan adalah suhu maksimum dan minimum yang tercatat menggunakan termometer air raksa. Anomali radon, suhu, dan kelembaban dikorelasikan dengan kejadian gempabumi yang memenuhi radius zona manifestasi prekursor berdasarkan penelitian Dobrovolsky. Hasil analisis parameter geo-atmosferik menunjukkan adanya penurunan sebesar 5,3°-13° yang diikuti kenaikan sebesar 6°-8,2° pada nilai Tmax-Tmin suhu permukaan. Sementara untuk analisis geokimia menunjukkan adanya kenaikan gas radon sebesar 1,5-60 kali dari nilai normalnya, kenaikan kelembaban sebesar 6%-21%, dan kenaikan suhu tanah 1,5°-3,2° yang diikuti penurunan sebesar 1,5°-4°.  Anomali geo-atmosferik dan geokimia yang diduga sebagai prekursor gempabumi terdeteksi 3-30 hari sebelum gempabumi sehingga parameter ini termasuk dalam prekursor jangka pendek yang berhubungan dengan proses deformasi di wilayah pengamatan sebelum gempabumi. Monitoring of geo-atmospheric and geochemical parameters, as a combination monitoring of radon emission, surface air temperature, and soil temperature and humidity, located in Geophysical Observatory Station Pelabuhan Ratu, Sukabumi, West Java, to determine its relation with the earthquake. In Indonesia, it was the first research of earthquake precursors using these methods, conducted by Research and Development Center, Indonesian Agency of Meteorology Climatology and Geophysics. Monitoring of radon, soil temperature and humidity using RAD7 radon monitoring system where probes sensor are placed at 1.2 meters below land surface. The maximum and minimum air temperature recorded by a mercury thermometer. The anomalies of radon, temperature, and humidity are correlated with the occurrence of earthquakes within a radius of precursor manifestation zone, refer to Dobrovolsky's research. The results of analysis show a decrease of 5.3°-13° which followed by an increase of 6°-8.2° on the surface temperature; an increase of radon gas at 1.5-60 times of the normal value, the increase of humidity ranged on 6% -21%, and the soil temperature rise of 1.5°-3.2° followed by a decrease of 1.5°-4°. Geo-atmospheric and geochemical anomalies indicated as precursors detected 3-30 days before the earthquake and categorized as short-term precursors that associated with the deformation process in the observation region before the earthquake.
IMPLEMENTASI PERHITUNGAN RECEIVER FUNCTION UNTUK GEMPA JAUH (TELESEISMIC) MENGGUNAKAN MATLAB Wiwit Suryanto; Boko Nurdiyanto; Suliyanti Pakpahan
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 11, No 1 (2010)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1206.63 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v11i1.64

Abstract

Telah dilakukan pemodelan receiver function untuk data teleseismik yang direkam oleh stasiun pengamatan gempabumi 3 komponen. Perhitungan dekonvolusi dalam perhitungan receiver function ini dilakukan dalam domain frekuensi. Pemodelan dilakukan dalam sistem MATLAB. Program dapat berjalan dengan efisien, dan waktu yang diperlukan untuk perhitungan untuk model 4 lapis adalah sekitar 1,2 detik dengan menggunakan komputer Intel Atom dengan memori 1 GB. Untuk model dengan 31 lapisan, diperlukan waktu perhitungan 1,9 detik. Efektifitas program ini memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut misalnya untuk keperluan inversi. Receiver function modeling for teleseismic earthquake has been implemented using MATLAB. The deconvolution process is carried out in the frequency domain for simplicity. The time required for calculating a four-layer model is about 1.2 seconds using Intel Atom 1 GB of memory. For a velocity model with 31 layers it takes 1.9 seconds using the same computer specification. The effectiveness of the program may used for other advance application especially for earth crustal inversion.
EFEK TAPAK LOKAL PADA DAERAH KERUSAKAN AKIBAT GEMPABUMI BOGOR 9 SEPTEMBER 2012 Drajat Ngadmanto; Pupung Susilanto; Boko Nurdiyanto; Suliyanti Pakpahan; Masturyono Masturyono
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 14, No 3 (2013)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (349.694 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v14i3.162

Abstract

Gempabumi bermagnitudo 4,8 SR mengguncang Bogor dan sekitarnya pada Minggu 9 September 2012.  Gempabumi ini berpusat di 6.70o LS dan 106,64o BT, dengan kedalaman 10 km. Akibatnya lebih dari 500 rumah dilaporkan mengalami kerusakan yang tersebar di Kabupaten Bogor dan Sukabumi. Kerusakan terparah terjadi di desa Cibunian dan Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek tapak lokal di daerah kerusakan akibat gempabumi Bogor 9 September 2012 berdasarkan pengukuran mikrotremor. Pengambilan data mikrotremor pada penelitian ini dilakukan di 13 titik di desa Cibunian dan Purwabakti yang merupakan daerah yang mengalami kerusakan paling parah akibat gempabumi Bogor. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan portable digital seismograph 3 komponen dengan durasi pengukuran selama 30 menit dan frekuensi sampling 100 Hz. Pengolahan data menggunakan metode HVSR (Horizontal to Vertical Spectrum Ratio) dengan software Geopsy. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa nilai frekuensi predominan (fo) di daerah penelitian berkisar antara 1,0 – 7,2 Hz, sementara itu variasi faktor amplifikasi (A) antara 1,0 – 4,1 dimana sebagian besar nilai < 3. Variasi nilai indeks kerentanan seismik (Kg) berkisar antara 0,4 – 8,9 yang menggambarkan bahwa daerah penelitian mempunyai tingkat kerentanan yang relatif rendah apabila terjadi gempabumi. Sedangkan nilai ground shear strain yang terhitung berkisar 2x10-4 – 3x10-3, yang mengindikasikan goncangan yang tidak terlalu besar di daerah penelitian.  Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan parah yang terjadi di beberapa lokasi, bukan karena fenomena efek tapak lokal, melainkan lebih dominan disebabkan oleh konstruksi dan kualitas bangunan yang kurang baik. On September 9, 2012, an M4.8 earthquake struck the Bogor region, in which the epicenter was determined by BMKG at 6.70°S and 106.64°E, with a depth 10 km. The earthquake affected more than 500 building in Bogor and Sukabumi were damage. The worst damage occurred in Cibunian and Purwabakti in Pamijahan District, Bogor. This research aims to determine the local site effect due to the Bogor earthquake based on microtremor measurements. Microtremor measurements conducted at 13 points in Cibunian and Purwabakti, using a digital portable seismograph 3 components with 30 minutes duration measurement and 100 Hz sampling frequency. Data processing use HVSR (Horizontal to Vertical Spectrum Ratio) method on Geopsy software. The results show that predominant frequency (fo) ranged from 1.0 to 7.2 Hz, while the variation of amplification factor (A) between 1.0 to 4.1 with most values <3. Variation of seismic vulnerability index value (Kg) ranged from 0.4 to 8.9 which illustrates that the study area has a relatively low level of earthquake vulnerability. The ground shear strain values varied from 2x10-4 to 3x10-3, which indicates that the shake is not too large. This suggests that the severe damage is not because of local site effects phenomenon, but more dominant due to the low quality of the building's strength and construction.