Rian Anggraeni
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PENGGUNAAN SKEMA KONVEKTIF MODEL CUACA WRF (BETTS MILLER JANJIC, KAIN FRITSCH DAN GRELL 3D ENSEMBLE) (Studi kasus: Surabaya dan Jakarta) Roni Kurniawan; Wido Hanggoro; Rian Anggraeni; Sri Noviati; Welly Fitria; Rahayu S. Sri Sudewi
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 15, No 1 (2014)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (712.812 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v15i1.170

Abstract

Pada kajian ini dilakukan evaluasi penggunaan beberapa skema konvektif pada model WRF (Weather Research and Forecasting) untuk prediksi cuaca di wilayah Indonesia. Terdapat tiga skema konvektif yang akan dievaluasi yaitu; skema konvektif cumulus BMJ (Betts Miller Janjic), KF (Kain Fritsch), dan GD (Grell 3D ensemble). Data yang digunakan untuk evaluasi adalah data curah hujan per 3 jam dan data angin per 12 jam (level ketinggian; permukaan, 850, 500, 250 mb) dari hasil pengolahan model WRF dan observasi selama periode bulan Agustus 2011 dan Februari 2012 di stasiun Juanda-Surabaya dan Cengkareng-Jakarta. Hasil verifikasi dari tiga skema konvektif pada model WRF terhadap data observasi menunjukkan bahwa untuk prakiraan curah hujan, penggunaan skema konvektif BMJ lebih baik dari skema KF dan GD, dan untuk prakiraan arah dan kecepatan angin skema BMJ dan GD relatif lebih baik dari skema KF. Berdasarkan analisis hasil verifikasi yang diperoleh, pemilihan skema konvektif cumulus BMJ cenderung lebih baik dari skema konvektif KF dan GD untuk di aplikasikan pada model WRF. In this study, the use of some convective schemes on the model WRF (Weather Research and Forecasting) for weather prediction in the Indonesian region has been evaluated. There are two models evaluated; BMJ cumulus convective scheme (Betts Miller Janjic), KF (Kain Fritsch), and GD (Grell 3D ensemble). The data used in the evaluation are the 3 hourly rainfall data and the 12 hourly wind data (level height; surface, 850, 500, 250mb) from the WRF models and observation processing during August 2011 and February 2012 period at the Juanda-Surabaya and Cengkareng-Jakarta stations. The results of the verification of the three convective schemes in WRF models against observation data indicate that for precipitation forecasts, the application of the BMJ convective scheme is better than the KF and GD schemes, and for direction and wind speed forecast, BMJ and GD schemes are relatively better than the KF scheme. Based on the analysis of the verification results obtained, the selection of the BMJ cumulus convective scheme tends to be better than GD and KF convective scheme to be applied to WRF models.
PERBANDINGAN HASIL LUARAN MODEL PRAKIRAAN CUACA CONFORMAL-CUBIC ATMOSPHERIC MODEL (CCAM) TERHADAP ARPEGE DAN TLAPS Roni Kurniawan; Donaldi Sukma Permana; Rian Anggraeni; Kurnia Endah Komalasari
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 11, No 1 (2010)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1236.148 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v11i1.59

Abstract

Pada penelitian ini dilakukan perbandingan luaran model prakiraan cuaca CCAM terhadap luaran model prakiraan cuaca ARPEGE dan TLAPS untuk mengetahui performa dari model prakiraan cuaca CCAM di wilayah Indonesia. Data model global Global Forecasting System (GFS) digunakan sebagai data inisialisasi CCAM untuk prediksi. Cakupan data prediksi yang dibandingkan adalah periode tanggal 1 - 28 Februari 2009 mewakili kondisi musim hujan dan periode tanggal 1 – 31 Mei 2009 mewakili kondisi awal musim kering di Indonesia. Perbandingan dilakukan secara kualitatif dengan komparasi visual dan kuantitatif dengan menghitung nilai korelasi spasial menggunakan software Grid Analysis and Display System (GrADS) versi 1.8SL11. Diperoleh bahwa hasil luaran ketiga model tersebut memiliki pola yang hampir sama, meskipun ARPEGE dan TLAPS menunjukkan hasil yang sedikit lebih baik dari CCAM. Hal ini mungkin dikarenakan penggunaan data analisis ARPEGE dan TLAPS sebagai representasi data observasi. Nilai rata-rata spasial korelasi dan nilai rata-rata RMSE untuk kedua perbandingan tersebut masing-masing menunjukkan tren menurun dan tren meningkat seiring dengan bertambahnya panjang waktu prediksi. Untuk parameter angin zonal dan angin meridional diperoleh bahwa CCAM memiliki pola yang sama dengan ARPEGE dan TLAPS. Sedangkan, untuk parameter suhu permukaan dan MSLP masih terdapat perbedaan RMSE yang cukup signifikan. Disimpulkan bahwa luaran model CCAM mempunyai performa yang cukup baik sebagai model prakiraan cuaca pada skala regional di Indonesia, meskipun masih perlu dilakukan proses validasi dan perbaikan pengaturan model lebih lanjut. This research accomplished the comparison of weather forecast output of CCAM upon ARPEGE and TLAPS to examine the performance of CCAM in Indonesia region. The Global Forecasting System (GFS) model output was used as the initial condition of CCAM. The comparison was applied to the forecast output on 1-28 February 2009 which represents the rainy season and 1-31 Mays 2009 which represents the onset of dry season in Indonesia. The comparison was conducted qualitatively by image visual comparison and quantitatively by spatial correlation calculation using Grid Analysis and Display System (GrADS) software version 18SL11. The result showed that the output from the three models have almost similar pattern, however output of ARPEGE and TLAPS were fairly better than CCAM. This result might emerge from the use of the ARPEGE and TLAPS data analysis as representation of observation data. The average spatial correlation showed a decreasing trend pattern while the average of RMSE showed a rising trend pattern along with the increasing of prediction time length. For zonal and meridional wind, it was found of having similar pattern as ARPEGE and TLAPS results. While for surface temperature and MSLP parameters, it was found of a significant difference in RMSE. As conclusion, CCAM has showed a fairly good performance upon generating weather forecast at regional scale in Indonesia, though there is still need to be improved further model tunning and validation.
APLIKASI METODE ENSEMBLE MEAN UNTUK MENINGKATKAN RELIABILITAS PREDIKSI HyBMG Kurnia Endah Komalasari; Yuaning Fajariana; Tri Astuti Nuraini; Rian Anggraeni
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 17, No 1 (2016)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v17i1.381

Abstract

Tingginya variasi curah hujan di Indonesia mengakibatkan sulit untuk menentukan model prakiraan iklim yang memiliki validitas dan reliabilitas terbaik. Penelitian ini dilakukan untuk  mendapatkan model prakiraan iklim dengan akurasi yang lebih baik dengan menggunakan metode ensemble mean. Metode ensemble mean menggabungkan hasil prediksi dari empat model prakiraan iklim berbasis statistik yang terintegrasi ke dalam software HyBMG, yaitu ARIMA, ANFIS, Wavelet ANFIS, dan Wavelet ARIMA.  Berdasarkan hasil uji coba terhadap data curah hujan dari tahun 2003-2012, ensemble mean dapat meningkatkan performa dari hasil prakiraan iklim dengan single method; hasil prakiraan iklim untuk metode ARIMA dapat meningkat hingga 44.4%, ANFIS 43.4%, Wavelet ARIMA 55.6%, dan Wavelet ANFIS hingga 58.6%. The high rainfall variability in Indonesia makes it difficult to determine the climate forecast models that have the best reliability and validity. This study was conducted to obtain climate forecasting model with better accuracy using the ensemble mean. This method combines prediction results from four statistical climate models integrated within the HyBMG software, i.e. ARIMA, ANFIS, ANFIS Wavelet and Wavelet ARIMA. Based on test results of the 2003-2012 rainfall data, the ensemble mean method is proven to improve the performance of climate forecasts results with only one single method; for ARIMA the improvement is up to 44.4%, ANFIS 43.4%, ARIMA Wavelet 55.6%, and Wavelet ANFIS 58.6%.
APLIKASI METODE ENSEMBLE MEAN UNTUK MENINGKATKAN RELIABILITAS PREDIKSI HyBMG Kurnia Endah Komalasari; Yuaning Fajariana; Tri Astuti Nuraini; Rian Anggraeni
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol. 17 No. 1 (2016)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v17i1.381

Abstract

Tingginya variasi curah hujan di Indonesia mengakibatkan sulit untuk menentukan model prakiraan iklim yang memiliki validitas dan reliabilitas terbaik. Penelitian ini dilakukan untuk  mendapatkan model prakiraan iklim dengan akurasi yang lebih baik dengan menggunakan metode ensemble mean. Metode ensemble mean menggabungkan hasil prediksi dari empat model prakiraan iklim berbasis statistik yang terintegrasi ke dalam software HyBMG, yaitu ARIMA, ANFIS, Wavelet ANFIS, dan Wavelet ARIMA.  Berdasarkan hasil uji coba terhadap data curah hujan dari tahun 2003-2012, ensemble mean dapat meningkatkan performa dari hasil prakiraan iklim dengan single method; hasil prakiraan iklim untuk metode ARIMA dapat meningkat hingga 44.4%, ANFIS 43.4%, Wavelet ARIMA 55.6%, dan Wavelet ANFIS hingga 58.6%. The high rainfall variability in Indonesia makes it difficult to determine the climate forecast models that have the best reliability and validity. This study was conducted to obtain climate forecasting model with better accuracy using the ensemble mean. This method combines prediction results from four statistical climate models integrated within the HyBMG software, i.e. ARIMA, ANFIS, ANFIS Wavelet and Wavelet ARIMA. Based on test results of the 2003-2012 rainfall data, the ensemble mean method is proven to improve the performance of climate forecasts results with only one single method; for ARIMA the improvement is up to 44.4%, ANFIS 43.4%, ARIMA Wavelet 55.6%, and Wavelet ANFIS 58.6%.