Desak Nyoman Seniwati
Universitas Hindu Indonesia

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

KETERLIBATAN DESA ADAT DALAM PENGELOLAAN OBJEK WISATA TUKAD UNDA DI DESA PAKSEBALI KECAMATAN DAWAN KABUPATEN KLUNGKUNG I Gusti Ayu Ngurah; Desak Nyoman Seniwati; Ida Bagus Gede Sasmara
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol 5 No 1 (2022): Vidya Wertta: Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini membahas perihal peran Desa Adat Paksebali Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung dalam pengelolaan obyek wisata. Ada beberapa persoalan yang dibahas yakni hambatan desa adat dalam pengelolaan obyek wisata dan strategi yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan metode observasi, wawancara, dan studi dokumen. Analisis dilakukan secara deskriptif. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara maka dapat dijelaskan sebagai berikut: Peran Desa Adat Paksebali dalam pengelolaan Obyek Wisata Kali Unda sangat besar. Pada awal tahun 2017 pengelolaan meliputi perencanaan, pemeliharaan tempat, kebersihan, dan keamanan. Dalam perjalanannya, ada beberapa hambatan yang dirasakan oleh Desa Adat Paksebali yakni sulitnya mengajak masyarakat ikut bersama-sama memelihara, mengayomi dan menjaga obyek wisata tersebut. Strategi yang diterapkan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia, peningkatan program promosi, peningkatan fasilitas sarana dan prasarana serta pengembangan kerjasama dengan lembaga-lembaga lain atau kelompok masyarakat sekitar. Hal ini dilakukan agar pengelolaan dapat berjalan dengan maksimal sehingga akan menimbulkan dampak yang baik bagi keberlangsungan kehidupan sosial dan ekonomi di lingkungan sekitar Wisata Kali Unda.
PLURALISME UMAT BERAGAMA DI DESA EKASARI, KECAMATAN MELAYA, KABUPATEN JEMBRANA Ni Made Sukrawati; Desak Nyoman Seniwati; I Gusti Ayu Ngurah
DHARMASMRTI: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan Vol 22 No 1 (2022): Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan
Publisher : Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/ds.v22i1.2752

Abstract

Tulisan ini membahas kehidupan masyarakat yang sangat plural, baik perbedaan karena suku, bahasa, budaya, adat-istiadat, terlebih-lebih perbedaan paham dan agama, sangat rawan timbulnya konflik dan pertentangan. Di bidang kehidupan agama, sikap intoleransi dan saling bermusuhan, bisa saja timbul karena terjadinya gesekan-gesekan akibat perbedaan paham, penyebarluasan paham agama, ataupun pelaksanaan ibadat oleh masing-masing pemeluk agama. Hal tersebut terlihat dalam penulisan artikel ini yang berlokus di Desa Ekasari. Moderasi yang terjalin hingga kini tidak terlepas dari histori sosial. Dari sejarah Desa Ekasari dapat diketahui bahwa umat Hindu lebih dulu mendiami desa ini, kemudian disusul umat Katolik. Akan tetapi, kedatangan umat Katolik di desa ini murni karena migrasi penduduk dari Abianbase, Dalung, bukan karena perintah raja atau perang melawan VOC. Artinya, ikatan sejarah tersebut lebih didasari kerja sama sosial antara umat Hindu dan umat Katolik dalam membangun Desa Ekasari dari wilayah hutan menjadi seperti sekarang. Dengan kata lain, sejarah sosial lebih dominan dibandingkan sejarah politik, walaupun fakta sejarah ini dipandang juga berpengaruh terhadap kerukunan hubungan umat beragama di Desa Ekasari. Karya ilmiah ini menggunakan metode kualitatif, dengan menggunakan analisa deskriptif pendekatan interpretatif. Adapun rangkaian tahapan tersebut adalah mereduksi data, mendisplay data, memverifikasi data dan menginterpretasi data penelitian. Pluralisme di Desa Ekasari telah terjadi sejak puluhan tahun dan masih menjadi sejarah sosial proses keberagaman mereka dalam bidang agama. Toleransi tinggi mereka terapkan guna menjadi pusat percontohan dalam membangun sebuah moderasi. Adapun yang melatarbelakangi internalisasi pluralisme di Desa Ekasari meliputi sejarah sosial, kesepahaman ideologis, dan faktor didaktis yang mendasari dan memperkuat dalam menjaga toleransi yang sesuai dengan semboyan Pancasila yaitu “Bhineka Tunggal Ika”.
Reinterpretasi Makna Budaya Sungkem Sebagai Ajaran Budi Pekerti Dalam Sloka Sarasamuccaya A. A. Kade Sri Yudari; Ni Wayan Karmini; Desak Nyoman Seniwati
Jurnal Penelitian Agama Hindu Vol 6 No 3 (2022)
Publisher : Jayapangus Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.01 KB) | DOI: 10.37329/jpah.v6i3.1672

Abstract

Bali’s an island that’s closely related to various local wisdoms including the procedures for behavings including through sungkem. The values of hospitality and morality in tradition are characteristic of culture the archipelago. The concept of sungkem Hinduism means respect for the catur guru. In everyday life it’s implemented as a tradition that a noble meaning but is now rarely applied, especially in Bali. This research aims to examine and reinterpret the meaning of sungkem as the application of the teachings character as stated in the Sarasamuccaya Sloka. Writing research using qualitative methods with descriptive-interpretative exposure techniques. Through the paradigm of social behavior, supported by a literary anthropological approach as an analytical tool, it shows a more transparent description of the object in a narrative manner. The results of the study found that the sungkem tradition research carried out in the Sugeng Wiyosan ritual at the Mancawarna Palace has an implementation meaning as an ethical teaching for millennial youth who are allegedly prone to moral degradation. The Sungkem culture is also an effort to protect the environment and strengthen family ties. By reviving and preserving ancestral traditions full of positive values, it can shape the character and maintain the dignity of the younger generation from an early age as mentioned in several verses of the Sarasamuccaya Sloka. Recommendations adrresed to the wider community regarding the internalization of the meaning of mutual respect among God’s creature as Tri Hita Karana should always be echoed both individually and in groups to prevent exposure to the negative currents of globalization among young people.  
PELAKSANAAN OTONAN DI KOTA DENPASAR I Gusti Ayu Ngurah; Desak Nyoman Seniwati
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol 2 No 1 (2019): Vidya Wertta, Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (365.198 KB) | DOI: 10.32795/vw.v2i1.324

Abstract

Upacara otonan merupakan tradisi yang bersifat turun temurun. Pawetonan merupakan salah satu dari upacara manusa yadnya yang bertujuan untuk memperingati hari kelahiran berdasarkan wara dan wuku dan yang terpenting adalah untuk meningkatkan kesucian jasmani dan rohani. Upacara otonan sangat perlu dilaksanakan karena dengan merayakan upacara otonan kita dapat memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas perkenan-Nya jiwatma bisa menjelma kembali menjadi manusia serta melalui upacara otonan kita mohon keselamatan dan kesejahtraan dalam menempuh kehidupan. Otonan yang dirayakan setiap enam bulan sekali, tidak mesti dibuatkan upacara yang besar dan mewah. Yang terpenting adalah nilai rohaninya, sehingga nilai tersebut dapat mentranspormasikan pencerahan kepada setiap orang yang melaksanakan otonan.
PERKAWINAN NGUBENG DI DESA PAKRAMAN PENATARAN DESA MUNDEH KAUH KECAMATAN SELEMADEG BARAT KABUPATEN TABANAN Desak Nyoman Seniwati
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol 2 No 2 (2019): Vidya Werta, Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (305.556 KB) | DOI: 10.32795/vw.v2i2.396

Abstract

Artikel ini membahas tentang Perkawinan Ngubeng di Desa Pakraman Penataran. Poin yang diangkat adalah proses perkawinan ngubeng, bentuk dan sarana upakara yang digunakan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data terdiri dari observasi non partisipan, wawancara tokoh adat dan agama, dan studi kepustakaan. Berdasarkan itu, didapatkan penjelasan yakni perkawinan Ngubeng dilakukan karena pihak perempuan tidak mendapat restu dari kedua orang tua, sehingga perkawinan tetap dilaksanakan dengan perwalian adat saja. Proses pelaksanaan Perkawinan Ngubeng di Desa Pakraman Penataran adalah sebagai berikut : 1) Mapadik, yaitu acara awal perkawinan dimana keluarga pihak laki-laki (purusa) mengambil inisiatif meminta si gadis, untuk dikawinkan dengan anak prianya. 2) Setelah mendapat jawaban disetujui atau tidak, seperti terjadinya perkawinan ngubeng yang sudah jelas tidak ada persetujuan dari pihak orang tua si gadis, maka tindakan yang dilakukan adalah melarikan anak gadisnya tanpa sepengetahuan orang tuanya. 3) Prosesi upacara yang dilaksanakan di rumah mempelai pria diantaranya natab banten byakala, pakala-kalaan, dan pejati 4). Ngandeg, yaitu memberitahukan kepada keluarga wanita bahwa anak gadisnya telah kawin, sebagai tanda bukti biasanya ada surat keterangan dari si wanita bahwa ia kawin berdasarkan saling mencintai, tanpa ada unsur paksaan.
TRADISI MELUKAT PADA KEHIDUPAN PSIKOSPIRITUAL MASYARAKAT BALI Desak Nyoman Seniwati; I Gusti Ayu Ngurah
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol 3 No 2 (2020): Vidya Wertta, Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Air merupakan prinsip dasar segala sesuatu, dasar bumi adalah air. Air menjadi pangkal pokok dan segala yang ada di alam semesta, sehingga siklus air dimuliakan dalam sebuah peradaban. Air memenuhi segala ruang dan mengalir dari dataran tinggi ke daratan yang rendah. Air dikatakan memiliki kemampuan merekam dan menerima kata-kata yang disampaikan melalui doa, sehingga energi air diperlukan, utamanya dalam terapi kesehatan, baik dalam penyembuhan fisik maupun psikis. Air yang didoakan dengan lantunan puja dan mantra akan memberikan respon, sehingga terjadilah sinkronisasi antara alam mikrokosmos dengan alam makrokosmos, untuk tercapainya suatu tujuan, sesuai doa yang dimohonkan, tentunya ditambah dengan suatu keyakinan.
NULAK DAMAR DALAM USABA SAMBAH DI DESA ADAT TENGANAN DAUH TUKAD KECAMATAN MANGGIS, KABUPATEN KARANGASEM I Gusti Ayu Ngurah; Desak Nyoman Seniwati; I Ketut Serita
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol. 4 No. 1 (2021): Vidya Wertta: Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/vw.v4i1.1716

Abstract

Artikel ini fokus membahas upacara nulak damar dalam Usaba Sambah di Desa Adat Tenganan, Karangasem Bali. Penelitian ini bertujuan untuk memahami lebih mendalam tentang upacara nulak damar dalam usaba sambah, bagaimana prosesi dan bentuk upacara tersebut. Rancangan penelitian yang digunakan bersifat kualitatif deskriptif. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dengan teknik participant observation dan wawancara. Upacara nulak damar dalam usaba sambah adalah bentuk keyakinan religi kuno, namun demikian tetap ada pengaruh dari konsep-konsep beragama pada masa setelah majapahit. Salah satu tujuan pelaksanaan upacara nulak damar dalam usaba sambah adalah untuk melestarikan tradisi yang terus berlangsung sampai saat ini yaitu tradisi meteruna dan medaha, menyerupai upacara menek kelih.
REFLEKSI TOKOH FIRDAUS DALAM NOVEL “PEREMPUAN DI TITIK NOL” PADA KEHIDUPAN PEREMPUAN DI BALI Desak Nyoman Seniwati; Ni Ketut Sukiani; I Gusti Ayu Ngurah
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol 5 No 1 (2022): Vidya Wertta: Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini berupaya menggambarkan refleksi antara tokoh Firdaus dalam Novel Perempuan di Titik Nol dengan kehidupan perempuan di Bali yang mengalami bias gender karena menganut sistem patriarki. Peneliti melihat perempuan Bali terjerat dalam mitos-mitos yang dibuat untuk membatasi dirinya. Para perempuan Bali juga mengalami peran kerja ganda yang meskipun mereka tidak merasa terbebani tetapi mereka tetap merasakan tekanan. Penelitian ini menggunakan teori wacana dan gender. Teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan cara observasi, studi pustaka dan studi dokumen. Analisis data dilakukan dengan Teknik interpretatif. Hasil penelitian yang didapatkan adalah ada persamaan secara umum yang terletak pada pencarian jati diri dengan mengandalkan diri sendiri tanpa identitas yang diberikan dan dibentuk oleh pihak lain, sebagaimana Firdaus yang menemukan nilai dirinya untuk menjadi pelacur, di Bali perempuan mencapai jati dirinya bisa dalam hal kesenian, pengetahuan, politik dan lain sebagainya yang dapat mereka masuki. Perbedaan antara tokoh Firdaus dan perempuan Bali terletak pada keyakinan dan bagaimana sistem budaya patriarki itu dijalankan yang tidak sesuai satu sama lain. Sehingga untuk mengikis bias gender diperlukan mindset perempuan itu sendiri dan faktor eksternal yaitu sosial-budaya, adat istiadat, negara, dan masyarakat itu sendiri untuk menghargai dan memberikan kesempatan kepada perempuan.
BENTUK DAN MAKNA PADMASANA ANGLAYANG PURA KENTEL GUMI DI KECAMATAN BANJARANGKAN, KABUPATEN KLUNGKUNG Desak Nyoman Seniwati; I Gusti Ayu Ngurah; Ida Bagus Ngurah
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol. 5 No. 2 (2022): Vidya Wertta: Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Agama Hindu pada dasarnya memiliki konsep Panca Sradha yaitu lima keyakinan, salah satunya ialah percaya dengan adanya Brahman (Tuhan). Dalam teologi Hindu dikenal Tuhan dan segala manifestasinya. Umat Hindu memiliki simbol-simbol suci Tuhan yang kini banyak dijumpai di Bali berupa Pelinggih-Pelinggih yang menjadi stana Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan). Satu dari banyaknya jenis Pelinggih adalah Padmasana yang juga memiliki jenis-jenis tertentu, salah satunya adalah Padmasana Anglayang. Studi ini berupaya menjelaskan makna filosofi Padmasana Anglayang dan bentukbentuknya. Lokasi studi yakni di Pura Agung Kentel Gumi Desa Tusan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Data dikumpulkan dengan observasi, wawancara dan studi dokumen. Berdasarkan hasil analisis dapat dijelaskan bahwa Padmasana Anglayang di Pura Agung Kentel Gumi Desa Tusan, memiliki 3 bagian. Bagian pertama adalah tepas (dasar) yang memiliki simbol bedawangnala, naga basuki, dan naga anantabhoga. Bagian kedua adalah batur (badan) terdapat pepalihan 7 dan hiasan Dewa Wisnu yang mengendarai Garuda diletakkan di bagian tengah belakang, sedangkan Angsa diletakkan di bagian atas belakang dan di bawah patung garuda terdapat simbol Boma. Fungsi Padmasana Anglayang di Pura Agung Kentel Gumi Desa Tusan, adalah mampu menghantarkan doa atau keinginan para pemujanya langsung kepada Tuhan. Makna Padmasana Anglayang di Pura Agung Kentel Gumi, Desa Tusan, Banjarangkan, Kabupaten Kungkung adalah bahwa umat berusaha mempersatukan pemujaan kepada unsur kehidupan guna mendapatkan kesejahteraan atau anugerah agar dapat menjalankan kehidupannya dengan bahagia, sehingga bisa bersatu kembali dengan Ida Sang Hyang Widhi.
UPACARA PANGLUKATAN SAMPET SORONG DI DESA PAKRAMAN TEGAL BELODAN KECAMATAN TABANAN KABUPATEN TABANAN Desak Nyoman Seniwati; Ni Ketut Sukiani
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol. 6 No. 2 (2023): Vidya Wertta: Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/vw.v6i2.4967

Abstract

Ajaran agama Hindu mamandang bahwa yadnya merupakan korban suci, yakni korban suci yang dilandasi oleh kesucian hati, ketulusan dan tanpa pamrih. Salah satu tujuan yadnya adalah untuk membersihkan lahir dan bathin serta memelihara secara rohaniah hidup manusia, mulai dari terwujudnya jasmani di dalam kandungan sampai akhir hidup manusia itu. Dalam penerapannya pada kehidupan masyarakat Hindu di Bali, yadnya sangat dipengaruhi oleh adat dan tradisi. Seperti halnya yadnya dalam bentuk Upacara Panglukatan Sampet Sorong di Desa Pakraman Tegal Belodan, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan. Studi ini berupaya mengangkat panglukatan Sampet Sorong dalam perspektif agama dan kebudayaan. Upacara Penglukatan Sampet Sorong itu dilakukan dengan tujuan yang sangat positif, yakni menjadikan seseorang lebih sukses dalam hidupnya, yakni bisa hidup hemat, pandai dalam pelajaran, cakap, cerdas dan terampil serta sehat jasmani. Kata kunci: upacara, panglukatan, sampet sorong