Andalusia, Andalusia
Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Indonesia

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGUSAHA KERAJINAN TENUN SEBAGAI PENDORONG PEREKONOMIAN SUMATERA BARAT Andalusia, Andalusia; Nurfirmansyah, Nurfirmansyah
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 5, Nomor 1 Februari 2022
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/hukum bisnis bon.v5i1.5793

Abstract

Songket Weaving is one of the local cultural wisdoms for cloth products that have distinctive characteristics from West Sumatra. In fact, in the field, the benefits of songket woven fabric will become a regional characteristic so that it can increase the presence of products from West Sumatra, both nationally and internationally. The process of preserving the uniqueness and wisdom of local culture certainly requires optimization from the parties. Registration of Trademarks and Geographical Indications is very important to protect traditional products in each region. Intellectual Property Rights regulate Trademark Rights and Geographical Indications where the number of handicraft products from the region is countless. This legal research method is Juridical Empirical with descriptive and analytical approach. The results of this study are that the protection of West Sumatran songket handicraft business actors has been registered since 2018 on songket weaving from Silungkang, Sawahlunto. But the woven fabric from Balai Panjang, Payakumbuh is still registering the motif through copyright. Second, the role of the Regional Government continues to encourage the wisdom of local business actors through socialization, promotion, education, to registration with the Director General of Intellectual Property Rights so that no other party can admit it without the permission of the trade right holder. Such as the establishment of a woven fabric center in Balai Panjang, Payakumbuh and the existence of SK No.188.45/37/WAKO-SWL/2019 as a supervision of silungkang woven fabric products on the geographical indication rights
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM PERJANJIAN JUAL BELI PERUMAHAN DENGAN SISTEM PRE PROJECT SELLING DI SUMATERA BARAT Andalusia Andalusia; Linda Elmis; Neneng Oktarina
UNES Journal of Swara Justisia Vol 6 No 4 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (Januari 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v6i4.291

Abstract

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap orang disamping kebutuhan akan pangan (makanan) dan sandang (pakaian). Kebutuhan akan rumah beberapa tahun terakhir mengalami perkembangan yang sangat pesat salah satu faktor pendorongnya adalah besarnya jumlah penduduk. Pada kenyataannya terdapat persaingan yang sangat ketat antara para pengembang (developer) untuk menarik konsumen. Salah satunya dengan penjualan perumahan dengan sistem pre project selling. Dalam pelaksanaan penjualan perumahan dengan sistem pre project selling tidak berjalan sesuai dengan yang diperjanjikan para pihak, seperti adanya ketidaksesuaian antara apa yang diiklankan atau yang diperjanjikan oleh pengembang (developer) dengan kenyataan ketika rumah selesai dibangun sehingga hal tersebut dapat merugikan konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan jual beli dengan pre project selling survei lokasi, pembayaran biaya pemesanan (booking fee), melakukan BI Checking, pembayaran uang muka (down payment) dan akad. Permasalahan dalam pelaksanaan Permasalahan yang ditemui dalam pelaksanaan jual beli perumahan dengan sistem pre project selling, seperti pada perumahan Aldi Residen terdapat ketidaksesuaian yang diperjanjikan dengan kenyataan ketika rumah telah ditempati, seperti fasilitas yang disediakan berupa jalan beraspal, akan tetapi sampai sekarang jalannya belum diaspal. Hubungan hukum antara calon pembeli dengan pengembang dilandasi dengan perjanjian jual beli. Dalam hal ini pihak penjual (pengembang) berkedudukan sebagai penyedia perumahan dan konsumen sebagai pembeli. Bank sebagai penerima kuasa dari calon pembeli merupakan mitra dari pengembang
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PESERTA BPJS (BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL) PADA MASA PANDEMI COVID-19 DI SUMATERA BARAT Neneng Oktarina; Dian Bakti Setiawan; Andalusia Andalusia; Misnar Syam
UNES Journal of Swara Justisia Vol 6 No 4 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (Januari 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v6i4.296

Abstract

BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan merupakan lembaga jaminan kesehatan dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia,memiliki kedudukan yang sangat penting dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Keberadaan BPJS Kesehatan di Indonesia merupakan penggantian terhadap Askes (Asuransi Kesehatan) yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2014, yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. Pelaksanaan pelayanan kesehatan melalui BPJS Kesehatan yang diberlakukan terhadap PNS, Polri, Pensiunan dan Masyarakat saat ini mengalami keterbatasan bagi pemerintah di dalam memberikan perlindungan hukum dalam pelayanan kesehatan. Keterbatasan tersebut menimbulkan masalah tersendiri bagi pemerintah dalam memberikan pelayanan publik dalam rangka mewujudkan asas pemerintahan yang baik (Good Governance) sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Oleh sebab itu, perlu dirumuskan dan diketahui kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan melalui BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap pasien dan untuk mewujudkan Asas Pemerintahan yang Baik (Good Governance), khususnya pada masa menghadapi pandemi covid-19 di Indonesia, khususnya di Provinsi Sumatera Barat.
TANGGUNG JAWAB DEVELOPER TERHADAP KONSUMEN PADA AKAD KREDIT DALAN KREDIR PEMILIKAN RUMAH (KPR) DI SUMATRA BARAT Andalusia Andalusia
UNES Law Review Vol. 5 No. 4 (2023): UNES LAW REVIEW (Juni 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v5i4.702

Abstract

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap orang disamping kebutuhan akan pangan (makanan), sandang (pakaian). Di tengah lonjakan perekonomian tidak semua masyarakat dapat menempati rumah layak. Pemerintah dengan program sejuta rumah menyediakan fasilitas pembiayaan perumahan melalui metode Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pihak yang terlibat dalam pengajuan perumahan bersubsidi tidak hanya konsumen dan Bank Pelaksana, melainkan melibatkan perusahaan pembangunan perumahan atau yang dikenal dengan istilah developer. Konsumen akan melakukan akad (agreement) harus memenuhi tahap-tahap melalui permohonan kredit pemilikan rumah (KPR) Subsidi. Tetapi terdapatnya suatu permasalahan di lapangan seperti adanya kerusakan akan fasilitas, sarana dan prasarana hingga mengakibatkan pencemaran lingkungan. Metode penelitian berupa Yuridis Empiris dengan penelitian secara deskriptif melalui analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian bahwa, tanggung jawab developer setelah akad (agreement) berupa bertanggungjawab dengan jangka waktu atas ketentuan Bank Pelaksana baik permasalahan pada bangunan, kerusakan sarana dan prasarana hingga utilitas terhadap kelengkapan fisik bangunan. Kendala baik eksternal maupun internal yaitu pasifnya konsumen dalam melakukan pelaporan atas kerusakan dan developer harus melakukan penyediaan dana lebih dan tenaga buruh untuk melakukan perbaikan atas permasalahan dari bangunan perumahan bersubsidi tersebut.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM PERJANJIAN JUAL BELI PERUMAHAN DENGAN SISTEM PRE PROJECT SELLING DI SUMATERA BARAT Andalusia Andalusia; Linda Elmis; Neneng Oktarina
UNES Journal of Swara Justisia Vol 6 No 4 (2023): Unes Journal of Swara Justisia (Januari 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v6i4.291

Abstract

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap orang disamping kebutuhan akan pangan (makanan) dan sandang (pakaian). Kebutuhan akan rumah beberapa tahun terakhir mengalami perkembangan yang sangat pesat salah satu faktor pendorongnya adalah besarnya jumlah penduduk. Pada kenyataannya terdapat persaingan yang sangat ketat antara para pengembang (developer) untuk menarik konsumen. Salah satunya dengan penjualan perumahan dengan sistem pre project selling. Dalam pelaksanaan penjualan perumahan dengan sistem pre project selling tidak berjalan sesuai dengan yang diperjanjikan para pihak, seperti adanya ketidaksesuaian antara apa yang diiklankan atau yang diperjanjikan oleh pengembang (developer) dengan kenyataan ketika rumah selesai dibangun sehingga hal tersebut dapat merugikan konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan jual beli dengan pre project selling survei lokasi, pembayaran biaya pemesanan (booking fee), melakukan BI Checking, pembayaran uang muka (down payment) dan akad. Permasalahan dalam pelaksanaan Permasalahan yang ditemui dalam pelaksanaan jual beli perumahan dengan sistem pre project selling, seperti pada perumahan Aldi Residen terdapat ketidaksesuaian yang diperjanjikan dengan kenyataan ketika rumah telah ditempati, seperti fasilitas yang disediakan berupa jalan beraspal, akan tetapi sampai sekarang jalannya belum diaspal. Hubungan hukum antara calon pembeli dengan pengembang dilandasi dengan perjanjian jual beli. Dalam hal ini pihak penjual (pengembang) berkedudukan sebagai penyedia perumahan dan konsumen sebagai pembeli. Bank sebagai penerima kuasa dari calon pembeli merupakan mitra dari pengembang
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PESERTA BPJS (BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL) PADA MASA PANDEMI COVID-19 DI SUMATERA BARAT Neneng Oktarina; Dian Bakti Setiawan; Andalusia Andalusia; Misnar Syam
UNES Journal of Swara Justisia Vol 6 No 4 (2023): Unes Journal of Swara Justisia (Januari 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v6i4.296

Abstract

BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan merupakan lembaga jaminan kesehatan dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia,memiliki kedudukan yang sangat penting dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Keberadaan BPJS Kesehatan di Indonesia merupakan penggantian terhadap Askes (Asuransi Kesehatan) yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2014, yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. Pelaksanaan pelayanan kesehatan melalui BPJS Kesehatan yang diberlakukan terhadap PNS, Polri, Pensiunan dan Masyarakat saat ini mengalami keterbatasan bagi pemerintah di dalam memberikan perlindungan hukum dalam pelayanan kesehatan. Keterbatasan tersebut menimbulkan masalah tersendiri bagi pemerintah dalam memberikan pelayanan publik dalam rangka mewujudkan asas pemerintahan yang baik (Good Governance) sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Oleh sebab itu, perlu dirumuskan dan diketahui kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan melalui BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap pasien dan untuk mewujudkan Asas Pemerintahan yang Baik (Good Governance), khususnya pada masa menghadapi pandemi covid-19 di Indonesia, khususnya di Provinsi Sumatera Barat.
Konsep Bimbingan Perkawinan Pra Nikah Untuk Mengurangi Tingginya Perceraian Karena Reuni Di Sumatera Barat Andalusia Andalusia; Yasniwati Yasniwati
Nagari Law Review Vol 7 No 3 (2024): Nagari Law Review
Publisher : Faculty of Law, Andalas University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/nalrev.v.7.i.3.p.626-638.2024

Abstract

The incidence of divorce in Indonesia has once again surged. According to the Indonesian Statistics report, the total number of divorce cases in the nation reached 447,743 in 2021, marking a 53.50% increase from 2020's 291,677 cases. This report reveals that a larger proportion of wives initiate divorce proceedings compared to husbands. Specifically, 337,343 cases, or 75.34% of divorces, were a result of contested divorce, where the wife filed a lawsuit that was adjudicated by the Court. On the other hand, 110,440 cases, or 24.66% of divorces, stemmed from uncontested divorce, where the husband filed a petition that was decided by the Court. Geographically, West Java recorded the highest number of divorce cases in 2021 at 98,088, followed by East Java and Central Java with 88,235 and 75,509 cases respectively. The primary catalyst for divorce in 2021 was persistent conflicts and arguments, accounting for 279,205 cases. Additionally, economic factors, abandonment, domestic violence, and even polygamy were cited as reasons for divorce. Over the past five years, divorce trends in Indonesia have exhibited fluctuations, with the highest number of cases recorded in 2021, and the lowest in 2020. Notably, divorce rates experienced a significant spike from 2017 to 2019. West Sumatra ranks as the 10th province with the highest number of divorces in Indonesia, totaling 9,371 cases, comprising 2,372 divorces and 6,999 lawsuit divorces. This data raises concerns about the state of our community's households.
Pemenuhan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum Perumahan Subsidi di Padang Pariaman Andalusia; Rahmi Murniwati
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 5 No. 1 (2024): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v5i1.2892

Abstract

Rumah atau tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar bagi manusia (primer) karena tingginya angka kesenjangan antara kebutuhan rumah (demand) dengan penyediaan rumah (suply), pemerintah menyertakan pihak swasta untuk ikut berperan dalam pembangunan perumahan rakyat atau rumah subsidi. Perumahan subsidi adalah salah satu program pemerintah sebagai pemenuhan akan rumah terkhusus bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pasal 43 ayat (2) huruf D Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa “dalam melakukan pembelian rumah dilakukan setelah melalui persyaratan kepastian atas ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum.  Pada realitanya terjadi kecenderungan ada pengabaian oleh pelaku usaha/pengembang terhadap hak-hak konsumen, sehingga muncul adanya ketidakpuasan konsumen terhadap pelaku usaha/pengembang. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris (empirical research) dengan pendekatan undang-undang (statues approach) dengan mengkaji fakta-fakta pembangunan hingga pemanfaatan rumah subsidi di Kabupaten Padang Pariaman dengan Peraturan Walikota Kota Padang Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Permukiman. Hasil penelitian menjelaskan bahwa Pertama, Pemenuhan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum harus mengutamakan prinsip Keberpihakan dan keberlanjutan. Keberpihakan dan keberlanjutan sebagai jaminan hukum bagi Masyarakat Kota Padang untuk memenuhi kebutuhan papannya khususnya tempat tinggal. .Kedua, Terdapatnya permasalahan pada perumahan subsidi di wilayah Padang Pariaman baik Sarana, Prasarana, dan Utilitas Umum yang tidak memenuhi standar yang ditentukan dalam Peraturan Walikota Kota Padang Nomor 37 Tahun 2021. Akibat timbulnya tidak terpenuhinya standar yang ditentukan pada perwako nomor 37 Tahun 2021 bahwa perumahan subsidi di Padang Pariaman, Pemerintah tidak melakukan pengawasan dan pengendalian selama pengembang melakukan Pembangunan hingga pemanfaatan.
Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-XIX/2021 di Sumatera Barat Andalusia, Andalusia
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 5 No. 5 (2025): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v5i5.4868

Abstract

Keberadaan jaminan fidusia memiliki hubungan dengan lembaga pembiayaan yang sejatinya untuk mendapatkan kemudahan permodalan. Dalam Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan (yang selanjutnya disebut Perpres Lembaga Pembiayaan) dijelaskan bahwa Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Lembaga pembiayaan tersebut merupakan institusi yang menyediakan berbagai bentuk pembiayaan atau pinjaman kepada individu, perusahaan, atau pemerintah untuk berbagai keperluan. Salah satu dari jenis lembaga pembiayaan adalah perusahaan pembiayaan yang didirikan untuk melakukan kegiatan dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. Pihak lembaga pembiayaan tentu menginginkan debitur untuk memberikan jaminan sebagai alas keyakinan bahwa kreditur dapat memberikan kredit modal kepada debitur.  Dalam perjanjian jaminan merupakan bagian dari tambahan (accesoir) sebagai bentuk memberikan rasa aman kreditur. Dalam jaminan tambahan dapat berupa barang bergerak dimana barang itu tetap dipergunakan oleh debitur sebagai upaya untuk mencari modal demi membayar modal atau hutang kepada kreditur atau disebut Jaminan fidusia. Terdapat permasalahan hukum dimana setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-XIX/2021 yang menyatakan dalam eksekusi objek Jaminan fidusia harus berdasarkan penetapan pengadilan.  Hal ini, berpotensi menimbulkan permasalahan hukum yang akan terjadi bahkan akan menghambat kreditur untuk melakukan eksekusi jaminan fidusia.   Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat preskriptif dengan analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian ini menjelaskan, pertama,Pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia tersebut memberikan pengaruh terhadap Kreditur. Pengaruh itu disebabkan karena pasca Putusan MK Nomor 71/PUU-XIX/2021 mengharuskan pengalihan objek benda fidusia harus berdasarkan penetapan pengadilan. Disisi lain, memang akan memberikan bentuk perlindungan hukum terhadap debitor dari itikad buruk yang dilakukan oleh kreditur bila sewaktu-waktu melakukan eksekusi sepihak yang seolah-olah debitur tidak melaksanakan kewajibannya. Lalu, Keberadaan Putusan MK Nomor 71/PUU-XIX/2021  ingin memberikan rasa perlindungan hukum secara tegas bagi para pemohn bahwa kreditur tidak akan semena-mena melakukan eksekusi sepihak sebelum mendapat putusan pengadilan. Bentuk dari Putusan MK Nomor 71/PUU-XIX/2021 mengenai eksekusi jaminan fidusia berdasarkan penetapan hakim merupakan bagian dari penegakan hukum yang progresif dalam koridor Jaminan fidusia bagi debitur. Terkait eksekusi jaminan fidusia berdasarkan penetapan pengadilan merupakan penegakan hukum progresif kepada debitur tetapi dapat pula sebagai Langkah kemunduran penegakan hukum terhadap kreditur. Kedua, Putusan MK Nomor 71/PUU-XIX/2021 tidak hanya berbicara kendala dalam eksekusi suatu Jaminan fidusia oleh kreditur. Melainkan, dapat melanggar syarat perjanjian yaitu “Kesepakatan” antara para pihak dalam eksekusi jaminan tersebut. Bahkan, nilai jual suatu objek jaminan tersebut akan berpotensi mengalami penurunan semisalnya objek benda tersebut adalah kendaraan atau benda yang memiliki nilai jual yang mudah turun..Putusan MK Nomor 71/PUU-XIX/2021 tidak memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi kreditur bahkan menghambat pengembalian keuntungan karena harus menunggu penetapan hakim yang justru akan menurunkan nilai jual objek benda sebagai jaminan fidusia tersebut. Hal ini, justru ini akan memberikan ketidakpastian hukum kepada kreditur selaku pemberi pinjaman bahkan akan merugikan secara materiil karena harus menunggu putusan pengadilan dalam eksekusi jaminan.