Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan persoalan netralitas birokrasi pada awal reformasi pada pemilihan kepala daerah di Kota Depok tahun 2005-2010. Sebagian aparat birokrasi tidak bersikap profesional dan terkontaminasi dengan politik praktis dengan mendukung calon kepala daerah tertentu. Untuk menjelaskan fenomena tersebut, artikel ini menggunakan teori patron client dari beberapa ahli. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan menggunakan wawancara mendalam untuk mendapatkan data secara langsung dari responden terpilih yang dianggap mengetahui masalah penelitian. Data sekunder juga digunakan sebagai sumber informasi penelitian.Riset ini menemukan bahwa persoalan penting yang menyebabkan sebagian birokrasi belum bisa melepaskan dirinya dari politik praktis dan bersikap profesional sesuai tuntutan undang-undang kepegawaian adalah masih tumbuhnya kultur birokrasi patrimonial. Posisi kepala daerah yang merupakan pejabat pembina kepegawaian menjadi pemicu kooptasi birokrasi dalam politik praktis. Hubungan saling menguntungkan antara keduanya yang kemudian membentuk hubungan yang bersifat transaksional menjadi penghambat hadirnya birokrasi profesional.