Abd Rahman Hamid
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

KEBANGKITAN MANDAR ABAD XVI-XVII Abd Rahman Hamid
Pangadereng : Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 8, No 1 (2022)
Publisher : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36869/pjhpish.v8i1.220

Abstract

Artikel ini menjelaskan kebangkitan Mandar abad XVI-XVII dengan tiga fokus, yaitu faktor-faktor pendukung, dinamika, dan eksistensinya. Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Bahannya adalah sumber-sumber lokal yang dipadu dengan bahan pustaka yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebangkitannya ditunjang oleh faktor kekerabatan dan hubungan Mandar dengan Makassar. Dalam prosesnya memperlihatkan dua pola: Pertama, pola penyatuan pedalaman dan pesisir dari masa awal sampai terbentuk konfederasi Mandar (Pitu Babana Binanga dan Pitu Ulunna Salu); kedua, pola sekutu dan seteru dalam hubungan antarkerajaan di Mandar, hubungan dengan Makassar, Belanda, dan Bone. Persekutuan antara unit-unit politik kecil (tomakaka) dan kerajaan merupakan respon terhadap tantangan yang datang dari luar. Pihak yang menang (Balanipa, Sendana, Banggae, Pamboang, Mamuju, Tapalang, dan Binuang) menentukan nasib pihak yang kalah (Passokkorang). Karena faktor ikatan kerabat, rakyat dari pihak yang kalah dapat diterima oleh pihak yang menang. Ini menunjukkan bahwa faktor kultural lebih efektif menjaga kelanjutan hubungan antarkelompok dan kerajaan. Wilayah konfederasi Mandar dijadikan batas Provinsi Sulawesi Barat pada 2004.
MEMBANGUN BANDA SEBAGAI KOTA WARISAN DUNIA (WORLD HERITAGE SITES) SAMUEL P.RITIAUW; MUHAMMAD FARID; ABD. RAHMAN HAMID
PARADIGMA: Jurnal Ilmu Pendidikan dan Humaniora Vol 5 No 1 (2019): PARADIGMA : Jurnal Ilmu Pendidikan dan Humaniora
Publisher : PARADIGMA: Jurnal Ilmu Pendidikan dan Humaniora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan kota Banda Naira sebagai salah satu Situs Warisan Budaya Dunia (world heritage sites) oleh UNESCO, mulai dari tahap perencanaan, implementasi sampai tahap evaluasi. Situs Warisan Budaya Dunia adalah sebuah tempat budaya dan lokasi Alam, atau dapat pula berupa benda yang memiliki arti penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Program Unesco-PBB ini bertujuan untuk mengkatalog, menamakan, dan melestarikan tempat-tempat yang sangat penting agar menjadi warisan manusia dunia. Kecamatan Banda Naira adalah sebuah kepulauan kecil di wilayah Kabupaten Maluku Tengah. Meskipun berukuran kecil, Banda memiliki sejumlah cagar budaya dunia berupa bangunan kolonial abad ke-17 dan ke-18, dan hamparan laut luas dengan terumbu karang terbaik dunia. Pada tahun 2016 Banda Naira masuk dalam kategori usulan PBB-Unesco sebagai wilayah dengan potensi Warisan Budaya Dunia yang sangat lengkap dan unik, yaitu perpaduan antara kategori situs budaya dan situs alam menyatu dalam wilayah yang sama. Penelitian ini dilakukan selama 5 (lima) bulan, yang berlokasi di kota Naira, tepatnya di Desa Nusantara sebagai pusat kota Banda Naira, Kabupaten Maluku Tengah. Riset menggunakan metode deskriptif-kualitatif, yaitu suatu pendekatan terhadap pemecahan masalah berdasarkan data-data, dan dianalisis dan diinterpretasi dalam bentuk komparatif dan korelatif. Adapun fokus utama penelitian ini diarahkan kepada bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan Kota Banda menuju Status Warisan Budaya Dunia melalui keterlibatan mereka dalam 4 (empat) tahap, yaitu: (1) Tahap Assesment, (2) Tahap Kegiatan, (3) Tahap Implementasi Program, (4) Tahap Evaluasi. Penelitian ini menghasilkan; (1) historisitas orang Banda dari masa ke masa (2) dan adanya persepsi positif dari warga Banda yang mengenal cukup baik persoalan warisan budaya dunia, (3) Relatif tingginya partisipasi masyarakat Banda dalam upaya mempersiapkan status kota Banda sebagai warisan dunia.
PRAKTIK MODERASI DI JALUR REMPAH NUSANTARA: MAKASSAR ABAD XVI – XVII Abd Rahman Hamid
Pangadereng : Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 8, No 2 (2022)
Publisher : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36869/pjhpish.v8i2.285

Abstract

Artikel ini bertujuan menjelaskan tentang praktik moderasi di jalur rempah Nusantara, khususnya Makassar pada abad XVI-XVII. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode sejarah ditemukan kisah yang sangat gemilang dalam hubungan Islam dan Kristen. Menurut teori balapan, persaingan dan permusuhan sengit antara penganut dua agama itu, seperti kasus Malaka, Jawa, dan Maluku, tidak terjadi di Makassar. Sejak abad XVI, penguasa Makassar sangat terbuka dengan semua bangsa dan penganut agama sehingga terjalin hubungan harmonis dengan Muslim Melayu dan Kristen Portugis. Praktik ini membuat Makassar terlambat menerima Islam pada awal abad ketujuh belas dibandingkan dengan Ternate dan Buton pada abad XV dan XVI. Namun, di sisi lain, setelah menerima Islam, Makassar mendeklarasikan Islamisasi ke semua kerajaan di semenanjung Sulawesi Selatan hanya dalam tempo empat tahun (1607-1611). Islam menjadi stimulus lahirnya kebijakan pelayaran bebas (mare liberum). Kebijakan ini menarik perhatian pelaut dan pedagang dari berbagai bangsa danagama untuk berlabuh dan berniaga di Makassar, sehingga ia berhasil tumbuh menjadi kota pelabuhan dunia. Hal ini menunjukkan kecemerlangan Makassar dalam memajukan perdagangan dan jalur rempah Nusantara.
The Role of Makassar in Promoting the Archipelago Spice Route in the XVI–XVII Centuries Abd Rahman Hamid
Buletin Al-Turas Vol 28, No 2 (2022): Buletin Al-Turas
Publisher : Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/bat.v28i2.25037

Abstract

PurposeThis study explored the three roles of Makassar in advancing the archipelago's spice routes: port growth arrangement, maritime policy, and maritime trade management in the XVI—XVII centuries.MethodThis study used historical research methods including heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The sources of data used were local sources (lontara) and foreign sources (Portuguese, Dutch, and English) to answer the three problems mentioned above by placing Makassar as the subject of the Nusantara spice route.Results/FindingsThe results of the study are: 1) the port growth arrangement the Makassar authorities did was by responding to the global trade dynamics around the spice route, such as focusing on structuring its ports as the centre of the Maluku spice trade. Second, maritime policy was implemented through free ports and the principle of Mare Liberum to advance Makassar to become an entrepot and a cosmopolitan world city. Third, the codification of Ammana Gappa's shipping and trade laws in Makassar further strengthens the maritime identity of the Makassarese, Bugis, and Mandar people in building the spice route of the Archipelago.ConclusionStarting from the perspective of the archipelago as a subject, this study shows the role of Makassar in promoting the spice route. Studies like this can also be developed at other ports on the spice route, thereby strengthening the archipelago's contribution to the history of the world's spice routes.
Wan Abdurachman's Role in Formulating the Basic Principles of the Indonesian State in the Constituent Assembly 1956-1959 AD Hidayati, Nurul; Hamid, Abd Rahman; Setiawan, Agus Mahfudin; Hasanah, Uswatun
JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam) Vol 8, No 2 (2025)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30829/juspi.v8i2.20587

Abstract

This article discusses the role of Wan Abdurachman in formulating the foundation of the Indonesian state in the Constitutional Assembly from 1956 to 1959. The research employs the historical method, which includes four stages: heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The historical sources were obtained from the National Archives, the National Library, and the official website of the MPR RI. The findings of this study reveal that Wan Abdurachman was the most prominent Islamic figure in Lampung, who, since his youth, was active in nationalist movement organizations based on Islam (the Indonesian Sarekat Islam Party), which made it easy for him to connect with HOS Tjokroaminoto, who developed the ideology of Islamic socialism. This ideology was advocated as the foundation of the Indonesian state in the Constitutional Assembly. This is the important contribution of this study: that Tjokroaminoto formulated Islamic socialism during the national movement period, and Wan Abdurachman fought for it to become the foundation of the Indonesian state in the Constitutional Assembly.