Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KOPERASI YANG DIAJUKAN OLEH ANGGOTANYA Nadia Maulisa; Kurnia Togar P. Tanjung; Gerardiene Fredriana
Jurnal Legal Reasoning Vol 4 No 1 (2021): Desember
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jlr.v4i1.2964

Abstract

Modal usaha koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri, utamanya berasal dari iuran para anggota koperasi itu sendiri. Modal pinjaman, antara lain berasal dari pinjaman kepada anggota koperasi itu sendiri pula. Sebagaimana pinjaman pada umumnya, modal usaha koperasi yang berasal dari pinjaman kepada anggotanya, berpotensi terjadi penundaan bahkan gagal pengembalian. Penundaan dan/atau kegagalan pengembalian tersebut dapat menimbulkan perselisihan. Penyelesaian perselisihan, dapat dengan dilakukan dengan menempuh upaya hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Koperasi. Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah hak dan kedudukan hukum anggota koperasi yang mengajukan upaya hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap koperasi. Metode penelitian yang diterapkan adalah penelitian yuridis-normatif. Simpulan yang diperoleh adalah terkait modal pinjaman koperasi yang berasal dari anggotanya maka upaya hukum Penundaan Pembayaran Kewajiban Utang dapat diajukan oleh anggota koperasi yang bersangkutan. Pengajuan upaya hukum Penundaan Pembayaran Kewajiban Utang oleh anggota koperasi, menempatkan yang bersangkutan sebagai kreditur konkuren.
Hak Kreditur Pemegang Jaminan pada Perseroan Terbatas yang Dinyatakan Pailit Efraint Pangondian Sinaga; Nadia Maulisa
SIGn Jurnal Hukum Vol 4 No 1: April - September 2022
Publisher : CV. Social Politic Genius (SIGn)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37276/sjh.v4i1.171

Abstract

This study aims to analyze and explain the position of creditors as holders of the pledge of shares of a Limited Liability Company declared bankrupt. This study also aims to determine the legal remedies creditors can take if they experience these problems. This study uses a normative juridical research method with a statute and conceptual approach. The data was collected using literature study techniques on primary, secondary, and tertiary legal materials. The collected legal materials are then analyzed using qualitative data analysis methods. The results show that the position of creditors as holders of the pledge of shares of a Limited Liability Company declared bankrupt is preferred creditors. However, the position of creditors will mutatis mutandis change from preferred creditors to concurrent creditors because the collateral object no longer exists. In addition, creditors can make efforts as holders of the pledge of shares related to Limited Liability Company declared bankrupt, namely preventive and repressive efforts. However, repressive efforts are insufficient to provide justice, certainty, and legal protection to creditors as holders of the pledge of shares. Therefore, it is recommended to creditors as holders of the pledge of shares to make preventive efforts: authentic deed, authorization letter to sell the collateral object, adding another collateral object, and auditing prospective debtors and collateral objects. In addition, it is recommended for the Government to harmonize and regulate several applicable laws and regulations regarding the pledge of shares. In this case, creditors as holders of the pledge of shares have more power, certainty, and legal protection in the pledge of shares agreement in the future.
GOING DIGITAL RUPIAH: SOME CONSIDERATIONS FROM SOVEREIGNTY AND CYBERSECURITY PERSPECTIVES Zahrashafa Mahardika; Rizky Banyualam Permana; Nadia Maulisa
Journal of Central Banking Law and Institutions Vol. 2 No. 1 (2023)
Publisher : Bank Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21098/jcli.v2i1.42

Abstract

Central banks worldwide are coming to terms with the bits and bytes of digital money, commonly referred to as Central Bank Digital Currency (CBDC). CBDC has been claimed to be safer, more secure, and inherently less volatile, unlike cryptocurrencies, as it is issued and regulated by central banks. The development of digital currency not only emerged in, and isolated developed countries’ monetary policy but also came from the emerging markets. However, the policy and academic discussion on CBDC is clouded as only a significant minority of states have instituted it. From a regulatory point of view, the basic concept of CBDC is still significantly understudied. Among the emerging scholarship, there remains a paucity of study on the (legal) aspects of cybersecurity risk and resilience of the proposed CBDC. This paper explores the role of Bank Indonesia (BI), as the central bank, in implementing CBDC and conducts a preliminary expose associated with cybersecurity risks. This paper shows that CBDC understood as not only usage of Digital Ledger Technologies, (DLTs), but in all models of electronic payment. There are diverging models for the implementation of CBDC, some models involve multiple actors and electronic systems. However, as a currency the Central Bank would ultimately bear the liability for each transaction. Therefore, it is important for BI, as the central bank, consider cybersecurity risks associated with the implementation of CBDC. Cybersecurity risks in the financial sectors including CBDC, is the potential disruption caused by cyber-attacks, IT failures, personnel, and physical or infrastructure security risks.
Mekanisme Aset yang Diambil Alih pada Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah PT Bank X Christina Pratiwi; Nadia Maulisa
UNES Law Review Vol. 6 No. 2 (2023): UNES LAW REVIEW (Desember 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i2.1351

Abstract

Aset Yang Diambil Alih (AYDA) dilakukan oleh Bank sebagai salah satu cara dalam menyelesaikan kredit yang bermasalah. Kredit bermasalah yang dihadapi oleh bank salah satunya dalam Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) apabila debitor wanprestasi. Penelitian ini melakukan analisis terhadap mekanisme AYDA untuk fasilitas KPR yang bermasalah dan hambatan yang ditemui oleh Bank X. Hambatan yang ditemui oleh Bank X berasal baik dari internal maupun eksternal. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris berdasarkan hasil observasi penulis dengan didukung data sekunder berupa perundang-undangan yaitu Undang-Undang Perbankan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, dan Peraturan Menteri Keuangan dan literatur hukum. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penyelesaian fasilitas KPR yang macet melalui AYDA dilakukan dengan penjualan di bawah tangan secara langsung dan lelang dengan menggunakan akta de command. Faktor-faktor internal yang menjadi hambatan yaitu besarnya biaya proses AYDA, penjualan kembali AYDA yang membutuhkan waktu lebih dari 1 (satu) tahun, dan minimnya tertib administrasi. Faktor eksternal yang menjadi hambatan yaitu gugatan dari pemilik agunan dan/atau pihak ketiga dan penyitaan aset.
DAMPAK GAGAL BAYAR KREDIT USAHA RAKYAT TERHADAP KOLEKTIBILITAS UTANG DEBITUR PADA SISTEM LAYANAN INFORMASI KEUANGAN Akbar, Mohamad Raymond; Maulisa, Nadia
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 12 No 4 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2024.v12.i04.p09

Abstract

Tujuan penelitian berangkat dari lahirnya program penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tahun 2007. PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mendukung program tersebut dengan menyalurkan KUR melalui kantor Unitnya dengan jumlah pinjaman maksimal sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) kepada debitur yang memiliki usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Penelitian ini mengkaji mengenai (i) langkah-langkah BRI Unit untuk mendapatkan klaim atas gagal bayar debitur pada penyaluran KUR, (ii) dampak kolektibilitas utang debitur pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) setelah kreditur menerima manfaat klaim. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dengan mengumpulkan data sekunder melalui studi kepustakaan serta peraturan-peraturan yang didasari Pasal 12 ayat (1), Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyaluran KUR di dahului dengan dibuatnya perjanjian Surat Pengakuan Utang. Jika terjadi gagal bayar oleh debitur, maka upaya yang dilakukan oleh BRI Unit adalah melakukan klaim kepada Perusahaan Penjamin dengan melampirkan Sertifikat Penjaminan atas nama penerima KUR serta dokumen-dokumen yang ditentukan. Hasil klaim berupa pembayaran sebesar 70% dari pelunasan utang debitur. Dampak pembayaran klaim adalah utang debitur tetap ada, karena pembayaran klaim tidak melunasi atau mengurangi sisa utang debitur. Pelaporan SLIK debitur juga tetap mengkuti hari tunggakan pinjaman. Penambahan hari tunggakan utang debitur menyebabkan laporan SLIK turut memburuk, yang menggambarkan penilaian kondisi keuangan serta karakter debitur yang buruk. Untuk memperbaiki kredibilitas debitur tersebut maka pelunasan utang KUR harus tetap dilakukan oleh debitur, agar penilaian SLIK debitur oleh lembaga keuangan di kemudian hari menjadi lebih baik. The research objective stems from the birth of the Kredit Usaha Rakyat (KUR) distribution program in 2007. PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) as one of the State-Owned Enterprises (BUMN) supports this program by distributing KUR through its Unit offices with a maximum loan amount of up to IDR 100,000,000.00 (one hundred million rupiah) to debtors who own a micro business. This research examines (i) the BRI Unit's steps to obtain claims for debtor failure to pay in KUR distribution, (ii) the impact of debtor debt collectibility on the Financial Information Services System (SLIK) after creditors receive claim benefits. The research method used is doctrinal by collecting secondary data through literature study and regulations based on Article 12 paragraph (1), Law Number 10 of 1998 concerning Banking. The research results show that KUR distribution is preceded by the making of a Debt Acknowledgment Letter agreement. If a debtor fails to pay, the BRI Unit will make a claim to the Guarantee Company by attaching a Guarantee Certificate in the name of the KUR recipient and the specified documents. The result of the claim is in the form of payment of 70% of the debtor's debt repayment. The impact of claim payments is that the debtor's debt remains, because claim payments do not pay off or reduce the debtor's remaining debt. The debtor's SLIK reporting also continues to follow the days of loan arrears. The addition of days of arrears on the debtor's debt causes the SLIK report to also worsen, which reflects a poor assessment of the debtor's financial condition and character. To improve the debtor's credibility, KUR debt repayment must still be carried out by the debtor, so that the assessment of the debtor's SLIK by financial institutions in the future will be better.
Peran Badan Bank Tanah Sebagai Land Manager Dikaitkan Dengan Fungsi Sosial Atas Tanah Satrianty, Afifah; Maulisa, Nadia
UNES Journal of Swara Justisia Vol 8 No 1 (2024): Unes Journal of Swara Justisia (April 2024)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v8i1.474

Abstract

Tulisan ini menganalisis bagaimana peran badan bank tanah sebagai land manager, khususnya dikaitkan atas fungsi sosial atas tanah. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Mengingat bahwa negara berhak untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut sehingga makna dari Hak Menguasai dari Negara yang dimaksud oleh Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jo Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria. Adapun fungsi land management mencakup manajemen pertanahan yang merupakan bagian dari management asset secara keseluruhan dan fungsi analisis, penetapan strategis dan pengelolaan implementasi yang berkaitan dengan tanah. Bank tanah hadir sebagai sarana yang mewadahi perolehan tanah publik atau penguasaan tanah umum yang disimpan untuk melaksanakan kebijakan terkait penggunaan tanah pada masa yang akan datang. Mengingat tanah memiliki fungsi sosial yang sangat berkaitan dengan penguasaan atas tanah, para pemegang hak atas tanah seyogyanya menggunakan dan/atau memanfaatkan tanahnya tersebut. Penggunaan dan pemanfaatan tanah tersebut harus sesuai dengan kepentingan masyarakat atau khalayak umum yang dibuktikan dengan adanya proyek strategis nasional demi terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat. Tujuan lembaga badan bank tanah adalah untuk mengakomodir kerja sama yang dilakukan dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha, badan hukum milik negara, badan hukum swasta, masyarakat dan koperasi dan atau pihak lain yang sah. Singkatnya, peran bank tanah sebagai land manager dan dikaitkan dengan fungsi sosial atas tanah harus tetap berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kemudian terkait dengan proses perolehan dan pengelolaan aset, bank tanah harus benar-benar melakukan pengkajian terhadap siapa saja yang memenuhi kriteria sebagai penerima aset berupa hak pengelolaan, bank tanah harus tetap memperhatikan asas kemanfaatan dan asas prioritas sehingga sasaran penggunaan atas tanah tersebut menjadi tepat, efektif dan efisien. Harus ada kriteria guna penetapan peruntukan bank tanah sehingga terciptanya kepastian hukum dari fungsi land management itu sendiri bank tanah tersebut.
Peran PPAT Dalam Pembebanan Hak Tanggungan Atas Tanah yang Belum Bersertifikat Dalam Praktik Perbankan Susilawati, Deasy; Maulisa, Nadia
Binamulia Hukum Vol. 13 No. 1 (2024): Binamulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37893/jbh.v13i1.699

Abstract

Bahwa pada penelitian ini mengkaji analisis yuridis peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pembebanan hak tanggungan terhadap objek jaminan tanah yang belum bersertifikat dalam praktik penjaminan bank dengan meneliti pokok permasalahan terkait peran PPAT dalam pembebanan hak tanggungan terhadap objek tanah yang belum bersertifikat dalam praktik penjaminan di bank. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah doktrinal dengan analisis secara kualitatif dan menggunakan pendekatan analitis. Hasil penelitian ini menghasilkan analisis bahwa pembebanan terhadap tanah yang belum bersertifikat dapat pula dibebankan hak tanggungan sepanjang pemberian hak tanggungan tersebut dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah melalui pejabat pembuat akta tanah.
Mekanisme Aset yang Diambil Alih pada Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah PT Bank X Pratiwi, Christina; Maulisa, Nadia
UNES Law Review Vol. 6 No. 2 (2023)
Publisher : Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i2.1351

Abstract

Aset Yang Diambil Alih (AYDA) dilakukan oleh Bank sebagai salah satu cara dalam menyelesaikan kredit yang bermasalah. Kredit bermasalah yang dihadapi oleh bank salah satunya dalam Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) apabila debitor wanprestasi. Penelitian ini melakukan analisis terhadap mekanisme AYDA untuk fasilitas KPR yang bermasalah dan hambatan yang ditemui oleh Bank X. Hambatan yang ditemui oleh Bank X berasal baik dari internal maupun eksternal. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris berdasarkan hasil observasi penulis dengan didukung data sekunder berupa perundang-undangan yaitu Undang-Undang Perbankan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, dan Peraturan Menteri Keuangan dan literatur hukum. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penyelesaian fasilitas KPR yang macet melalui AYDA dilakukan dengan penjualan di bawah tangan secara langsung dan lelang dengan menggunakan akta de command. Faktor-faktor internal yang menjadi hambatan yaitu besarnya biaya proses AYDA, penjualan kembali AYDA yang membutuhkan waktu lebih dari 1 (satu) tahun, dan minimnya tertib administrasi. Faktor eksternal yang menjadi hambatan yaitu gugatan dari pemilik agunan dan/atau pihak ketiga dan penyitaan aset.