Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Studi Keanekaragaman Hayati Dan Manfaat Ekologi Hutan Tropis di Kebun Batang Laping Madina Mandailing Natal Yusri Fefiani; Sularno ,; Budianto ,; Nurhasnah Manurung; Edi Azwar; Pandu Prabowo Warsodirejo
BEST Journal (Biology Education, Sains and Technology) Vol 5, No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Program Studi Pendidikan Biologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30743/best.v5i1.5098

Abstract

Hutan Tropis yang merupakan hutan yang lembab yang selalu diguyur hujan atau selalu basah sepanjang tahun adalah hutan yang terletak di wilayah tropis secara spesifik. Maksud dari wilayahspesifik adalah berada dilintang 23,5 LU sampai 23,5 LS pada geografis peta bumi. Hutan Tropis memiliki vegetasi  dan keaneka ragaman hayati yang luar biasa. Vegetasi pada umumnya merupakan tumbuhan berdaun lebar, berbatang tinggi atau pohon tinggi, dan ada juga yang membentuk suatu kanopi atau atap hutan sehingga cahaya matahari tertutup dan tidak mampu menembus sampai lantai hutan permukaan tanah. Hutan Tropis yang berada di wilayah kebun Balap (Batang Laping) yang terletak di Madina Kabupaten Mandailing Natal merupakan wilayah yang paling sulit dijangkau untuk diukur dan dipetakan letak geologi atau ekologi nya bahkan dengan menggunakan drone sekalipun. Ini lah yang menyebabkan hutan tropis batang laping masih tergolong sehat atau masih tergolong asri. Hutan Tropis ini kaya akan ilmu dan manfaat ekologi nya. Selain digunakan masyarakat setempat untuk mencari hasil hutan, juga dapat digunakan sebagai situs objek studi atau penelitian atau field trip kunjungan keilmuan atau pun sebagai objek wisata. Masyarakat setempat yang masih bersifat ortodoks pada umumnya masih belum memahami keanekaragaman hayati dan manfaat ekologi yang terkandung di hutan tropis Kebun Batang Laping tersebut. Karena hal tersebut tim dosen prodi Pendidikan Biologi turun kelapangan untuk melaksanakan field trip sekaligus kegiatan pengabdian masyarakat untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat betapa pentingnya hal tersebut untuk dilestarikan terkait keanekaragaman hayati yang terkandung didalamnya
Keanekaragam Jenis Tanaman Hias Di Taman Beringin Kota Medan Sebagai Bahan Pembuatan Modul Pembelajaran Biologi Nur Hafsah Marbun; Masnadi M; Sularno Sularno
BEST Journal (Biology Education, Sains and Technology) Vol 5, No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Program Studi Pendidikan Biologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30743/best.v5i1.4785

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis tanaman hias di Taman Beringin Kota Medan untuk pengembangan bahan ajar biologi yang berupa modul pembelajaran. Sampel penelitian ini adalah seluruh jenis Tanaman hias yang ditemukan di Taman Beringin Kota medan. Penelitian ini dilakukan pada Juni-Agustus 2021 melalui observasi langsung. Pengambilan data dilakukan dengan metode Kuantitatif Deskriptif. Dari hasil penelitian Ini ditemukan 13 jenis tanaman hias, yaitu sebagai berikut : Hanjuang, Bunga Kertas, Adam Hawa, Kembang Sepatu, Sri Rezeki, Lidah Buaya, Lidah Mertua, Brokoli Kuning, Sirih Gading, Philodendron, Keladi Hias, Bunga Asoka, Mawar. Yang ditemukan  dengan mengamati dan mendeskripsikan jenis tanaman secara akurat. Pengembangan bahan bahan ajar biologi yang berupa modul merupakan bagian integral dari proses pembelajaran. Dengan penggunaan modul pembelajaran sangat berperan aktif dalam pembelajaran secara mandiri.
Pengaruh Lama Fase Inokulasi Aphis gossypii Terhadap Kecepatan Munculnya Simptom Virus Pada Tanaman Capsicum frutescen Nadila Ismi; Sularno ,; Pandu Prabowo Warsodirejo; Yusri Fefiani
BEST Journal (Biology Education, Sains and Technology) Vol 5, No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Program Studi Pendidikan Biologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30743/best.v5i1.4815

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama waktu inokulasi Aphis gossypii terhadap kecepatan munculnya virus pada tanaman Capsicum frutescen.  Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi FKIP UISU Medan sejak bulan Juni sampai Agustus 2021.  Penelitian bersifat eksprimental dengan analisis deskriftif tanpa membandingkan perbedaan signifikasi antar perlakuan lama fase inokulasi.  Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan lama fase inokulasi Aphis gossypii pada tanaman Capsicum frutescen yaitu selama 15 menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit.  Masing –masing perlakuan menggunakan 3 ulangan.  Hasil penelitian menunjukan bahwa  semua tanaman Capsicum frutescen setelah  perlakuan inokulasi Aphis gossypii menunjukkan munculnya symptom (gejala) serangan virus.  Makin lama fase inokulasi makin cepat munculnya symptom pada tanaman.  Pada fase inokulasi 15 dan 30 menit symptom muncul pada hari ke tiga,  sedang pada fase inokulasi 45 menit, symptom muncul pada tanaman cabe dihari ke dua dan pada fase inokulasi 60 menit symptom muncul pada hari pertama.   Symptom virus pada tanaman Capsicum frutescen ditandai dengan ciri-ciri yang sama yaitu daun  tanaman Capsicum frutescen lebih mengkilat, daun berkerut tidak rata atau keriting, terdapat belang-belang hijau gelap, tangkai daun membengkok dan lebar daun menyempit (shoe string)  warna daun Capsicum frutescen  relatif hijau gelap.  Dari penelitian ini juga diketahui bahwa virus tanaman Capsicum frutescen  yang ditransmisikan oleh Aphis gossypii bersifat non persisten.
Lama Waktu Starvasi Aphis gossypii Terhadap Laju Penularan Virus Pada Capsicum frustescens L. Sebagai Modul Pembelajaran Mikrobiologi Amoi Sinaga; Sularno ,; Edi Azwar
BEST Journal (Biology Education, Sains and Technology) Vol 5, No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Program Studi Pendidikan Biologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30743/best.v5i1.5093

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah lama waktu starvasi mempercepat munculnya symptom virus pada tanaman Capsicum frutescent L. Penelitian ini dilaksanakan secara mandiri di tempat tinggal peneliti dengan menggunakan 3 perlakuan starvasi Aphis gossypii. Setiap perlakuannya diulang sebanyak 3 kali. Sebagai pembanding disediakan juga tanaman kontrol dengan ulangan yang sama yaitu sebanyak 3 kali. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Aphis gossypii mampu menularkan virus setelah periode starvasi 15, 30, 45, dan 60 menit. Semakin lama periode starvasi maka persentase tanaman terinfeksi semakin cepat. Periode starvasi optimum dalam penelitian ini adalah 60 menit (1 jam). Simpulan dari penelitian ini adalah lama waktu starvasi mempercepat munculnya symptom virus pada tanaman Capsicum frutescent L
EFEKTIVITAS EKSTRAK BUAH Morinda citrifolia TERHADAP PENGENDALIAN KUTU DAUN Aphis gossypii PADA TANAMAN Capssicum frutescens Linn. UNTUK PANDUAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Sucy Nurani Putri; Sularno ,; Edi Azwar
BEST Journal (Biology Education, Sains and Technology) Vol 5, No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Program Studi Pendidikan Biologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30743/best.v5i1.4814

Abstract

Aroma tidak sedap dari buah mengkudu timbul karena pencampuran antar asam kaprik dan kaproat kedua senyawa tersebut bersifat aktif sebagai antibiotic, dari aroma itu dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan pestisida alami.. Penelitian ini bertujuan melihat perkembangan Aphis gossypii  yang diberi maupun tidak  ekstrak buah mengkudu. Penelitian ini dilakukan dengan perlakuan dan pengulangan yang sama, terdiri dari Control, tanaman Capsicum frutescens diberi Aphis gossypii tanpa penyemprotan ekstrak Morinda citrifolia, tanaman Capsicum frutescens  disemprot ekstrak Morinda citrifolia diberikan Aphis gossypii dan tanaman Capsicum frutescens diberi Aphis gossypii  disemprot ekstrak Morinda citrifolia.   Adapun hasil penelitian, ekstrak buah mengkudu mempengaruhi perkembangan Aphis gossypii membuat jumlah Aphis gossypii semakin berkurang setiap harinya. Aphis gossypii pada tanaman Cappsicum frutescens tanpa di semprot ekstrak Morinda citrifolia mengalami peningkatan jumlah populasi, jumlahnya lebih dari 10x lipat dari hari pertama, itu menunjukkan reproduksi Aphis gossypii berjalan normal tanpa penyemprotan. Kondisi tanaman yang dijadikan sebagai inang perberkembang biaknya diperoleh bentuk Daun dan Batang yang kurang sehat ditandai dengan Daun Gugur yang terjadi saat batang tanaman digoyangkan serta Aphis gossypii berkembang biak hingga ke Batang Daun. Aphis gossypii yang diletakkan pada tanaman Cappsicum frutescens di semprot ekstrak Morinda citrifolia berpengaruh terhadap Aphis gossypii, jumlah nya semakin berkurang hingga tidak memiliki Aphis gossypii, hal itu diakibatkan karena tidak dapat mencerna dengan baik sumber makanan dari inangnya yang telah disemprotkan ekstrak Morinda citrifolia dan juga baunya yang sangat menyengat sehingga mampu mengusir Aphiss gossypii untuk berkembang biak pada daun cabai rawitKata Kunci :Pestisida, Capsicum frutescens, Aphis gossypii, Morinda citrifolia, Control tanaman.
Keragaman Entomopatogenik Fungi Lokal dan Pemanfaatanya Untuk Menjaga Kualitas Sayuran Organik Brastagi Sularno Sularno; Edi Azwar
BEST Journal (Biology Education, Sains and Technology) Vol 2, No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Program Studi Pendidikan Biologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (219.967 KB) | DOI: 10.30743/best.v2i1.1772

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keragaman fungi entomopatogen yang ada disekitarlahan tanaman sayuran Brastagi dan manfaatnya dalam pengendalian hama-hama yang menyerangsayuran, sehingga bisa dimanfaatkan guna menjaga kwalitas sayuran organik. Metode yangdigunakan adalah eksplorasi fungi dengan umpan larva serangga Tenebrio molitor, fungi yangmenginfeksi larva diisolasi dengan menggunakan media Potato dekstrosa agar (PDA), kemudiandilakukan identifikasi makroskopik terhadap fungi yang ditemukan serta mendeskripsikan manfaatfungi-fungi tersebut dalam perananya sebagai pengendalian hama terpadu secara hayati. Pada tahaplanjut fungi-fungi tersebut dapat dikembangkan untuk diaplikasikan di lapangan sehingga petanibisa mengendalikan hama sayuran tanpa penggunaan pestisida.
Penanaman Mangrove Rhizopora apiculata dan Bruguiera sp dalam Upaya Mengurangi Dampak Abrasi dan Erosi Pantai Pematang Kuala Teluk Mengkudu Sularno ,; Nurhasnah Manurung; Masnadi ,; Edi Azwar; Yusri Fefiani; Zul Aida; Pandu Prabowo Warsodirejo; Budianto ,
BEST Journal (Biology Education, Sains and Technology) Vol 4, No 2 (2021): September 2021
Publisher : Program Studi Pendidikan Biologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30743/best.v4i2.4478

Abstract

Hutan mangrove sendiri adalah salah satu ekosistem hutan dengan kelompok tumbuhan yang dapat hidup di daerah dengan kadar garam yang tinggi. Biasanya, hutan ini didominasi dengan tumbuhan berkayu dan tumbuh di sepanjang garis pantai dan subtropis. Adapun fungsi hutan mangrove yang paling utama adalah mencegah abrasi atau pengikisan pantai oleh gelombang laut. Selain itu, hutan mangrove juga mempunyai beberapa keterikatan dan kontribusi dalam pemenuhan manusia, baik dalam penyediaan bahan pangan, papan, atau kesehatan. Untuk itu, upaya pelestarian hutan mangrove sangat penting dilakukan untuk menyelamatkan ekosistem. Pantai merupakan daerah di perairan yang dipengaruhi oleh pasang surut tertinggi dan air surut terendah. Pasang surut air laut dapat menyebabkan beberapa dampak negatif bagi ekosistem wilayah pantai seperti abrasi dan intrusi air laut, keadaan ini tentunya berdampak negatif juga bagi penduduk disekitar wilayah pantai. Pada observasi pantai di desa Pematang Kuala ini, telah terjadi beberapa dampak negatif seperti abrasi dan intrusi air laut. Hal ini dakibatkan kurangnya pertahanan pasang surut air laut, yang pada kesempatan ini kami akan melakukan penanaman Mangrove spesies Rhizopora apiculata dan Bruguiera sp. Sebagai upaya mengurangi dampak abrasi dan erosi pantai di pantai Pematang Kuala Teluk Mengkudu
Strategi Pengembangan Ekowisata Kawah Balerang Masyarakat Kampung Paringgonan di Kabupaten Sipirok, Tapanuli selatan Ahmad Rizki Harahap; Tri Martial; Saipul Batubara; Sularno Sularno; Ernita Ernita; Tengku hasan Basri
Owner : Riset dan Jurnal Akuntansi Vol. 7 No. 1 (2023): Article Research Volume 7 Issue 1, Januari 2023
Publisher : Politeknik Ganesha Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33395/owner.v7i1.1248

Abstract

This research was conducted at Balerang Crater Ecotourism which is located in Situmba Julu Village, Sipirok District, South Tapanuli Regency. The purpose of this study (1) Describe the management of ecotourism in Balerang Crater. (2) Analyze the strengths, weaknesses, opportunities and threats (S.W.O.T) that exist in Balerang Crater ecotourism. (3) Formulate a strategy matrix for the development of Balerang Crater ecotourism. In this study the methods used were in-depth interviews, questionnaires, field observations, and also literature studies. Data analysis used qualitative analysis, quantitative analysis, and SWOT analysis (Strength, Weakness, Opportunity, & Threats). The results of this study explain that the management of Balerang Crater ecotourism requires community intervention, especially local communities in carrying out planning, development and management. Based on the SWOT analysis, it shows that alternative strategies that can be applied are in Quadrant III, namely the WO strategy. This strategy is a condition to minimize weaknesses in order to optimize existing opportunities. The development of the Balerang Crater Ecotourism area has considerable potential to contribute to potential economic opportunities that can have an impact on increasing people's income and as a whole will also increase regional original income (PAD). Ecotourism can be an economic potential that can be superior in accelerating rural economic growth, because the influence it gives has a broad impact on the environment of the community around the Balerang crater area. The opportunities for MSMEs around the ecotourism area will slowly grow following the development of ecotourism itself.
PENANAMAN BERSAMA 2000 MANGROVE SEJATI OLEH MASYARAKAT DUSUN V PEMATANG KUALA DAN TIM PENGABDIAN MASYARAKAT UISU Pandu Prabowo W.; Rahmad Setia Budi; Sularno Sularno; Edi Azwar; Jalilah Ilmiha; Maulidya Rahmah; Eka Hidayat Nst; Zikir Amin Nazara
Jurnal Pengabdian Mitra Masyarakat Vol 2, No 2 (2023): Edisi Maret
Publisher : Universitas Islam Sumatear Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30743/jurpammas.v2i2.6903

Abstract

The village that is in the spotlight this time is Pematang Kuala Village, where this village has a livelihood mostly as farmers, fishermen and laborers. Serdang Bedagai Regency has geographical conditions in the form of lowlands where it is supported by fertile soil conditions and has most of the people whose livelihoods are farmers and fishermen. Hamlet 5 Pematang Kuala Village is the main target for Village development this time because Hamlet 5 Pematang Kuala Village has become a Partner Village of the Islamic University of North Sumatra, there have been village development activities carried out by UISU  students in the form of PHP2D activities which have already completed the implementation process. Therefore it is necessary to have activities to improve the welfare of the people who are  dominated by fishing communities. The East Coast of Sumatra Island has a fairly long and wide span, especially in the Serdang Bedagai area which is the longest and widest coastal area. On this occasion, we made observations of the coastal area in the village of Pematang Kuala, where this beach borders the villages of Bogak Besar and Bagan Kuala. The results of our observations in the village of Pematang Kuala are, where the physical condition of the road to the beach is bad, even though this beach has a high potential to be developed into ecotourism. In the coastal area, around 20,000 mangrove plants have been planted with an area of about 54 km2 since 2014 by the local community. The types of mangroves found in this area are Rhizopora sp and Avicennia species. Mangrove planting in this area still has a distance of about 1.5 m between one tree and another, and not all areas are planted with mangrove trees, in this area there are also no seawater breakwaters that can reduce abrasion and erosion. A pheasant or low-threshold breakwater is a coastal protection technology intended as a solution to the problem of coastal erosion and abrasion caused by tides and sea waves. The breakwater is used to control abrasion which can erode the coastline and also to calm the waves in the harbor so that ships can dock more easily and quickly in the port. In other words, briefly it can be concluded that the abrasion conditions. which were quite severe over the past 5 years resulted in the loss of the coastlin and turned into soft, difficult-to-compave mud and eroded the mangrove area. leading to further reductions in marine catches. This is a big problem that must be taken seriously. Pematang Kuala Village, which is also a UISU partner village  requires the Islamic University of North Sumatra to collaborate in solving this problem. The PKM team from UISU is expected to be able to solve this critical problem by making wave-breaking bamboo pheasants and planting true mangroves.