Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

KEJADIAN FISTULA UROGENITAL PADA PEREMPUAN DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG Mukti, Ngesti Anggita; Mochtar, Arufiadi Anityo; Wiyati, Putri Sekar
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 1 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (389.12 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i1.19378

Abstract

Latar Belakang: Fistula urogenital adalah hubungan abnormal antara saluran reproduksi wanita dan saluran kemih yang dapat mengakibatkan kebocoran urin. Fistula urogenital dapat menimbulkan dampak fisik maupun psikososial.Tujuan:Mengetahui angka kejadian serta karakteristik umum, faktor obstetri dan faktor ginekologi kejadian fistula urogenital pada perempuan di RSUP Dr. Kariadi Semarang.Metode: Penelitian deskriptif retrospektif. Data diambil dari data rekam medis pasien dengan fistula urogenital di RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode Tahun 2013 – 2016. Analisis statistik dilakukan secara deskriptif dimana hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi untuk setiap karakteristiknya.Hasil: Kejadian fistula urogenital pada perempuan di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama periode 2013 – 2016 adalah sebanyak 36 kasus. Karakteristik umum pasien fistula urogenital, berdasarkan jenis fistula sebagian besar adalah fistula vesikovaginal ( 97,2%) dan sebagian besar terdiagnosis pada usia lebih dari 35 tahun (86,1 %). Status rujukan pasien terbanyak adalah bukan merupakan pasien rujukan (66,7%). Sebagian besar  pasien mengeluhkan munculnya keluhan inkontinensia urin adalah antara satu bulan sampai satu  tahun (50%).  Faktor ginekologi yang paling banyak menyebabkan fistula adalah operasi  histerektomi total (30,6%).Faktor obstetri terbanyak yang menyebabkan timbulnya fistula adalah persalinan dengan seksio sesarea (11,1%) dengan karakteristik maternal multipara, menikah pada usia diatas 18 tahun dan tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh adalah SD.Kesimpulan: Kejadian fistula urogenital pada perempuan di RSUP Dr. Kariadi Semarang, sebagian besar disebabkan oleh faktor ginekologi, yaitu operasi histerektomi total.
HUBUNGAN ANEMIA SELAMA HAMIL DENGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI Khairunnisa, Latifa; Wiyati, Putri Sekar; Adespin, Dea Amarilisa
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 8, No 2 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.622 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i2.23800

Abstract

Latar Belakang Anemia selama hamil memberi pengaruh kepada ibu maupun janin yang dikandungnya. Janin dapat mengalami gangguan pertumbuhan intrauterin sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Sedangkan, ibu dapat mengalami peningkatan risiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan. Bahkan anemia dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya apabila ibu menderita anemia berat. Tujuan Menganalisis hubungan anemia selama hamil dengan berat badan lahir bayi di 6 puskesmas di Kota Semarang. Metode Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Subjek penelitian diambil dengan cara random sampling dari 6 wilayah puskesmas di Kota Semarang selama bulan Januari – Desember 2017 yang mengikuti penelitian 1000 HPK. Peneliti mengambil data dari buku KIA. Uji hipotesis dianalisis dengan uji Chi Square dan pembacaan dengan Fisher. Signifikansi apabila p < 0,05.  Hasil Terdapat 72 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, 25 diantaranya mengalami anemia selama hamil dengan angka kejadian tertinggi pada kehamilan trimester III. Satu subjek penelitian melahirkan dengan berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram. Berdasarkan hasil uji Chi Square, nilai p pada analisa hubungan anemia selama hamil dengan berat badan lahir bayi adalah 1,000 (p > 0,05) yang menunjukan hubungan yang tidak signifikan. Kesimpulan Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara anemia selama hamil dengan berat badan lahir bayi.Kata Kunci Anemia selama hamil, berat badan lahir bayi.
PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN MENGENAI IUD PASCAPLASENTA Danti Meirani; Putri Sekar Wiyati; Ari Budi Himawan
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (333.736 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.14259

Abstract

Latar Belakang: IUD pascaplasenta adalah IUD yang dipasang dalam 10 menit setelah pengangkatan plasenta. Metode ini dinilai aman dan paling berpotensi dalam mencegah missed opportunity dalam ber-KB. Pemakaian KB IUD pascaplasenta saat ini dirasakan belum sesuai dengan harapan. Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang masih rendah mengenai IUD pascaplasenta.Tujuan: Menganalisis perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap ibu hamil sebelum dan sesudah penyuluhan mengenai IUD pascaplasenta.Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental semu dengan rancangan one group pretest-posttest. Sebanyak 33 sampel diambil secara consecutive sampling dari ibu hamil yang berada pada wilayah Puskesmas Ngesrep dan Puskesmas Halmahera, Semarang. Analisis data menggunakan uji T berpasangan.Hasil: Rerata nilai tingkat pengetahuan sebelum penyuluhan adalah 6,09 + 1,826 sedangkan sesudah penyuluhan adalah 8,15 + 1,661. Rerata nilai sikap sebelum penyuluhan adalah 35,79 + 4,709 dengan 26 responden bersikap positif dan 7 responden bersikap negatif sedangkan sesudah penyuluhan rerata nilainya 39,97 + 4,261 dengan seluruh responden bersikap positif. Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) pada tingkat pengetahuan (p=0,000) dan sikap (p=0,000) sebelum dan sesudah penyuluhan.Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat pengetahuan dan sikap ibu hamil sebelum dan sesudah penyuluhan IUD pascaplasenta
KARAKTERISTIK KEHAMILAN DENGAN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG Namira Khairani; Putri Sekar Wiyati; Astika Widy Utomo
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (414.754 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.21464

Abstract

Latar Belakang : Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang kompleks yang lebih banyak menyerang wanita pada usia reproduksi antara 15-40 tahun. Berdasarkan hal tersebut terdapat peningkatan kejadian kehamilan dengan LES.Tujuan : Mengetahui karakteristik kehamilan dengan penyakit lupus eritematosus sistemik di RSUP Dr. Kariadi SemarangMetode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Data diambil dari data rekam medik pasien ibu hamil di RSUP Dr. Kariadi Semarang periode tahun 2013-2016. Subjek dipilih secara consecutive sampling. Data yang telah terkumpul akan dideskripsikan sebagai distribusi frekuensi dan presentase.Hasil : Kejadian LES dengan kehamilan di RSUP Dr. Kariadi Semarang periode 2013-2016 adalah sebanyak 4% dari total perempuan yang menderita LES. Karakteristik kehamilan dengan LES adalah 43.75% usia ibu 26-30 tahun, 31.25% tingkat pendidikan SMP dan SMA, 56.25% merupakan pasien rujukan, dan 68.75% tidak memakai alat kontrasepsi. Morbiditas maternal ditemukan gangguan pada fungsi ginjal sebesar 56.25% dan penyebab kematian maternal  adalah syok sepsis sebesar 12.50%. Morbiditas perinatal sebanyak 50% mengalami prematuritas. Sebesaar 31.25% ibu dengan LES mengalami abortus.Kesimpulan : Kejadian LES dengan kehamilan di RSUP Dr. Kariadi Semarang periode 2013-2016 adalah sebanyak 4% dari perempuan yang menderita LES. Karakteristik kehamilan dengan LES paling banyak usia ibu 26-30 tahun. Morbiditas maternal terbanyak ditemukan gangguan pada fungsi ginjal dan penyebab kematian maternal terbanyak adalah syok sepsis. Morbiditas perinatal terbanyak adalah prematuritas, dan penyebab kematian perinatal adalah abortus. 
HUBUNGAN KORIOAMNIONITIS DENGAN ASFIKSIA NEONATUS PADA KEHAMILAN DENGAN KETUBAN PECAH DINI Naura Laras Rif&#039;ati; Herman Kristanto; Putri Sekar Wiyati; Nahwa Arkhaesi
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (420.378 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.21189

Abstract

Latar Belakang: KPD merupakan masalah penting yang dapat menempatkan ibu dan anak pada risiko infeksi. Infeksi sekunder secara asenderen dapat terjadi pada KPD yang kemudian dapat menyebabkan  desiduitis, korioamnionitis ataupun infeksi pada janin. Korioamnionitis dapat dikaitkan dengan rendahnya kesejahteraan bayi saat lahir yang dinilai dengan skor APGAR, kebutuhan untuk resusitasi pada saat kelahiran, dan kejang neonatal.Tujuan: Mengetahui hubungan korioamnionitis dengan Asfiksia Neonatus pada kehamilan dengan ketuban pecah dini.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observational dengan desain belah lintang. Subyek penelitian adalah 31 ibu hamil dengan KPD disertai korioamnionitis yang melahirkan di RSUP Dr. Kariadi dan rumah sakit jejaring pendidikan pada Februari – Juni 2017 yang dipilih secara consecutive sampling. Terhadap subjek penelitian dilakukan pengambilan data identitas, karakteristik obstetri dan skor APGAR, lalu diambil sampel kulit ketuban untuk diperiksa adanya korioamnionitis secara histopatologis. Uji statistik menggunakan Uji Gamma.Hasil: Dari seluruh subjek penelitian, 71% (n=22) pasien KPD mengalami korioamnionitis sedangkan 29% (n=9) lainnya tidak mengalami korioamnionitis. Sebesar 100% pasien tidak memiliki bayi asfiksia pada korioamnionitis tingkat 1 (n=2) dan tingkat 2 (n=1). Pada korioamnionitis tingkat 3, sebesar 91,7% (n=11) pasien tidak memiliki bayi asfiksia dan 8,3% (n=1) pasien memiliki bayi asfiksia ringan-sedang. Pada korioamnionitis tingkat 4, sebesar 85,7% (n=6) pasien tidak memiliki bayi asfiksia dan 14,3% (n=1) pasien memiliki bayi asfiksia berat. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara korioamnionitis  dengan asfiksia neonatus dengan nilai p sebesar 0,210 ( p > 0.05).Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara korioamnionitis dengan asfiksia neonatus pada kehamilan dengan KPD.
PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL SEBELUM DAN SETELAH PENYULUHAN MENGENAI INISIASI MENYUSU DINI Inas Sausan; Putri Sekar Wiyati; Ari Budi Himawan
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (320.756 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.14478

Abstract

Latar belakang : Angka cakupan ASI eksklusif di Kota Semarang masih kurang dari target nasional 80%. Hal ini disebabkan masih rendahnya pengetahuan ibu hamil mengenai inisiasi menyusu dini (IMD) yang berdampak pada sikap ibu hamil dalam memberian ASI sedini mungkin kepada bayinya. Fakta menunjukan bahwa memberikan ASI dalam satu jam pertama atau IMD dapat meningkatkan angka cakupan ASI eksklusif. Salah satu upaya penanggulangan masalah ini adalah dengan dilakukan penyuluhan.Tujuan : Mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap ibu hamil sebelum dan setelah penyuluhan mengenai inisiasi menyusu dini.Metode : Penelitian ini menggunakan rancangan quasi experimental one group pretest-posttest design. Sampel berdasarkan ibu hamil berusia 20-35 tahun yang memeriksakan kehamilan di Puskesmas Halmahera dan Puskesmas Ngesrep Semarang pada bulan April-Mei 2016 yang diambil secara consecutive sampling dan didapatkan jumlah sampel sebanyak 32 ibu hamil. Subjek diberi kuesioner pretest dilanjutkan dengan penyuluhan dan kemudian diberi kuesioner posttest. Analisis data untuk tingkat pengetahuan dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon, sedangkan untuk sikap dilakukan dengan uji Paired T-test.Hasil : Adanya perbedaan yang signifikan terhadap pengetahuan dan sikap ibu hamil mengenai IMD sebelum dan setelah penyuluhan dengan p<0,001.Kesimpulan : Terdapat peningkatan pengetahuan dan sikap ibu hamil mengenai IMD setelah dilakukan penyuluhan.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMLIHAN TEMPAT BERSALIN PADA IBU HAMIL (STUDI KASUS DI KELURAHAN ROWOSARI, KECAMATAN TEMBALANG, KOTA SEMARANG) Marwan Azmi Abdurrahim; Ari Budi Himawan; Putri Sekar Wiyati
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.194 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.14811

Abstract

Latar Belakang : Pertolongan persalinan secara langsung berhubungan dengan salah satu indikator kesehatan yaitu Angka Kematian Ibu (AKI). Ketepatan ibu dalam memilih tempat bersalin akan menentukan output dari suatu persalinan. Pilihan ibu dalam memilih tempat bersalin dipengaruhi banyak faktor.Tujuan : Menganalisis faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan pemilihan tempat bersalin pada ibu hamilMetode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan belah lintang. Sebanyak 63 Ibu Hamil di Keluarahan Rowosari selama April 2016 sampai Mei 2016 telah mengisi kuesioner. Data penghasilan, pekerjaan, tingkat pendidikan, pengetahuan KIA, ANC, P4K, dan kelas ibu hamil serta pemilihan tempat bersalin diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner. Data dideskripsikan dalam bentuk tabel, dilakukan uji Chi square atau Fisher, analisis data menggunakan program computerHasil : 19 (30,2%) responden memilih rumah sakit sebagai tempat bersalin, dan 44 (69,8%) memilih bidan sebagai tempat bersalin. Pada penelitian ini hasil analisa data penghasilan, pekerjaan, tingkat pendidikan, pengetahuan KIA, ANC, P4K, kelas ibu hamil dengan pemilihan tempat bersalin didapatkan nilai P>0,05Simpulan : Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara pekerjaan, penghasilan, tingkat pendidikan, Pengetahuan KIA, ANC, P4K, dan kelas ibu hamil dengan pilihan tempat bersalin.
Differences of Dyspareunia in Primipara with 2nd Degree Perineal Laceration Sutured with Rapide Polyglactin 910 and Chromic Catgut Threads Wibowo, Satrio Arief; Trisetiyono, Yuli; Kristanto, Herman; Wiyati, Putri Sekar; Tjahjanto, Hary; Erwinanto, Erwinanto
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 11 No. 1 (2024): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36408/mhjcm.v11i1.968

Abstract

BACKGROUND: Dyspareunia is persistent or recurrent pain during sexual intercourse. Perineal laceration, spontaneous or episiotomy, is one of the most common causes. Perineal lacerations that occur must be treated through suturing. Chromic catgut is a natural thread that is often used in medical practice, but this thread have a higher inflammatory response compared to Rapide Polyglactin 910. AIMS: To analyze the difference in the incidence of dyspareunia in primipara with 2nd degree perineal lacerations sutured with Rapide Polyglactin 910 and Chromic catgut threads METHOD: True experimental research with randomized controlled trial-single blinded method. The research was conducted at dr. Kariadi Semarang, RA Kartini Hospital and dr. Soeselo from August 2022 to February 2023. The research subjects were primipara with 2nd degree perineal lacerations which were divided into 2 groups, namely 45 subjects in the Chromic catgut group and 45 subjects in the Rapide Polyglactin 910 group. Evaluation of dyspareunia after 3 months was carried out using the Female Sexual Function Index (FSFI) RESULT:  Subjects sutured using Chromic catgut had a 2.7 times greater risk of experiencing dyspareunia when compared to using Rapide Polyglactin 910 (OR=2.7; 95% CI=1.1-6.6). A significant confounding factor was found, namely the act of episiotomy (p=0.047; OR=9.56; 95% CI=1.86 - 48.97). After controlling for these variables, the subjects who were sewn using Chromic had a significant risk (p=0.002, OR=5.39; 95% CI=1.76-16.50) CONCLUSION: Subjects with Chromic catgut have a higher risk of experiencing dyspareunia than using Rapide Polyglactin 910 threads after 3 months of suturing.
Comparison Between Placenta Accreta Index and Tovbin Score as A Predictor of Placenta Accreta Spectrum Disorders (PASD) Dinata, Willy Angga; Hafiz, Alini; Mochtar, Arufiadi Anityo; Dewantiningrum, Julian; Wiyati, Putri Sekar; Cahyanti, Ratnasari Dwi
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 11 No. 1 (2024): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36408/mhjcm.v11i1.980

Abstract

Background : The incidence of  Placenta Accreta Spectrum Disorders (PASD) in developed countries has reportedly increased 10-fold in the last 50 years. The significant increase was followed by an increase in the number of caesarean section from 12.5% to 23.5% in the last 10 years. Maternal morbidity related to PASD events reaches 7% in intraoperative and postoperative actions, while the morbidity reaches 60%. In cases of late diagnosis, maternal mortality with placenta accreta reaches 30%. Efforts to prevent maternal morbidity and mortality can be carried out by early detection at antenatal care visits. The Placenta Accreta Index (PAI) and Tovbin scoring systems based on the results of ultrasound examination can be used to screening for placenta accreta. Objective: To analyze the comparison of the accuracy of the PAI and Tovbin scoring systems in predicting the incidence of Placenta Accreta Spectrum Disorder (PASD). Method: The study used an analytic observational with a cross sectional design. Sampling was done by consecutive sampling method. There were 35 subjects who met the inclusion and exclusion criteria. PAI and Tovbin scoring were performed on each selected subject. The accuracy of the PAI and Tovbin scoring systems was confirmed by establishing a diagnosis based on PASD histopathology. Results: The PAI scoring system in predicting PASD has a sensitivity value of 79.31%, a specificity of 83.33%, a positive predictive value (NDP) of 95.83%, a negative predictive value (NDN) of 45.45%, an accuracy of 80.00%. While the Tovbin scoring system obtained a sensitivity value of 86.21%, specificity of 83.33%, NDP of 96.15%, NDN of 55.56%, accuracy of 85.71 %. Conclusion: In the comparison of scoring systems, it was found that the Tovbin scoring system has almost the same sensitivity and accuracy and the same specificity in predicting Placenta Accreta Spectrum Disorder (PASD).
Factors affecting the incidence of birth asphyxia before and after the helping babies breathe training first in Grobogan, Central Java Firdausy, Dania Emeralda; Radityo, Adhie Nur; Wiyati, Putri Sekar; Sareharto, Tun Paksi
Basic and Applied Nursing Research Journal Vol 4 No 2 (2023): Basic and Applied Nursing Research Journal (BANRJ)
Publisher : Future Science

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.11594/banrj.04.02.08

Abstract

Introduction: This study aims to examine the association between factors affecting birth asphyxia and its incidence a year before and after HBB first training conducted in Grobogan, Central Java. Methods: This research was an analytical observational preliminary study with a cross-sectional design. Birth records data collected from 30 primary health care from January to December 2020 in Grobogan, Central Java. Data analyzed with a computer statistical analysis program using χ2 test and Fisher's exact test. Result: Based on 191 medical records from infants born during the year before and 186 medical records from infants born during the year after HBB training, there was an 11.5% decrease in the incidence of birth asphyxia compared before and after the training. Results of the χ2 test showed a significant association between the HBB training with the incidence of birth asphyxia (p = 0.014). Before the HBB training, prematurity has a significant association with the prevalence of birth asphyxia (p < 0.001). Furthermore, there is no associated factor that has a significant association with the prevalence of birth asphyxia after the training (p> 0.05). Conclusion: There is a significant decrease in the incidence of birth asphyxia compared between the year after and 1 year before HBB training. Meanwhile, prematurity has a significant association with the incidence before HBB training.