Bayu Dardias Kurniadi
The Department Of Politics And Governance, Faculty Of Social And Political Sciences Of Universitas Gadjah Mada

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Yogyakarta in Decentralized Indonesia: Integrating Traditional Institution in Democratic Transitions Kurniadi, Bayu Dardias
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol 13, No 2 (2009): Demokrasi dan Transformasi Institusi Tradisional
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1.795 KB)

Abstract

Artikel ini membahas tentang kompleksitas desentralisasi di Indonesia. Sebagai sebuah daerah istimewa, proses integrasi Provinsi Yogyakarta dalam sistem pemerintahan daerah tidak pernah tuntas. Kuatnya pengaruh dua kerajaan sebagai manifestasi institusi tradisional dalam struktur pemerintahan provinsi yang berlangsung sejak republik ini berdiri menjadi beban sejarah tak berkesudahan. Terdapat tiga fokus kajian yang penting untuk mendudukkan Yogyakarta dalam politik lokal di Indonesia yaitu sejarah Yogyakarta dalam kondisi awal kemerdekaan Indonesia, posisi Sultan dan Pakualam dalam intitusi politik modern dan pengaturan aset-aset keraton.
MENYIAPKAN SULTAN PEREMPUAN: LEGITIMASI LANGIT DAN KEKUATAN REGIM SULTAN HEMENGKUBUWONO X Bayu Dardias Kurniadi
Masyarakat Indonesia Vol 42, No 1 (2016): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia
Publisher : Kedeputian Bidang Ilmu Sosial dan Kemanusiaan (IPSK-LIPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jmi.v42i1.352

Abstract

Sultan Hamengkubuwono (HB) X of Yogyakarta has chosen his eldest daughter as his successor in a traditionally patrilineal Sultanate. This paper discusses the controversy surrounding Sultan HB X’s decision by measuring the impact of his proclamations and orders for the Sultanate’s long-term regime effectiveness. I arguethat Sultan HB X’s proclamations and orders based, which were based on mysticism and a sense of divinity, have been ineffectual for maintaining regime effectiveness inside and outside of the Sultanate. Within the Sultanate, the Sultan’s siblings have argued that his decisions contradict the Sultanate’s centuries-long tradition of rules (paugeran). Outside the palace walls, broader society has been divided over Sultan HB X’s choice. One group supports Sultan HB X’s decision, while the other group is determined to hold on firmly to their patriarchal cultural and historical traditions. While Sultan HB X’s proclamations and orders have been ineffectual in maintaining the Sultanate and its influence, his decisions have even brought about an enormous challenge to the survival prospectsof the Sultanate itself.Keywords: political legitimation, regime, Sultan Hamengkubuwono, Yogyakarta Sultanate ABSTRAKPada 2015, Sultan Hamengkubuwono (HB) X mengeluarkan empat kali sabda yang berkaitan dengan suksesi kepemimpinan di Kasultanan Yogyakarta. Tanpa memiliki putra laki-laki, Sultan HB X menunjuk putri sulungnya sebagai penerus tahta yang menganut patrilineal. Tulisan ini membahas tentang efektifitas regim Sultan HB X terutama dilihat dari implikasi yang timbul dari Sabda Raja dan Dawuh Raja. Saya berargumen bahwa penggunaan petunjuk langit sebagai basis legitimasi politik tidak cukup efektif menciptakan dukungan politik. Kondisi ini menjadi ciri melemahnya regim aristokrasi, tidak hanya diluar lingkungan Kasultanan, tetapi justru lebih melemah ke dalam. Legitimasi mistisisme yang berdasarkan petunjuk langit tidak mampu menjadi basis legitimasi ditengah masyarakat yang berubah semakin rasional. Di internal, Sabda dan Dawuh Sultan HB X menghilangkan kemampuan kasultanan untuk memilih pemimpin politik masa depan dan bertentangan dengan ketentuan (paugeran) yang selama ini berlangsung. Di luar tembok istana, masyarakat terbelah antara mendukung Sultan dan tantangan budaya, adat dan sejarah. Kondisi ini merupakan tantangan terbesar Kasultanan Yogyakarta dan demokrasi Indonesia.Kata kunci: legitimasi politik, Sultan Hamengkubuwono, Kasultanan Yogyakarta
Yogyakarta in Decentralized Indonesia: Integrating Traditional Institution in Democratic Transitions Bayu Dardias Kurniadi
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol 13, No 2 (2009): NOVEMBER (Demokrasi dan Transformasi Institusi Tradisional)
Publisher : Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (415.258 KB) | DOI: 10.22146/jsp.10961

Abstract

Artikel ini membahas tentang kompleksitas desentralisasi di Indonesia. Sebagai sebuah daerah istimewa, proses integrasi Provinsi Yogyakarta dalam sistem pemerintahan daerah tidak pernah tuntas. Kuatnya pengaruh dua kerajaan sebagai manifestasi institusi tradisional dalam struktur pemerintahan provinsi yang berlangsung sejak republik ini berdiri menjadi beban sejarah tak berkesudahan. Terdapat tiga fokus kajian yang penting untuk mendudukkan Yogyakarta dalam politik lokal di Indonesia yaitu sejarah Yogyakarta dalam kondisi awal kemerdekaan Indonesia, posisi Sultan dan Pakualam dalam intitusi politik modern dan pengaturan aset-aset keraton.
Establishment of Kogabwilhan in Supporting the Defense Area’s Resilience Ading Priyotantoko; Armaidy Armawi; Bayu Dardias Kurniadi; Darto Wahidin
Indonesian Journal of Social Science Research Vol 2 No 2 (2021): Indonesian Journal of Social Science Research (IJSSR)
Publisher : Future Science

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (355.649 KB) | DOI: 10.11594/10.11594/ijssr.02.02.02

Abstract

In the past, defense in warfare was carried out conventionally by using weapons. Now the defense system has shifted to modern types of warfare, either through culture, diplomacy, technology, and ideology. Kogabwilhan as a unit directly under the President’s command. The TNI’s Kogabwilhan is a representation of the concept of TNI's interoperability capability which is currently a priority policy for TNI Commanders. Kogabwilhan was established as an effort of the TNI to carry out the strengthening of resilience and deterrence against various potential threats, both from outside and within the country. The presence of the Kogabwilhan is a form of TNI's preparedness in handling the crisis. The development of defense areas is directed at maintaining the natural potential and social conditions that exist in the territory of Indonesia. Kogabwilhan is here to coordinate with various parties to maintain all aspects, both disaster mitigation, regional development, welfare, and regional defense. The government determined the domicile of MaKogabwilhan II in Balikpapan, East Kalimantan Province. The determination must have taken into account some aspects of the current command, control, strategy, and infrastructure. Thus, the formation of the Kogabwilhan has a strategic role in maintaining the sovereignty of the Indonesian state. The formation of the Kogabwilhan was carried out as one of the steps taken by the TNI to strengthen Its deterrence against various potential threats from outside and within the country. However, there are three things that have an impact on the resilience of the defense area as a result of the formation of Kogabwilhan II in Balikpapan. First, the military managerial role. The improvement of military managerial capabilities must be based on good planning, organization, implementation arrangements, and supervision, so that they can be controlled optimally. Second, the role of legal policy. Kogabwilhan must be able to enforce the law, both on land, sea, and air. Third, the role of diplomacy. The establishment of Kogabwilhan could reduce existing conflicts, so diplomacy skills are very important to have. Therefore, the development of defense and security in strategic areas is currently increasingly complex and escalating in various parts of the world.
Genealogi Kebijakan Beras Indonesia 1998-2021 Muhammad, Dzaky Yusuf; Kurniadi, Bayu Dardias
JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan Vol 9, No 1 (2024): Vol 9, No 1 (2024)
Publisher : Program Studi Sarjana (S1) Ilmu Pemerintahan, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jiip.v9i1.21904

Abstract

Beras menjadi diskursus utama dalam pangan masyarakat Indonesia setelah melalui proses diskursif yang didorong  Orde Baru yang bertujuan untuk melakukan kontrol dan melanggengkan kekuasaan dengan menghadirkannya secara masif dan murah. Berkat proses tersebut beras mendapat fungsi strategis yang dapat memengaruhi kondisi sosial, politik dan ekonomi dalam skala nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan mengenai beras sebagai komoditas strategis dengan pendekatan Genealogi. Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur dengan data berupa peraturan perundang-undangan, buku, artikel jurnal dan artikel berita. Hasil  penelitian menunjukkan kebijakan beras dipengaruhi oleh diskursus-diskursus penting yang pemerintah percaya dapat memenuhi tujuan dari kebijakan beras. Pada 1998-2001 besar dipengaruhi oleh diskursus liberal sebagai kondisi dari bantuan ekonomi dari IMF, pada 2001-2004 kebijakan beras mengalami mengurangi pengaruh liberal sedikit demi sedikit ditandai dengan penghentian bantuan dari IMF yang dipengaruhi oleh sentimen nasional serta pelarangan impor beras. Pada 2004-2014 kebijakan beras berupaya untuk memperkuat sektor produksi dan condong pada diskursus liberal dengan pembukaan keran impor. Untuk 2014-2021 kebijakan beras mengalami kebijakan proteksionis yang populis dengan hambatan tarif dan nontarif walaupun pada akhirnya pemerintah berusaha lebih membuka diri ke pasar bebas dengan mengurangi hambatan perdagangan dan lebih terbuka untuk melakukan impor.