Holina Holina
UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Kegiatan Domestik dan Publik Pedagang Perempuan Muslim di Perdesaan Holina Holina; Yeni Huriani
Jurnal Iman dan Spiritualitas Vol 2, No 2 (2022): Jurnal Iman dan Spiritualitas
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/jis.v2i2.18465

Abstract

Tulisan ini akan memberi penjelasan tentang bagaimana perempuan Muslim menyeimbangkan kehidupan domestik dengan kegiatan publik di Desa Sungai Pinang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yang menerangkan keadaan dari informan menurut latar belakangnya masing-masing. Penelitian ini juga dilengkapi dengan teknik wawancara agar dapat mengungkapkan apa yang ada dipikirkan dan dirasakan oleh informan. Perempuan yang memiliki pekerjaan di luar rumah sangat jelas memiliki waktu yang terbatas. Karena keterbatasan waktu itu mengakibatkan frekuensi untuk bertemu dengan sesama anggota keluarga juga jadi terbatas baik bertemu dengan suami ataupun dengan anak-anaknya. Walaupun secara teoritis yang paling penting ialah kualitasnya bukan kuantitasnya, hal ini dapat berakibat terjadinya ketidakharmonisan di dalam keluarga misalnya terjadi pertengkaran, perceraian hingga anak-anaknya pun akan ikut bermasalah. Jika ini terjadi maka yang akan dituduh sebagai sumber dari masalah tersebut oleh masyarakat ialah dikarenakan istri atau ibu memiliki waktu yang terbatas ketika berada di rumah.Yang membuat bangga ialah para perempuan yang berdagang kelontong di desa Sungai Pinang bisa mengatur perannya sehingga bisa bertahan saat menjalankan peran gandanya. Tujuan mereka membuka warung kelontong karena untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Sumbangan penghasilan dari para perempuan memiliki peran dalam keberlangsungan hidup berumah tangga. Kegiatan dari perempuan yang berdagang baik di ranah domestik dan publik telah mendapatkan dukungan yang sangat tinggi dari keluarganya. Kondisi tersebut ditunjang juga dengan hubungan yang harmonis di dalam rumah tangga. Diantara suami istri, diantara ibu dan anak dan diantara ayah dan anak juga terjalin komunikasi yang sangat intensif.
The Meaning of Symbols in The Sedekah Bumi Tradition Holina Holina; Dwi Wahyuni
Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan Tajdid Vol 26, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/tajdid.v26i1.6230

Abstract

This article provides an explanation of the meaning of symbols in the Sedekah Bumi tradition in the village of Air Putih Ilir, Musi Banyuasin Regency, South Sumatra Province. The research method used in this study is case-study qualitative research. The data were obtained through observation, interview, and documentation techniques, then analyzed by dialogue on Barthes's semiology theory and empirical data obtained at the research location. This article shows that Sedekah Bumi has been carried out continuously from one generation to the next. Sedekah Bumi is also called Sedekah Puyang Tumamia or Puyang Burung Jauh, which is a sacred figure to the villagers of Air Putih Ilir. Sedekah Bumi is a tradition that is carried out after harvesting rice as a form of gratitude to God Almighty. Apart from that, Sedekah Bumi is also meant to ward off disaster and become a medium to strengthen ties between the residents of Air Putih Ilir village. The meaning of symbols in the equipment for the Sedekah Bumi tradition is: first, incense is used because it is thought to speed up the answering of prayers because the spirits of the dead are pleased with the fragrance of incense. Second, heirlooms that are sacred to the residents are sacred objects that have a symbol of struggle from their ancestors. Third, lemang gives a symbol of the life of a society that is so palpable but has a white and sincere heart in it. Fourth, Padi Arang symbolizes the bad nature of humans that must be abandoned.