This Author published in this journals
All Journal Warta Perkaretan
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

CARBON FOOTPRINT DALAM PROSES BUDIDAYA TANAMAN KARET DAN PRODUKSI BEBERAPA PRODUK KARET Andi Nur Cahyo; Jamin Saputra; Mili Purbaya; Thomas Wijaya
Warta Perkaretan Vol. 35 No. 1 (2016): Volume 35, Nomor 1, Tahun 2016
Publisher : Pusat Penelitian Karet - PT. Riset Perkebunan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (786.98 KB) | DOI: 10.22302/ppk.wp.v35i1.90

Abstract

Salah satu komoditas pertanian yang memberikan andil dalam penyerapan dan emisi CO2 adalah tanaman karet.Tulisan ini bertujuan untuk menghitung jumlah karbon yang diemisikan dan diserap (Carbon Footprint/CF) dalam proses budidaya tanaman karet mulai dari pembibitan, persiapan lahan, penanaman, dan pemeliharaan sampai tanaman diremajakan. Jumlah karbon yang diserap oleh tanaman karet diperoleh berdasarkan analisa C-organik sampel bibit tanaman karet baik yang masih berupa batang bawah, bibit polibeg dua payung dan tanaman karet klon GT1 pada saat diremajakan. Jumlah karbon yang diemisikan dihitung dari proses pembuatan bibit polibeg dua payung daun sampai tanaman diremajakan. Total emisi karbon yang dihasilkan mulai dari proses pembuatan bibit sampai peremajaan karet tua adalah 728,87 kg CO2-e/tanaman. Sebaliknya total serapan karbon oleh tanaman karet selama satu siklus adalah 2.278,17 kg CO2-e/tanaman untuk klon GT 1. Klon GT1 dalam satu siklus dapat menghasilkan 68,55 kg karet kering/tanaman, sehingga untuk memproduksi 1 kg karet kering telah diserap 33,23 kg CO2 dan diemisikan 10,63 kg CO2. Selain itu, untuk menghasilkan 1 kg produk karet remah, karet sit, atau lateks pekat, akan dihasilkan emisi karbon tambahan sebesar 0,313; 0,126; dan 0,151 kg CO2-eq/kg produk yang dihasilkan berturut-turut. Karena itu, apabila dihitung mulai dari proses pembibitan tanaman karet, telah diserap karbon sebanyak 33,23 kg CO2 dan diemisikan karbon sebanyak 10,94; 10,75; dan 10,78 kg CO2-e untuk setiap kg karet remah, karet sit, dan lateks pekat yang dihasilkan berturut-turut. Hal ini menunjukkan budidaya tanaman karet memberikan andil positif dalam penyerapan karbon dari atmosfer dan menekan pemanasan global.
MITIGASI KEKERINGAN PADA PERKEBUNAN KARET (Hevea brasiliensis Müll. Arg.) MELALUI PENDEKATAN PHYTOBIOME Andi Nur Cahyo; Rudi Hari Murti; Eka Tarwaca Susila Putra
Warta Perkaretan Vol. 39 No. 1 (2020): Volume 39, Nomor 1, Tahun 2020
Publisher : Pusat Penelitian Karet - PT. Riset Perkebunan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (614.957 KB) | DOI: 10.22302/ppk.wp.v39i1.663

Abstract

El-Nino menimbulkan dampak musim kemarau yang berkepanjangan di wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia. Kekeringan yang terjadi pada saat musim kemarau dapat menurunkan produksi karet hingga 50%. Mitigasi untuk meminimalisir dampak kekeringan tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan phytobiome. Pendekatan phytobiome diharapkan dapat meningkatkan ketahanan tanaman karet terhadap kekeringan baik dengan mekanisme drought tolerance maupun drought avoidance. Selain itu, dengan lingkungan biotik dan abiotik yang mendukung, lengas tanah juga semakin tersedia untuk tanaman. Upaya mitigasi dengan pendekatan phytobiome dilakukan secara komprehensif baik terhadap tanaman, lingkungan hidup tanaman, maupun organisme yang hidup di sekitar tanaman tersebut. Mitigasi dampak kekeringan terhadap tanaman karet dengan pendekatan phytobiome dapat dilakukan dengan perakitan dan adopsi klon-klon unggul toleran kekeringan, penggunaan root trainer untuk memperbaiki arsitektur akar, aplikasi senyawa osmoregulator, aplikasi asam humat, irigasi, penggunaan LCC sebagai mulsa, pembuatan rorak, dan inokulasi jamur mikoriza atau DSE. Penelitian tentang upaya mitigasi tersebut pada tanaman karet masih tergolong minim, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut agar pertumbuhan dan produksi karet tetap stabil selama terjadi kekeringan.
DAMPAK KEKERINGAN TERHADAP PROSES FISIOLOGIS, PERTUMBUHAN, DAN HASIL TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Müll. Arg.) Andi Nur Cahyo; Rudi Hari Murti; Eka Tarwaca Susila Putra
Warta Perkaretan Vol. 39 No. 1 (2020): Volume 39, Nomor 1, Tahun 2020
Publisher : Pusat Penelitian Karet - PT. Riset Perkebunan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1348.613 KB) | DOI: 10.22302/ppk.wp.v39i1.664

Abstract

Indonesia adalah produsen karet terbesar kedua di dunia dengan luas areal penanaman mencapai 3,66 juta ha dan produksi sebesar 3,68 juta ton karet kering pada tahun 2017.  Produktivitas perkebunan karet di Indonesia tergolong belum optimal. Salah satu penyebabnya adalah curah hujan yang rendah pada musim kemarau dan fenomena El-Nino yang menyebabkan kekeringan. Efek kekeringan adalah terjadinya defisit air pada tanaman, sehingga tekanan turgor menurun dan memicu ketidaknormalan fungsi organ tanaman. Parameter fisiologis tanaman yang dipengaruhi oleh kekeringan misalnya tekanan osmotik dan turgor, konduktansi stomata, fotosintesa, transpirasi, respirasi, dan aktivitas antioksidan. Efek kekeringan yang dominan pada proses fisiologis tanaman adalah perubahan konduktansi stomata. Menutupnya stomata ini dipicu oleh hormon asam absisat (ABA) yang diproduksi di akar dan dibawa ke daun sebagai informer stomata ketika terjadi cekaman kekeringan. Konduktansi stomata juga sangat mempengaruhi besarnya fotorespirasi. Selain itu penutupan stomata juga mengakibatkan penurunan asimilasi CO2, sehingga dalam paparan cahaya yang berlebihan, over reduksi pada pusat reaksi fotosintesa PSII terjadi dan reactive oxygen species (ROS) misalnya superoksida, hidrogen peroksida, hidroksil radikal, dan oksigen singlet terbentuk. Tanaman yang toleran kekeringan beradaptasi terhadap kondisi cekaman kekeringan secara fisiologis dengan beberapa mekanisme, diantaranya adalah melalui peningkatan produksi hormon ABA, penutupan stomata, osmoregulasi, dan produksi antioksidan. Beberapa klon karet yang relatif toleran terhadap cekaman kekeringan adalah klon RRIM 600 dan GT1. Pada akhirnya, kekeringan yang terjadi akan menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil tanaman.
PEMANFAATAN PARAMETER CHLOROPHYLL-A FLUORESCENCEUNTUK SELEKSI KLON KARET TAHAN KEKERINGAN Andi Nur Cahyo
Warta Perkaretan Vol. 40 No. 2 (2021): Volume 40, Nomor 2, Tahun 2021
Publisher : Pusat Penelitian Karet - PT. Riset Perkebunan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22302/ppk.wp.v40i2.811

Abstract

Chlorophyll-afluorescenceadalahperpendaran cahaya yang dilepaskan oleh klorofil untuk membuang kelebihan energi foton yang diterima dari sinar matahari pada prosesfotosintesa.Salahsatuparameterturunan dari chlorophyll-a fluorescence adalah Performance Index(PI). PI menggambarkan informasikualitatifmengenaikebugarantanaman. Pengamatan PI pada saat kondisi normal, tercekam kekeringan moderat, dan tercekam kekeringan parah memungkinkan untuk penghitungan nilai Drought Factor Index (DFI). Nilai DFI menggambarkan tingkat ketahanantanamanterhadapcekamanlingkungan, termasuk cekaman kekeringan. Semakin tinggi nilai DFI, semakin tahan tanamantersebutterhadapcekamanlingkungan dan sebaliknya. Parameter DFI telah berhasil dimanfaatkan untuk menyeleksi genotiptahancekamankekeringanpadatanaman wijen, kacang arab, barley, sawit, dan karet. Penentuan nilai DFI sangat berguna untuk kegiatan seleksi awal klon karet yang tahan terhadap cekaman kekeringan dan dapat menghemat waktu dan biaya yang harus dikeluarkanpadaprogrampemuliaantanaman karet