Wakaf, sebagai salah satu amal jariyah yang dianjurkan dalam Islam, memiliki prinsip permanensi, di mana harta yang diwakafkan tidak dapat ditarik kembali, dijual, diwariskan, atau dijadikan jaminan, sebagaimana diatur dalam KHI dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Namun, dalam kondisi tertentu, perubahan status harta wakaf diperbolehkan melalui prosedur dan persetujuan yang ketat, seperti yang diatur dalam Pasal 225 KHI dan Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam hukum wakaf di Indonesia, khususnya mengenai prinsip permanennya. Peneliti akan menganalisis aturan hukum kompilasi Islam (KHI) di Indonesia dan mengidentifikasi kondisi-kondisi yang memungkinkan perubahan status harta wakaf. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan kepemilikan barang wakaf dalam perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI) serta menganalisis hukum yang mengatur penarikan kembali barang wakaf dalam konteks yang sama. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan (library research) dan pendekatan normatif-teologis. Data yang dikumpulkan mencakup sumber primer seperti KHI dan undang-undang terkait, serta sumber sekunder berupa literatur dari kitab fiqh dan kajian akademik lainnya. Analisis dilakukan secara deskriptif-analitis untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip hukum Islam yang relevan dengan isu penarikan kembali barang wakaf. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wakaf memiliki kedudukan hukum yang final, di mana kepemilikan harta wakaf berpindah dari wakif kepada nazhir untuk dikelola demi kemaslahatan umat. Dalam aturan yang tertuang dalam KHI dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, ditegaskan bahwa penarikan kembali barang wakaf dilarang, kecuali dalam kondisi tertentu yang harus mendapatkan persetujuan dari Badan Wakaf Indonesia (BWI). Prinsip ini sejalan dengan maqasid syariah, yang menitikberatkan pada keberlanjutan manfaat bagi umat secara jangka panjang. Penelitian ini juga menyoroti pentingnya musyawarah sebagai mekanisme utama dalam menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan wakaf, sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam dan hukum nasional.