Fransisca Monica Riberu
Universitas Nusa Cendana

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Konstruksi Makna Ritual Ayam Rengki Dalam Kebudayaan Masyarakat Larantuka Fransisca Monica Riberu; Petrus Ana Andung; Ferly Tanggu Hana
Jurnal Politikom Indonesiana Vol 6 No 1 (2021): Jurnal Politikom Indonesiana
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Singaperbangsa Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35706/jpi.v6i1.5328

Abstract

Ritual Ayam Rengki merupakan rangkaian akhir dalam upacara kematian yang dilakukan pada malam ke-3 atau Nebo Besa dalam istilah masyarakat Larantuka. Ayam Rengki ini dimakan oleh Belake. Istilah Belake, adalah sebuah istilah Adat suku Lamaholot bagi laki-laki pada umumnya dan adat Larantuka pada khususnya. Belake merupakan orang yang berperan penting dalam ritual kematian karena keputusan-keputusan diambil berdasarkan suara Belake dan dilayani untuk memakan rengki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengalaman, Makna serta Motif dari Belake dalam menyelenggarakan Ritual Ayam Rengki. Penelitian ini dikaji menggunakan teori fenomenologi dan teori interaksi simbolik serta konsep-konsep penting seperti komunikasi nonverbal, komunikasi ritual, komunikasi antarbudaya, motif dan budaya masyarakat Larantuka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tradisi Ayam Rengki ini dimaknai sebagai media untuk Belake melaksanakan kewajiban terakhirnya sebagai Belake serta mendapatkan hak untuk dilayani oleh Ana Opu dalam acara adat apapun serta motif tradisi ini masih terus dilaksanakan yaitu untuk meneruskan dan mempertahankan tradisi yang sudah ada serta sebagai sarana komunikasi antar sesama orang Larantuka di Kota Kupang. Tradisi ini dimaknai sebagai media untuk Belake melaksanakan kewajiban terakhirnya sebagai Belake serta mendapatkan hak untuk dilayani oleh Ana Opu dalam acara adat apapun. Motif tradisi ini masih terus dilaksanakan yaitu untuk meneruskan dan mempertahankan tradisi yang sudah ada serta sebagai sarana komunikasi antar sesama orang Larantuka di Kota Kupang.