Khosnol Khotimah
UIN Sunan Ampel Surabaya

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Analisis Yuridis terhadap Studi Putusan Pengadilan Agama Kraksaan Nomor: 1487/PDT.G/2019/PA. KRS Khosnol Khotimah; Yuniar Kusuma Wardani; Muhammad Amin Warsito; Melita Badriyatus Zuhroh; Abdul Rouf; Syamsuri Syamsuri
Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum Vol. 1 No. 6 (2020): Desember
Publisher : Laboratorium Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2384.845 KB) | DOI: 10.15642/mal.v1i6.70

Abstract

Absract: A common treasure isa treasure acquired during a marriage, apart from gifts and inheritances. The idea is that both the possessions are acquired through the business of husband and wife. The Shared division of property resulting from the law after a divorce both husband and wife would be concerned about the property of a "marital union" or would also be referred to asa "marital treasure." Under "1974's no. 1 bill on marriage ", however, it has not been described in more detail as to what number each is. Each of the divisions of property entitled to each one's being more modest and is discussed only in 3 chapters, that is, chapters 35-37. Whereas in a compilation of islamic law or commonly called khi the matter of mutual property is discussed more fully by describing it in 13 chapters of 85-97. The kinds of research methods used in writing this scientific work are normative legal methods and use law approaches. In this case, a judge's consideration would be most needed in resolving this cost-sharing problem between husband and wife after a judicial and reasonable divorce. Shared treasures at The council of kraksaan is based on the consideration of the interior council Deciding case number 1487/ PDT.g /2019/ pa. KRS is using the stipulation found in section 97 of islamic law, where the chapter's division mentions that widows or divorce widowers each get half their share of the common wealth Keywords: ommon property, 1974 law no. 1, compilation of islamic law (KHI) Abstrak: Harta bersama merupakan harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan, di luar hadiah dan warisan. Maksudnya, adalah baik harta tersebut diperoleh dari usaha suami maupun istri. Pembagian harta bersama akibat hukum setelah terjadinya perceraian baik pihak suami maupun istri akan mempermasalahkan mengenai harta “gono-gini” atau juga biasa disebut harta bersama pada saat masih dalam ikatan perkawinan. Berdasarkan “Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”, namun belum dijelaskan lebih rinci mengenai berapa jumlah masing-masing pembagian harta yang berhak diterima oleh setiap orang karena bersifat lebih sederhana dan hanya dibahas dalam 3 pasal saja yakni pasal 35-37. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam atau biasa disebut KHI masalah harta bersama dibahas dengan lebih lengkap dengan menguraikannya dalam 13 pasal yakni pasal 85-97. Jenis Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode hukum normative serta menggunakan pendekatan perundang-undangan. Dalam permasalahan ini, pertimbangan hakim sangat diperlukan dalam menyelesaikan permasalahan pembagian Harta bersama ini antara pihak suami dan istri setelah terjadinya perceraian dengan rasa keadilan dan sewajarnya. Pembagian harta bersama di Pengadilan Agama Kraksaan berdasarkan pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara nomor 1487/Pdt.G/2019/PA.Krs menggunakan ketentuan yang terdapat pada Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, dimana pembagian dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing mendapat 1/2 dari harta bersama. Kata Kunci: Harta Bersama, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Implikasi Putusan Uji Materi Mahkamah Agung terhadap Kedudukan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 dan 2024 Khosnol Khotimah
Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum Vol. 2 No. 2 (2021): April
Publisher : Laboratorium Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4202.472 KB) | DOI: 10.15642/mal.v2i2.85

Abstract

Abstract: This study aims to find out how the implications of the Supreme Court's Decision No. 44 P/Hum/2019 on the position of the presidential and vice-presidential elections in 2019 and 2024. This research is normative juridical research that examines Law no. 7 of 2017 concerning General Elections and Law no. 42 of 2008 concern the General Election of President and Vice President. In addition, the author also uses the Constitutional Court Decision No. 50/PUU-XII/2014 and Supreme Court Decision No. 44 P/Hum/2019 as a form of different decisions that result in different views regarding the determination of the results of the 2019 presidential and vice-presidential elections. The conclusion of this study is Supreme Court Decision No. 44/P/Hum/2019 has no implications for the elected pairs of presidential and vice-presidential candidates. The elected president is still declared valid in the first round of voting even though there are differences between the Supreme Court's decisions and the Constitutional Court because the findings of the Constitutional Court are final and binding. The suggestions from this research are, first, to make a clear separation between the authority of the Constitutional Court and the Supreme Court so that the main functions of the court of justice and the court of law are precise. Second, revise Law Number 7 of 2017 concerning General Elections related to the number of votes to determine the elected presidential and vice-presidential candidates. Keywords: Constitutional Court, Supreme Court, Judicial Review, General Election.   Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi Putusan Mahkamah Agung No. 44 P/Hum/2019 terhadap kedudukan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 dan 2024. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang mengkaji Undang-undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Undang-undang No. 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Selain itu, penulis juga menggunakan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 50/PUU-XII/2014 dan Putusan Mahkamah Agung No. 44 P/Hum/2019 sebagai bentuk perbedaan putusan yang berakibat pada perbedaan pandangan terkait penetapan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden terpilih 2019.  Kesimpulan dari penelitian ini adalah Putusan Mahkamah Agung No. 44/P/Hum/2019 tidak berimplikasi terhadap pasangan terpilih calon presiden dan wakil presiden 2019. Presiden terpilih tetap dinyatakan sah pada pemilihan suara putaran pertama sekalipun terdapat perbedaan antara putusan Mahkamah Agung dan juga Mahkamah Konstitusi, dikarenakan putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final and binding. Saran dari penelitian ini yaitu pertama, melakukan pemisahan yang jelas antara kewenangan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, sehingga jelas tupoksi antara court of justice dan court of law. Kedua, melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum terkait jumlah suara penetapan calon presiden dan wakil presiden terpilih. Kata Kunci: Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Judicial Review¸ Pemilihan Umum.
Efektivitas Pelayanan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kota Sumenep pada Masa Pandemi Covid-19 Khosnol Khotimah; Holilur Rohman
Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum Vol. 2 No. 5 (2021): Oktober
Publisher : Laboratorium Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4162.173 KB) | DOI: 10.15642/mal.v2i5.107

Abstract

Abstract: The Office of Religious Affairs (KUA) is an institution under the auspices of the Ministry of Religious Affairs providing services to muslim communities in terms of marriage registration. As a service center, kua is expected to always provide optimal effort in order to create satisfaction in the community. In the midst of the Covid-19 Pandemic, KUA services must also be able to be done optimally by making new policies so as not to hamper the work program that has been established. This study analyzed the effectiveness of KUA services of Sumenep City Subdistrict. This type of research is normative legal research. The approach used is socio-legal. The solution of legal issues is analyzed qualitatively. The data collection techniques used are observations, interviews and documentation. The results of this study show that the effectiveness of Kua services of Sumenep City Subdistrict is classified as effective. That can be seen in the absence of denial of service during the Covid-19 Pandemic. That is because there is a system of employee work that is done alternately. Several supporting factors and inhibitory factors influence the effectiveness of KUA services in the Sumenep City District. Its supporting factors are the work environment, discipline and work ethic, community environment, and facilities and infrastructure. These supportive factors can accelerate and make a service run effectively. At the same time, the inhibiting factors are the limitations of Human Resources (HR) and distant locations. Keywords: Effectiveness, Service, Office of Religion Affairs (KUA), District of Sumenep City Abstrak: Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan lembaga yang berada di bawah naungan Kementerian agama memberikan pelayanan kepada masyarakat yang beragama Islam dalam hal pencatatan nikah. Sebagai sebuah pusat pelayanan, diharapkan KUA selalu memberikan usaha yang optimal agar terciptanya kepuasan di dalam masyarakat. Di tengah Pandemi Covid-19 ini, pelayanan KUA juga harus dapat dilakukan secara optimal dengan cara membuat kebijakan-kebijakan baru agar tidak menghambat program kerja yang telah ditetapkan. Penelitian ini menganalisis efektivitas pelayanan KUA Kecamatan Kota Sumenep. Jenis Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Pendekatan yang digunakan adalah socio-legal. Adapun pemecahan isu hukum dianalisis secara kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi (pengamatan), wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas pelayanan KUA Kecamatan Kota Sumenep tergolong efektif. Hal ini dapat dilihat dengan tidak adanya penolakan pelayanan masa Pandemi Covid-19. Hal tersebut karena terdapatnya sistem kerja pegawai yang dilakukan secara bergantian. Efektivitas pelayanan KUA Kecamatan Kota Sumenep dipengaruhi beberapa faktor pendukung dan faktor penghambat. Di antara faktor pendukungnya adalah Lingkungan kerja, disiplin dan etos kerja, lingkungan masyarakat, dan sarana dan prasarana. Faktor pendukung tersebut dapat mempercepat dan membuat suatu pelayananan berjalan efektif. Sedangkan faktor penghambat yaitu keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan lokasi yang jauh. Kata Kunci: Efektivitas, Pelayanan, Kantor Urusan Agama (KUA), Kecamatan Kota Sumenep.
Keberadaan Partai Politik Sebagai Bentuk Pelembagaan Demokrasi Khosnol Khotimah; Muwahid
Sosio Yustisia: Jurnal Hukum dan Perubahan Sosial Vol. 2 No. 1 (2022): May
Publisher : Magister Hukum Tata Negara Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (587.355 KB) | DOI: 10.15642/sosyus.v2i1.170

Abstract

Keberadaan partai politik (parpol) di suatu negara yang meyakini paham demokrasi dimaksudkan agar penyelenggaraan negara lebih berorientasi pada kepentingan masyarakat luas. Kehadiran parpol hadir sebagai peran (role) yang strategis dalam sebuah pemerintahan. Pelembagaan demokrasi dan partai politik tidak dapat dilakukan pemisahan satu sama lain. Partai politik yang baik dan fungsional dapat menghadirkan pelembagaan yang baik pula, begitu pun sebaliknya. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif untuk menjawab dua persoalan utama. Pertama, konsepsi partai politik. Kedua, partai politik sebagai bentuk pelembagaan demokrasi. Kajian menyimpulkan bahwa partai politik adalah kelompok organisasi yang anggotanya memiliki arah untuk memperoleh kekuasaan. Partai politik berfungsi sebagai sarana komunikasi politik, sosialisasi politik, rekrutmen politik, dan manajemen konflik. Namun pada tataran implementasi, partai politik sering mengalami kelemahan seperti krisis pemasukan dana, kelembagaan partai politik yang acapkali tidak berorientasi pada pemberantasan korupsi serta korupsi akibat beban biaya pemilu yang tinggi. Oleh karena itu, upaya perbaikan terhadap partai politik harus selalu dilakukan.