Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Redefinisi Kesopanan pada Anak-Anak Usia Sekolah Dasar di Kota Serang dan Pandeglang Deni Wardana; Ajo Sutarjo; Ani Novia; Mia Utami Hasan; Siti Novianti Triana P.
Proseding Didaktis: Seminar Nasional Pendidikan Dasar Vol. 3 No. 1 (2018): DIDAKTIS 3: Proseding Seminar Nasional Pendidikan Dasar 2018
Publisher : Program Studi PGSD Kampus UPI di Serang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (194.497 KB)

Abstract

Posisi Negara Indonesia yang terletak di bagian timur dunia menjadikan budaya dan corak ketimuran menjadi identitas masyarakat Indonesia. Selain tutur kata yang lemah lembut, dan sopan santun dalam bergaul ataupun berpakaian, bangsa timur juga sangat menjunjung tinggi nilai-nilai atau norma-norma yang tumbuh di lingkungan masyarakat, seperti halnya nilai kesopanan. Menurut Erislan (2005) kesopanan adalah suatu norma hidup yang timbul dari sebuah hasil pergaulan sekelompok manusia di dalam masyarakat dan dianggap sebagai pedoman pergaulan sehari-hari masyarakat. Tindak kesopanan dibagi menjadi tindakan verbal (tutur kata) dan nonverbal (tingkah laku). Setiap kelompok masyarakat akan memiliki pedoman hidup yang berbeda-beda, seperti di Kota Serang dan Pandeglang. Kota Serang yang notabene masyarakatnya menggunakan bahasa Jawa Serang dan Pandeglang yang menggunakan bahasa Sunda memberikan corak pergaulan yang berbeda-beda. Definisi kesopanan dari setiap masyarakatnya pun cenderung berbeda. Hal ini terlihat dari pola tingkah laku yang tergambar pada siswa Sekolah Dasar (SD) masing- masing. Siswa SD yang memiliki kecenderungan meniru setiap hal baru akan sulit menentukan hasil pergaulan yang bernilai positif ataupun yang bernilai negatif. Pola tingkah laku ini lah yang menjadi dilematik masyarakat dalam mendefinisikan kesopanan. Masyarakat Kota Serang dan Pandenglang berasumsi bahwa definisi kesopanan akan terlihat dari tindakan atau sikap positif yang dilakukan tanpa memunculkan tindakan-tindakan yang tidak lazim. Bentuk tingkah laku yang baik dan halus serta diiringi sikap menghormati orang lain menurut kebiasaan yang baik ketika berinteraksi dan bergaul yang ditunjukan kepada setiap elemen masyarakat sesuai dengan norma dan tata krama yang berlaku
Tinjauan Linguistis Penggunaan Terminologi Kebahasaan di Sekolah Dasar: Revolusi Berpikir dengan Belajar dari Siswa Deni Wardana; Widjojoko; Ani Novia; Rika Ar N Nurazka
Proseding Didaktis: Seminar Nasional Pendidikan Dasar Vol. 4 No. 1 (2019): DIDAKTIS 4: Proseding Seminar Nasional Pendidikan Dasar 2019
Publisher : Program Studi PGSD Kampus UPI di Serang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (215.277 KB)

Abstract

Bahasa merupakan salah satu dari sembilan kecerdasan anak. Bahasa atau pembendaharaan kata yang anak dapatkan dipengaruhi oleh lingkungan belajar. Anak belajar meniru ucapan yang dituturkan oleh orang dewasa dan terkadang mereka hanya sekadar meniru tanpa tahuartinya. Di Sekolah Dasar (SD), siswa diperkenalkan dengan berbagai penamaan dan terminologi. Setiap terminologi yang siswa dapatkanmerupakan sesuatu yang baru bagi siswa—baik itu terminologi yang menurut guru mudah maupun sukar. Di SD kelas tiga, empat, dan limaditemukan istilah kebahasaan yang kurang sesuai dengan terminologi linguistik, yaitu penggunaan istilah imbuhan, awalan, sisipan, akhiran, dan lain-lain. Secara linguistik, seharusnya digunakan terminologi afiks, prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Istilah seperti afiks, prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks tersebut sering dihindari oleh para guru dengan anggapan penggunaan istilah imbuhan, awalan, sisipan, dan akhiran akan lebih mudah diingat dan dipahami siswa daripada istilah afiks, prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Hal ini bukan hanya berdampak salahnya penggunaan istilah, melainkan salahnya memahami konsep linguistik. Penggunaan istilah yang salah tidak hanya terjadi pada siswa SD, tetapi masih ada mahasiswa yang belum mengetahui penggunaan terminologi yang sesuai dengan terminologi linguistik yang benar. Penggunaan terminologi yang berbeda akan menimbulkan permasalahan yang akan dialami siswa ketika akan melanjutkan pada level yang lebih tinggi, sehigga kesamaan terminologi yang digunakan pada setiap level pendidikan harus diterapkan. Dengan demikian, setiap lembaga pendidikan dan penerbit buku hendaknya mampu dan berani melakukan revolusi berpikir dengan belajar dari siswa. Belajar dari siswa berarti memahami “karakter belajar” siswa dan mampu memperlakukannya dengan sikap yang benar.