Articles
Pembaharuan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Perpajakan
Erja Fitria Virginia;
Eko Soponyono
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 3, Nomor 3, Tahun 2021
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.14710/jphi.v3i3.299-311
Sejalan dengan “kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi, ekonomi, sosial dan politik pemerintah dituntut untuk menciptakan clean governance melalui reformasi Undang-Undang Perpajakan. Hal ini bertujuan agar menciptakan keadilan dan upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi wajib pajak. Selain itu, kemajuan diberbagai bidang juga menimbulkan adanya suatu tindak pidana di bidang perpajakan. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengkaji kebijakan hukum pidana dalam upaya penanggulangan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan hukum positif saat ini dan di masa yang akan datang.Pengaturan mengenai tindak pidana di bidang perpajakan diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Ketentuan-ketentuan umum dalam KUHP yang mengatur mengenai tindak pidana yang dapat menjadi dasar pemidanaan tindak pidana perpajakan. kebijakan hukum pidana“di bidang perpajakan di masa yang akan datang seharusnya sejalan dengan prinsip dalam pidana perpajakan, bahwa sanksi pidana dalam perpajakan adalah bersifat Ultimum Remidium.”
Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelecehan Seksual
Rosania Paradiaz;
Eko Soponyono
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 4, Nomor 1, Tahun 2022
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.14710/jphi.v4i1.61-72
Kekerasan seksual merupakan isu yang telah lama menjadi perbincangan di tengah masyarakat Indonesia. Di Indonesia sendiri, kata pelecehan seksual sudah tidak asing karena hampir setiap tahunnya kasus pelecehan seksual terjadi.Permasalahan kekerasan seksual sudah sering terdengar di telinga masyarakat Indonesia. Namun, hukum Indonesia belum sepenuhnya memberikan konsekuensi hukum yang tegas bagi pelaku dan perlindungan bagi korban, oleh karena itu tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi korban. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang merupakan bagian dari tipology penelitian doctrinal. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rancangan hukum pidana untuk kasus kekerasan seksual menjadi suatu hal yang urgensi, mengingat maraknya kasus kekerasan seksual di Indonesia. Pembuatan udang-undang yang melindungi korban kekerasan seksual, penyelesaian terhadap kasus kekerasan seksual dan perlindungan terhadap korban kasus kekerasan seksual dapat dijalankan dengan baik.
Kebijakan Hukum Pidana dalam Pengaturan dan Penanggulangan Ujaran Kebencian (Hate Speech) di Media Sosial
Ahmad Faizal Azhar;
Eko Soponyono
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.14710/jphi.v2i2.275-290
Perkembangan teknologi dan informatika berdampak pada kebebasan berpendapat dan penyampaian informasi di Indonesia seringkali meresahkan individu maupun kelompok seperti Suku, Agama, Ras, Antar Golongan. Tujuan penulisan ini membahas Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pengaturan Dan Penanggulangan Ujaran Kebencian (Hate Speech) di Media Sosial masa saat ini dan masa yang akan datang. Kebijakan hukum pidana penyebaran ujaran kebencian dalam KUHP; UU Nomor 1 Tahun 1946; UU Nomor 1/PNPS Tahun 1965; UU Nomor 40 Tahun 1999; UU Nomor 32 Tahun 2002; UU Nomor 40 Tahun 2008; UU Nomor 19 Tahun 2016 masih banyak terdapat kelemahan yuridis dan dari kebijakannya belum sistemik, dan belum mampu maksimal dalam menaggulangi kejahatan penyebaran ujaran kebencian melalui sarana sistem hukum pidana. Pada konsep KUHP yang sedang digagas telah mengakomodir seluruh kekurangan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan saat ini sebagai pengaturan dan penanggulangan ujaran kebencian.
KEBIJAKAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI TERHADAP PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Abdurrakhman Alhakim;
Eko Soponyono
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 1, Nomor 3, Tahun 2019
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (135.245 KB)
|
DOI: 10.14710/jphi.v1i3.322-336
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta arus globalisasi yang sudah tidak terbendung dewasa ini, tidak hanya menimbulkan dampak positif tetapi juga seringkali menimbulkan dampak negatif misalnya dengan adanya “globalisasi kejahatan” dan berkembangnya kualitas (modus operandi) dan kuantitas tindak pidana oleh korporasi. Permasalahan dalam artikel ini adalah bagaimana pertanggungjawaban hukum pidana korporasi dalam upaya penanggulangan tindak pidana korporasi pada saat ini dan bagaimana pertanggungjawaban hukum pidana korporasi dalam upaya penanggulangan tindak pidana korupsi pada masa yang akan datang. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalam kebijakan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam upaya penanggulangan tindak pidana korporasi dalam upaya penanggulangan tindak pidana korupsi pada saat ini terdapat beberapa kelemahan mengenai kapan korporasi melakukan tindak pidana korupsi dan masalah sanksi pidana. Oleh karena itu untuk kebijakan pertanggungjawaban pidana korporasi pada masa yang akan datang menjelaskan ketentuan tersebut dan penegak hukum dapat menerapkannya.
Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Berita Bohong
Naavi’u Emal Maaliki;
Eko Soponyono
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 3, Nomor 1, Tahun 2021
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.14710/jphi.v3i1.59-69
Berita bohong atau dikenal dengan Hoax sekarang ini sedang marak tersebar di berbagai media. Baik itu media cetak maupun media online. Berita bohong adalah berita palsu yang dibuat-buat atau diputarbalikkan dari fakta sesungguhnya. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini antara lain: Bagaimana Kebijakan Hukum Pidana Sebagai Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Berita Bohong Menurut Hukum Positif Saat Ini dan Bagaimana Kebijakan Hukum Pidana sebagai Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Berita Bohong Yang Akan Datang. Penelitian ini adalah penelitian normatif. Aturan Mengenai Berita Bohong yang ada di dalam KUHP terdapat dalam Pasal 390, sedangkan aturan Berita Bohong yang ada dalam Undang-Undang terdapat dalam UU No.11 Tahun 2008 dan UU No. 1 Tahun 1946. Pembaharuan UU No.11 Tahun 2008 yaitu UU No.19 Tahun 2016. Peran pemerintah dan peran masyarakat dimuat dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 dan tercantum dalam pasal 40 dan pasal 41. Aturan mengenai tindak pidana berita bohong (hoax) dalam pembaharuan hukum pidana terdapat dalam RUU KUHP 2019 dalam Pasal 272.
PENGGUNAAN SISTEM PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DALAM PRAKTIK PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Hardina Anindya Putri;
Eko Soponyono;
Pujiyono Pujiyono
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 4 (2019): Volume 8 Nomor 4, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (776.808 KB)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui; 1) pengaturan antara sistem pembuktian dalam KUHAP dengan sistem pembuktian dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Indonesia saat ini; dan 2) sinkronisasi pengaturan sistem pembuktian terbalik dalam peradilan tindak pidana korupsi dengan hak asasi terdakwa dalam persidangan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian yang deskriptif analitis, sehingga penelitian ini hanya bermaksud menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan beban pembuktian terbaik dari kasus Putusan Mahkamah Agung No. 1824.K/Pid.Sus/2012. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa: 1) sistem pembalikan beban pembuktian terbatas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yakni pada delik gratifikasi yang berkaitan dengan suap sebagaimana diatur pada Pasal 12 B ayat (1) huruf a. Pembalikan juga dapat diterapkan terhadap harta benda milik terdakwa yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang didakwakan (Pasal 37 A) dan harta benda milik terdakwa yang belum didakwakan yang diduga juga berasal dari tindak pidana korupsi (Pasal 38 B). 2) Terkait dengan Pasal 37 A dan 38 B yang mengatur tentang pembalikan beban pembuktian terhadap harta benda terdakwa hendaknya diberikan petunjuk teknis/operasional ataupun hukum acaranya secara khusus untuk menghindari sifat ragu-ragu dari penegak hukum dalam penerapan sistem ini. Selanjutnya mengenai pembalikan beban pembuktian terhadap harta benda yang belum didakwakan (Pasal 38 B), undang-undang haruslah memberikan batasan dan penjelasan mengenai maksud dari harta benda yang belum didakwakan tersebut, sehingga haruslah dipahami bahwa maksudnya harta tersebut adalah dalam konteks harta benda yang ditemukan dalam persidangan namun belum didakwakan penuntut umum yang juga diduga berasal dari tindak pidana korupsi.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 33/Pid.Sus-Anak/2018/PN Smg)
Ikrima Asya Wirantami;
Eko Soponyono;
Purwoto Purwoto
Diponegoro Law Journal Vol 10, No 3 (2021): Volume 10 Nomor 3, Tahun 2021
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (879.637 KB)
Diperlukan perlindungan hukum bagi anak pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan dalam proses peradilan perkaranya. Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana perlindungan hukum bagi anak pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bagi anak pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif-analitis, yaitu menggambarkan peraturan perundangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan. Ketentuan mengenai perlindungan hukum bagi anak yang berkonflik dengan hukum diatur dalam instrumen hukum internasional maupun instrumen hukum nasional. Di Indonesia pengaturan hukum bagi Anak pelaku tindak pidana yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara anak adalah dengan memperhatikan hak-hak anak. Pidana penjara selama tiga bulan yang dijatuhkan hakim bukan semata-mata untuk membalas perbuatan anak tetapi diharapkan Anak akan jera dan tidak melakukan perbuatan pidana lagi. Namun, hal ini kurang memberikan perlindungan bagi anak karena putusan tersebut tidak mengedepankan pemidanaan sebagai upaya terakhir.
Pembentukan Lembaga Pelaksana Pidana Sebagai Wujud Sistem Peradilan Pidana Integral
Binsar Zaroha Ritonga;
Eko Soponyono
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 5, Nomor 1, Tahun 2023
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.14710/jphi.v5i1.136-153
Sistem peradilan pidana merupakan identik dengan sistem penegakan hukum pidana. Sistem ini terdiri dari subsistem yang masing-masing memiliki tugas dan fungsi tersendiri namun subsistem bekerja saling menopang satu sama lain. Pelaksanaan pidana di Indonesia yang masih terfragmentasi di berbagai sub penegakan hukum mengakibatkan sistem peradilan pidana yang belum integral. Tujuan dari artikel ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan hukum pembentukan lembaga pelaksana pidana dan integrasi kewenangan pelaksana dalam lembaga tersendiri sesuai dengan sistem peradilan pidana integral. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode yuridis normatif dengan studi literatur. Penegakan hukum di Indonesia yang belum memiliki lembaga pelaksana pidana. Pembentukan lembaga pelaksana pidana merupakan tahap akhir dari sistem peradilan pidana integral. Pembentukan lembaga pelaksana pidana ini berfungsi sebagai pelaksana pidana yang merupakan akhir dari sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana integral didasari dari konsep sinkronasi dan harmonisasi perundangan yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kebijakan hukum di masa yang akan datang.