Padmana Grady Prabasmara
Universitas Widya Mataram

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Studi wisata berbasis satwa sebagai destinasi baru di Kawasan Karangwaru Riverside Yohanes Eudes Suharno; Padmana Grady Prabasmara
JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA Vol. 2 No. 1 (2019)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/pendapa.v2i1.67

Abstract

Karangwaru Riverside merupakan Ruang Terbuka Hijau yang dikembangkan di kawasan bantaran Sungai Buntung di wilayah Kelurahan Karangwaru, Kecamatan Tegalrejo Yogyakarta. Pengembangan kawasan bantaran sungai merupakan upaya dari Kementerian PUPR dalam penataan kawasan bantaran sungai. Sebagai sebuah bantaran sungai, awalnya kawasan Karangwaru Riverside merupakan sebuah kawasan kumuh yang padat penduduk. Kondisi yang demikian, salah satunya berimplikasi kerusakan ekosistem dan fungsi sungai yang terhambat. Untuk mengatasi dan mengendalikan masalah tersebut, maka revitalisasi sungai merupakan salah satu solusi, teknisnya berupa pembuatan siring. Sejalan dengan penataan kawasan tersebut, wilayah tersebut dikembangkan pula sebagai Ruang Terbuka Hijau bagi warga sekitar. Kehadiran Ruang Terbuka Hijau tersebut, mengundang perhatian dari warga sekitar maupun yang berasal dari luar wilayah. Mengacu pada hal  tersebut, maka kawasan Karangwaru Riverside memilki potensi besar untuk dikembangkan dengan berbagai tujuan dan bidang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendukung pengembangan dan penataan kawasan Karangwaru Riverside. Salah satu pengembangan Karangwaru Riverside sebagai destinasi baru kawasan wisata, yaitu wisata berbasis satwa. Keberadaan Sungai Buntung di wilayah tersebut, memberikan keuntungan bagi pengembangan Karangwaru Riverside sebagai kawasan wisata satwa. Selain untuk mendukung program Kota Tanpa Kumuh, pengembangan tersebut berfungsi pula untuk mengakomodir masyarakat yang memiliki ketertarikan pada satwa dan memiliki potensi pengembangan ekonomi kreatif. 
Revitalisasi Stasiun Kereta Api Kedundang Di Kulon Progo (Penekanan Desain Pada Pola Sirkulasi Dan Tata Ruang) Rodrigues Francisco Lopes de Carvalho; Padmana Grady Prabasmara
JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA Vol. 3 No. 1 (2020)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/pendapa.v3i1.105

Abstract

Stasiun Kereta Api Kedundang adalah stasiun kereta api kelas kecil yang berfungsi sebagai tempat persilangan kereta api yang dinonaktifkan sejak tahun 2007. Kondisi saat ini mengalami banyak kerusakan akibat tidak terawat sejak penonaktifan tersebut.  Stasiun Kereta Api Kedundang, dewasa ini, direncanakan menjadi sebuah stasiun kereta api yang berfungsi sebagai simpul penghubung dalam rute transportasi kereta api bandara yang menghubungkan Bandara NYIA (New Yogyakarta International Airport) di Kulon Progo dengan Kota Yogyakarta.  Rencana ini dapat diwujudkan  dengan  merevitalisasi dan  meningkatkan kelas  Stasiun  Kereta  Api Kedundang menjadi kelas sedang agar sesuai dengan fungsi baru yang direncanakan. Revitalisasi dilakukan untuk menghidupkan kembali Stasiun Kereta Api Kedundang dengan penyesuaian terhadap fungsi baru yang terintegrasi dengan Bandara NYIA. Peningkatan kelas mengacu pada Pedoman Standardisasi Stasiun Kereta Api Indonesia Tahun 2012.  Konsep revitalisasi selanjutnya digunakan sebagai landasan dalam tahap perancangan arsitektur yang menitikberatkan pada dua aspek yaitu pola sirkulasi dan tata ruang.  Penekanan desain pada kedua aspek ini guna menjamin keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kelancaran bagi penumpang kereta api. Hasil perancangan merupakan alternatif solusi desain, untuk menjawab permasalahan-permasalahan Stasiun Kereta Api Kedundang.
Konsep livabilitas sebagai dasar optimalisasi ruang publik Studi kasus: Solo City Walk, Jalan Slamet Riyadi, Surakarta Padmana Grady Prabasmara; T Yoyok Wahyu Subroto; M Sani rochyansah
JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA Vol. 1 No. 2 (2018)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/pendapa.v1i2.110

Abstract

Ruang publik yang terbentuk dari ruang jalan di kota berfungsi sebagai tempat untuk bertemu, berkumpul, dan berinteraksi satu sama lain untuk keperluan agama, perdagangan, dan pemerintahan untuk berbagi aspirasi kepada masyarakat. Selain fungsi tradisionalnya sebagai titik pertemuan, ruang publik juga mencerminkan identitas kota. Dengan demikian, banyak kota menggunakan ruang publik sebagai simbol atas interaksi sosial yang terjadi. Terletak di koridor Jalan Slamet Riyadi Surakarta, jalur pejalan kaki Solo City Walk dianggap mewakili karakter lingkungan ruang publik yang hidup. Optimalnya Solo City Walk sebagai ruang publik berkaitan dengan kehidupan yang ada di jalur pejalan kaki. Makalah ini bertujuan untuk mengevaluasi konsep yang diterapkan di Solo City Walk sebagai proyek yang dirancang untuk menciptakan ruang publik yang optimal. Proyek ini menggunakan konsep mengajak warga untuk pergi keluar dan melakukan aktivitas mereka di ruang publik. Penelitian ini menggunakan metode observasi lapangan dengan memetakan penumpukan pengguna dan kegiatan yang dilakukan di jalur pejalan kaki Solo City Walk. Pemetaan ini menunjukkan beberapa titik memiliki tingkat aktivitas tinggi atau rendah. Hasil penelitian memberikan evaluasi terhadap persebaran livabilitas yang ada di Solo City Walk. Bagian memiliki livabilitas yang tinggi menunjukkan banyaknya pengguna yang terkonsentrasi, berbagai aktivitas dan fungsi yang menarik. Dengan demikian, penggal atau bagian tersebut akan digunakan sebagai pedoman dalam mengoptimalkan bagian lain yang dianggap kurang hidup.