Robert Patannang Borrong
Dosen Mata Kuliah Etika Kristen Dan Teologi Kontekstual Pada Sekolah Tinggi Teologi Jakarta

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Pernikahan Lintas Iman Dalam Konteks Masyarakat Majemuk Borrong, Robert Patannang
Voice of Wesley: Jurnal Ilmiah Musik dan Agama Vol 1, No 1 (2017): J.VoW Vol. 1 No. 1 2017
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia Wesley Methodist Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (389.482 KB) | DOI: 10.36972/jvow.v1i1.3

Abstract

meninjau persoalan perkawinan campur beda agama yang diistilahkan perkawinan lintas iman, dalam konteks Negara majemuk, terutama dari sudut pandang etika/moral yang dikaitkan dengan sudut pandang hukum dan teologi. Dengan sengaja menggunakan istilah perkawinan lintas iman karena iman adalah sesuatu yang mencerminkan hubungan seseorang dengan Tuhan, apapun agamanya, sedangkan agama adalah institusi yang memfasilitasi iman. Orang yang mau menikah dengan orang yang berbeda agama tetapi suka mempertahankan agama masing-masing seharusnya dilandaskan pada keyakinan iman dan bukan sekedar agama
Etika Animalitas Borrong, Robert Patannang
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2019.42.444

Abstract

AbstractWhy animal ethics? The importance of animal ethics for the Indonesian public is to respond to the extinction threat of some animal species in Indonesia, like Tiger in Sumatera, Orang Utan in Kalimantan, Anoa in Sulawesi, and Cendrawasih in Papua. The way humans consume animals is often cruel, causing pain and suffering on the part of the animals. Such an attitude indicates the lack of moral standing in animal sphere. Philosophicallyand theologically, animal has sentience and intrinsic values which with humans have to recognise as the moral standard for animal.Using the theological-ethical concept that human being was created in the image of God, which means that they are not only endowed with senses but also the intellect to make them moral standing creature, this article points to the capacity as well as responsibility of humans to the environment, specifically to the animal world (animalities). As such, animals have to be regarded as having moral standing in the context of human beings’moral attitude and treat. Animals have to be respected and loved morally because they have sense, sentience and intrinsic value. Animals have feeling of pleasure and suffering which with human beings must honor and make as a moral standard. Like human beings, animals have the right to enjoy contentment and to be protected as the good creatures created by God. Although consuming animals can be considered part of natural order and natural recycle, animals have the right to enjoy liberation and prosperity during they are living, and to be avoided from suffering. In this sense, life and death must be accepted in balance. As a conclusion, in relating to animals, humans should demonstrate the virtues of respect, love, justice, and restrained attitudes. Animal ethics, thus, concerns with the sustainability of the peace and welfare of the whole creation on the planet earth. AbstrakMengapa etika animalitas diperlukan? Bagi publik Indonesia, etika animalitas sangat penting karena ada banyak hewan/binatang di Indonesia terancam punah akibat perburuan yang tidak mempertimbangkan etika, antara lain: Harimau di Sumatera, Orang Utan di Kalimantan, Anoa di Sulawesi, burung Cenderawasih di Papua, dan masih banyak lagi. Demikian pula, cara orang Indonesia memotong hewan untuk dikonsumsi sering kalitidak mempertimbangkan penderitaan dan rasa sakit animalitas. Perlakuan semacam itu mencerminkan kurangnya pertimbangan moral dalam bersikap terhadap animalitas. Padahal, baik filsafat maupun teologi meyakini bahwa hewan/binatang memiliki nilai-nilai bawaan yang perlu dihargai dan menjadi standar moral animalitas.Menggunakan konsep etika-teologis bahwa manusia diciptakan sebagai citra Allah, yang bermakna bahwa mereka tidak hanya diperlengkapi dengan perasaan tetapi juga dengan intelektualitas yang memungkinkan mereka memiliki kapasitas moral, artikel ini menunjuk kepada tanggung jawab moral manusia terhadap lingkungan sekelilingnya, khususnya dunia animalitas.Meskipun mengonsumsi binatang barangkali dapat dianggap sebagai bagian dari tata ciptaan dan daur alam, binatang memiliki hak untuk menikmati kebebasan dan kesejahteraan selama mereka hidup dan harus dihindarkan dari penderitaan. Dalam pengertian demikian kehidupan dan kematian harus diterima secara seimbang. Kesimpulannya, dalam hubungan dengan animalitas, manusia harus menunjukkan sikap moral menghargai, mengasihi, adil, dan mengendalikan diri. Kepedulian dari etika animalitas adalah keberlanjutan kehidupan yang damai dan sejahtera bagi seluruh ciptaan di planet bumi ini.
Pernikahan Lintas Iman Dalam Konteks Masyarakat Majemuk Robert Patannang Borrong
Voice of Wesley: Jurnal Ilmiah Musik dan Agama Vol 1, No 1 (2017): J.VoW Vol. 1 No. 1 2017
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia Wesley Methodist Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36972/jvow.v1i1.3

Abstract

meninjau persoalan perkawinan campur beda agama yang diistilahkan perkawinan lintas iman, dalam konteks Negara majemuk, terutama dari sudut pandang etika/moral yang dikaitkan dengan sudut pandang hukum dan teologi. Dengan sengaja menggunakan istilah perkawinan lintas iman karena iman adalah sesuatu yang mencerminkan hubungan seseorang dengan Tuhan, apapun agamanya, sedangkan agama adalah institusi yang memfasilitasi iman. Orang yang mau menikah dengan orang yang berbeda agama tetapi suka mempertahankan agama masing-masing seharusnya dilandaskan pada keyakinan iman dan bukan sekedar agama
Transformasi Karakter Kristen dalam Perjanjian Baru: Kajian Teologis atas Buah Roh dan Etika Kasih Refamati Gulo; Alexander Naulus Rupidara; Robert Patannang Borrong
JURNAL LUXNOS Vol. 11 No. 1 (2025): LUXNOS: JURNAL SEKOLAH TINGGI TEOLOGI PELITA DUNIA EDISI JUNI 2025
Publisher : STT Pelita Dunia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47304/f2dmgg07

Abstract

Character in the New Testament perspective is closely related to a person who has accepted Jesus as Lord and Savior. Character is the main concern of Jesus Christ and the apostles because it reflects the growth of faith and the ability to implement His teachings in daily life. Character formation creates a person who fears God, lives in harmony with God's love, and follows the rules taught by Jesus. People who fear God tend to have a ritualistic attitude, love the truth, and are firm in moral principles. In contrast, people who do not fear God exhibit the opposite attitude. Christian character affects not only the number of believers, but also the quality of life in accordance with God's word. Christians are expected to exert a positive influence through their faith and good character, bear witness to Christ through their actions, and encourage others to follow Jesus' example. This study aims to explain the importance of Christian character in the New Testament as a foundation for believers to be role models, both for unbelievers and for the Christian community. In addition, Christian character has an important role in cultivating the traits of Christ in daily life. This research uses a qualitative research method with a Christian theological and ethical study approach, namely to understand the meaning and interpretation of experiences, beliefs, and practices.
KARAKTER KRISTEN YANG BERTUMBUH MENURUT PERSPEKTIF PETRUS SEBAGAI AJARAN APOSTOLIK UNTUK ZAMAN POSTMODERN Boboy, Yuni Marsalina; Sakey, Jenet Selfiani; Borrong, Robert Patannang
EKKLESIA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol. 3 No. 1 (2024): November 2024
Publisher : STT Ekklesia Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63576/ekklesia.v3i1.78

Abstract

Abstract: The theme of character is a crucial discussion for Christians, as it is closely related to daily behavior. However, it cannot be denied that, in reality, there are still Christians who live contrary to God's Word, indulging in the pleasures of sin, immorality, lust, anger, envy, and selfishness, failing to reflect the righteous behavior of Christ in their daily lives. This research will focus on the nature of the growing Christian character from Peter's perspective, as an apostolic teaching relevant for today. Using a qualitative method with a literature study approach, the results of this research explain that the growing Christian character according to Peter is without blemish and stain before God, submissive to the authority of leaders, and living in brotherly love. Thus, it provides a correct understanding to believers so that in any situation, as those who have received God's grace, they should continue to reflect the character of Christ. Abstrak : Tema karakter adalah diskusi yang sangat penting bagi umat Kristen, karena erat kaitannya dengan perilaku sehari-hari. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataanya masih ditemukan adanya orang Kristen yang hidup menyimpang dari firman Tuhan dengan hidup di dalam kenikmatan dosa kenajisan, hawa nafsu, amarah, iri hati, mementingkan diri sendiri dan tidak mencerminkan perilaku hidup yang benar serupa Kristus dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini akan berfokus seperti apakah karakater Kristen yang bertumbuh menurut perspektif Petrus. Sebagai ajaran apostolik untuk zaman postmodern. Dengan mempergunakan metode kualitatif melalui pendekatan studi pustaka. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa karakter Kristen yang bertumbuh menurut Petrus adalah tidak bercacat dan bernoda di hadapan Allah, tunduk pada otoritas pemimpin dan hidup dalam kasih persaudaraan. Dengan demikian memberikan pemahaman yang benar kepada orang percaya sehingga dalam situasi apa pun, sebagai orang yang telah menerima anugerah Tuhan, harus tetap dan terus mencerminkan karakter Kristus.