Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

DETEKSI ANTIGEN EKSKRETORI-SEKRETORI Schistosoma japonicum DENGAN METODE ELISA PADA PENDERITA SCHSISTOSOMIASIS DI NAPU SULAWESI TENGAH Samarang, Samarang; Satrija, Fadjar; Murtini, Sri; Nurjana, Made Agus; Chadijah, Sitti; Maksud, Malonda; Tolistiawaty, Intan
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 25, No 1 Mar (2015)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (316.206 KB)

Abstract

bstrakDeteksi antigen ekskretori-sekretori Schistosoma japonicum (S.japonicum) dengan metode ELISA pada penderita schistosomiasis dilakukan di Napu Kabupaten Poso selama sembilan bulan, yaitu dari April hingga Desember 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan nilai optical density (OD)pada penderita positif schistosomiasis dengan infeksi tinggi, sedang, dan rendah. Menetapkan nilai sensitivitas dan spesifiitas dari konformasi ELISA yang digunakan. Kegiatan dalam penelitian yang dilakukan meliputi kegiatan di lapangan dan kegiatan di laboratorium. Kegiatan di lapangan antara lainsurvei tinja dan survei darah. Kegiatan di labotarorium adalah optimasi ELISA. Hasil penelitian yaitu diperoleh nilai absorbansi pada infeksi rendah berkisar 0.468 ± 0.699 dengan kepadatan telur 1-10 telur/ slide, pada infeksi sedang nilai absorbansinya berkisar 0.700 ± 0.899 dengan kepadatan telur 11-20telur/slide dan untuk infeksi tinggi nilai absorbansinya yaitu 0.900 ± 1.166 dengan kepadatan telur 21-44 telur/slide. Nilai sensitivitas sebesar 74% dan untuk nilai spesifiitasnya sebesar 90%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode ELISA yang dikembangkan mempunyai nilai sensitivitas dan spesifiitasbaik untuk mendeteksi AgES S. japonicum pada serum penderita schistosomiasis.Kata Kunci: Schistosomiasis, ELISA, Sensitivitas, Spesifiitas, Indonesia.AbstractDetection of Schistosomajaponicum (S.japonicum) excretory-secretory antigens by ELISA method in human schistosomiasiswas conducted in Poso district Napu valey for nine months, from April to December 2013. The purpose of the study was to get the optical density for the low, medium, and high infection at human schistosomiasis and than to determine the specifiity and sensitivity ELISA conformation. The activities in this study with the laboratory and the fild. The fild activities included stool survey and blood survey. The laboratory activities was optimization of the ELISA method. The results of the study obtained value of sensitivity was 74% and specifiity 90%. Absorbance values ranges from 0699±0468 with density of eggs 1-10 eggs/slide was low infection, the absorbance values was 0.700±0.899 for medium infection the density of eggs 11-20 eggs/slide and high infection the absorbance values were 0.900±1,166 with density of eggs 21-44 eggs/slide. Therefore, it can be concluded of this study that developed ELISA method has good sensitivity and specifiity values for detecting ESAg S.japonicumin human schistosomiasis.Keywords: Schistosomiasis, ELISA, sensitivity, specifiity, Indonesia
Identifikasi Kecacingan pada Hewan Coba di Instalasi Hewan Coba Balai Litbang Kesehatan Donggala Gunawan, G; Wijatmiko, Tri Juni; Srikandi, Yuyun; Tolistiawaty, Intan; Lobo, Leonardo Taruk
Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek) 2021: Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (205.143 KB)

Abstract

Penyakit kecacingan pada hewan coba masih perlu mendapatkan perhatian dalam pemeliharaan hewan coba di Instalasi Hewan Coba Balai Litbang Kesehatan Donggala. Hewan coba yang dikembangbiakkan di Instalasi Hewan Coba adalah mencit (Mus musculus) dan tikus putih (Rattus norvegicus). Hewan coba tersebut banyak digunakan dalam penelitian, pengujian dan Pendidikan. Oleh karena itu, hewan coba harus memenuhi syarat bebas penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kecacingan pada hean coba di Instalasi Hewan Coba, Balai litbang Kesehatan Donggala. Penelitian dilakukan pada bulan Juli Tahun 2019. Sampel feses mencit berjumlah 40 ekor dan tikus putih berjumlah 44 ekor berhasil dikumpulkan. Sampel tersebut diperiksa dilaboratorium parasitologi, Balai Litbang Kesehatan Donggala dengan menggunakan metode formalin eter. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak dua sampel mencit terinfestasi telur cacing Aspicularis tetrapeta. Sedangkan sebanyak 17 ekor sampel tikus putih terinfestasi telur cacing Hymenolopis sp. Berdasarkan hasil pemeriksaan feses, maka perbaikan manajemen kandang untuk mengurangi dan mencegah resiko kejadian infeksi cacing parasit harus segera dilakukan. Dan juga perlu mempertimbangkan pemberian obat cacing pada hewan coba secara periodik.
Infeksi Telur Cacing Pada Sapi di Rumah Potong Hewan (RPH) di Kab. Sigi Propinsi Sulawesi Tengah Tolistiawaty, Intan; Widjaja, Junus
Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek) 2021: Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (167.568 KB)

Abstract

Penyakit pada ternak akibat cacing parasit sering ditemui pada ternak sapi di Rumah Potong Hewan. Infeksi cacing parasit dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia juga merugikan peternak karena menghambat pertumbuhan ternak sehingga daging dan karkas yang dihasilkan kualitasnya menjadi jelek. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi dan intensitas telur cacing parasit pada hewan potong di Rumah Pemontongan Hewan (RPH) Biromaru Kab.Sigi. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional study yang dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Dilakukan pengambilan sampel feses dari hewan yang siap dipotong untuk dikonsumsi sebanyak 97 ekor sapi dan pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Parasitologi Balai Litbangkes Donggala. Dari hasil pemeriksaan sampel feses ditemukan adanya 62 ekor sapi terinfeksi kecacingan dengan jenis infeksi telur parasit tunggal (69,3 %) dan campuran (30,7 %). Dan telur cacing yang ditemukan dalam feses sapi sebanyak 4 jenis yakni Fasciola sp (14,5 %), Paramphistomum sp (50%), Trichuris sp (3,2%), dan Oesophagustomum sp (1,6 %). Dengan ditemukannya infeksi telur cacing pada sapi yang akan dipotong,maka perlu ditingkatkan pengawasan Kesehatan sebelum hewan disembelih sehingga daging atau karkas yang dihasilkan aman dan layak dikonsumsi.
Infeksi Soil Transmitted Helminths di Dataran Tinggi Bada, Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah Tahun 2018 Widayati, Anis Nur; Srikandi, Yuyun; Risti, R; Nelfita, N; Tolistiawaty, Intan; Anastasia, Hayani
Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek) 2020: Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (817.067 KB)

Abstract

Infeksi kecacingan atau Soil Transmitted Helminths masih menjadi masalah kesehatan di negara tropis dan sub tropis, salah satunya di Indonesia. Penyakit kecacingan di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya yang masih sangat tinggi yaitu antara 45-65%. Infeksi STH disebabkan oleh tiga jenis cacing, yaitu cacing gelang, cacing tambang, dan cacing cambuk. Infeksi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak usia sekolah. Tujuan penelitian untuk menentukan tingkat infeksi STH pada penduduk di empat desa di Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Desain yang digunakan adalah potong lintang. Survei dilakukan pada bulan Maret – November tahun 2018. Dilakukan pengumpulan tinja penduduk dan selanjutnya diperiksa dengan metode Kato-Kat’z. Hasil penelitian menunjukkan infeksi STH disebabkan cacing tambang dan cacing gelang sebesar 16,92% dan 1,74%. Infeksi gabungan juga ditemukan yaitu cacing gelang dengan cacing tambang, sebesar 1,49%. Infeksi ditemukan pada penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 51% dan pada perempuan sebesar 49%. Hal tersebut terkait dengan pekerjaan masyarakat yang sebagian besar adalah petani. Berdasarkan hasil survei dapat disimpulkan bahwa infeksi STH di Dataran Tinggi Bada masih tinggi. Perlu dilakukan upaya pengobatan serta penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat.
Faktor Lingkungan Abiotik dan Kejadian Leptospirosis pada Tikus di Desa Lalombi Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah Tolistiawaty, Intan; Hidayah, Nurul; Widayati, Anis Nur
Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek) 2020: Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (317.646 KB)

Abstract

Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan bakteri Leptospira sp. dan bersifat zoonosis atau bisa menular dari hewan ke manusia. Reservoir utama dalam penularan Leptspirosis adalah tikus. Manusia dapat terinfeksi apabila kontak dengan urin tikus yang terinfeksi atau air dan makanan yang terkontaminasi bakteri Leptospira sp. Pada tahun 2019 dilaporkan adanya tikus yang terinfeksi leptospirosis di Kabupaten Donggala. Hal tersebut menjadi kewaspadaan karena tidak menutup kemungkinan akan terjadinya penularan ke manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis tikus yang tertangkap dan parameter lingkungan abiotik di Kabupaten Donggala. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan September sampai November 2019 di Desa Lalombi, Kabupaten Donggala. Penangkapan tikus dilakukan selama tiga malam berturut-turut menggunakan 100 perangkap yang disebar di rumah warga dan kebun – kebun disekitar pemukiman warga. Pada penelitian juga dilakukan pengukuran parameter lingkungan abiotik, yaitu pH tanah, suhu, dan kelembaban. Hasil pemasangan perangkap didapatkan sebanyak 32 ekor tikus (trap success 10,67%). Jenis tikus yang tertangkap adalah Rattus tanezumi (32 ekor). Jumlah tikus yang terinfeksi leptospirosis sebanyak 7 ekor (21,87%). Hasil pengukuran parameter lingkungan abiotik di Desa Lalombi di daerah pemukiman warga yaitu pH tanah 6, suhu 32,05oC, dan kelembaban 43%. Pengukuran parameter lingkungan di daerah kebun, pH tanah 6,5, suhu 31,7oC, dan kelembaban 48,5%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lingkungan abiotik Desa Lalombi berpotensi dalam penularan leptospirosis, sehingga perlu diwaspadai adanya penularan leptospirosis ke manusia.
Keragaman Tikus di Daerah Endemis Schistosomiasis di Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah Maksud, Malonda; Anastasia, Hayani; Samarang, S; Tolistiawaty, Intan; Kurniawan, Ade
Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek) 2020: Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (469.232 KB)

Abstract

Schistosomiasis merupakan penyakit endemik di Sulawesi Tengah dan masih merupakan masalah kesehatan. Keberadaan hewan reservoir seperti tikus, menjadi salah satu kendala dalam mengendaliakan schsitososmiasis yang dilakukan sejak tahun 1974. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi jenis tikus yang ada di sekitar fokus keong Oncomelania hupensis lindoensis di Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain pontong lintang. Penangkapan tikus dilakukan dengan menggunakan 100 perangkap per desa yang disebar di seluruh fokus keong perantara schistosomiasis. Perangkap yang digunakan adalah perangkap mati (snap trap) yang dipasang pada sore hari mulai pukul 16.00 dan diambil keesokan harinya antara pukul 06.00 – 09.00 yang dilakukan selama tiga hari berturut-turut. Hasil penelitian menemukan sebanyak 84 ekor tikus yang teridiri atas 10 spesies yang terdistribusi dalam lima genus. Spesies yang paling banyak ditemukan adalah Rattus tanezumi (32 ekor), Bunomys fratorum (22 ekor), dan yang paling sedikit Mus musculus (1 ekor). Indeks keragaman Shannon-Wiener menunjukkan bahwa tingkat keragaman tikus di Kecamatan Lore Barat tergolong sedang (1,6).
Infeksi Soil Transmitted Helminths di Dataran Tinggi Bada, Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah Tahun 2018 Widayati, Anis Nur; Srikandi, Yuyun; Risti, R; Nelfita, N; Tolistiawaty, Intan; Anastasia, Hayani
Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek) 2020: Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (818.247 KB)

Abstract

Infeksi kecacingan atau Soil Transmitted Helminths masih menjadi masalah kesehatan di negara tropis dan sub tropis, salah satunya di Indonesia. Penyakit kecacingan di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya yang masih sangat tinggi yaitu antara 45-65%. Infeksi STH disebabkan oleh tiga jenis cacing, yaitu cacing gelang, cacing tambang, dan cacing cambuk. Infeksi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak usia sekolah. Tujuan penelitian untuk menentukan tingkat infeksi STH pada penduduk di empat desa di Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Desain yang digunakan adalah potong lintang. Survei dilakukan pada bulan Maret – November tahun 2018. Dilakukan pengumpulan tinja penduduk dan selanjutnya diperiksa dengan metode Kato-Kat’z. Hasil penelitian menunjukkan infeksi STH disebabkan cacing tambang dan cacing gelang sebesar 16,92% dan 1,74%. Infeksi gabungan juga ditemukan yaitu cacing gelang dengan cacing tambang, sebesar 1,49%. Infeksi ditemukan pada penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 51% dan pada perempuan sebesar 49%. Hal tersebut terkait dengan pekerjaan masyarakat yang sebagian besar adalah petani. Berdasarkan hasil survei dapat disimpulkan bahwa infeksi STH di Dataran Tinggi Bada masih tinggi. Perlu dilakukan upaya pengobatan serta penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat.