DJOKO TUTUKO, DJOKO
Unknown Affiliation

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

MITOLOGI KAIN PARANG DI DESA NGLUYU SEBAGAI GAGASAN BERKARYA TARI “KESRIMPET PARANG” SUKMAWATI, NITA; TUTUKO, DJOKO
Solah Vol 8, No 2 (2018)
Publisher : Solah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Desa Ngluyu Kecamatan Ngluyu Kabupaten Nganjuk merupakan desa yang masih mempertahankan kepercayaan terhadap mitos kain parang yang berkembang sacara turun menurun. Kain parang merupakan benda kesayangan Pangeran Suromangundjoyo, sehingga sampai saat ini masyarakat dilarang untuk membawa atau memakai kain parang di wilayah tersebut. Dari sini penata tari tertarik untuk mengangkat fenomena tersebut menjadi sebuah karya tari dengan judul Kesrimpet Parang, karya tari ini menceritakan asal mula mitos kain parang di daerah tersebut. Karya tari ini disajikan dengan fokus isi mala petaka dan fokus bentuk dramatari, penata tari memilih fokus bentuk dramatari karena penata ingin memunculkan tokoh-tokoh pada fenoma tersebut.Dalam karya tari ini penata tari melakukan pengkajian terlebih dahulu terhadap karya-karya tari sebelumnya yang memiliki tema hampir sama dengan karya ini yaitu tari Ampak-ampak Parang Rusak dan tari Kawung. Pengkajian teoritis yang pada karya tari ini adalah mitologi, malapetaka, dramatari, dan koreografi.Kajian pustaka yang digunakan dalam penyusunan karya tari ini menggunakan metode konstruksi yaitu metode yang ada pada Jaquelin Smith. Gaya dalam penggarapan karya tari ini, penata tari lebih menggunakan pada gaya tari tradisi yang dikembangkan. Dalam metode konstruksi yang diterapkan dalam proses penciptaan karya tari ini telah melalui beberapa tahap, yaitu tahap eksplorasi, improvisasi, komposisi, analisi dan evaluasi serta finishing.Alur pada karya tari ini dibagi menjadi 6 bagian yaitu introduksi, adegan 1, adegan 2, adegan 3, adegan 4, dan yang terakhir adalah ending. Karya tari ini menggunakan tata rias dan busana yang disesuaikan dengan penokohan masing-masing penari, dan menggunakan properti topeng daun untuk menyimbolkan pepohonan serta properti kain parang yang disesuai dengan tema yang diangkat dalam karya tari ini. Karya tari ini menggunakan musik digital editing yang tergolong dalam musik pentatonis. Menggunakan panggung procenium dan tata cahaya yang disesuai dengan suasana.Karya tari merupakan sebuah garapan tari baru, yang mempunyai isi tentang cerita mitologi masyarakat Desa Ngluyu atas pantangan membawa kain parang yang apabila dilanggar maka akan terjadi mala petaka. Dalam proses penciptaan karya tari ini mengingatkan kita agar menaati norma yang berlaku pada suatu lingkungan dan penting bagi penata tari untuk benar-benar memikirkan konsep garapan serta perlu adanya dukungan dan konsistensi antara personal yang terlibat dalam proses kretatif.Kata kunci : mitologi, parang, Pangeran Suromangundjoyo
“SUROBOYO JUANG” (UNGKAPAN PERJUANGAN PERISTIWA 10 NOVEMBER 1945 DALAM BENTUK DRAMATIK) AJENG PANGESTUNINGTYAS INGGARI, JUNIACE; TUTUKO, DJOKO
Solah Vol 8, No 2 (2018)
Publisher : Solah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peristiwa 10 November 1945 merupakan peristiwa heroik Rakyat Surabaya yang tangis bahagianya masih terasa hingga saat ini. Arek-arek Suroboyo dan segenap lapisan masyarakat melawan sekutu dengan kobaran semangat tanpa senjata. Perang ini memiliki intensitas tinggi dalam peperangan di Indonesia karena mencerminkan jiwa keadilan dan nasionalisme yang kuat dari masyarakat kota Surabaya. Maka, koreografer menciptakan tari Suroboyo Juang seba gai bentuk ungkapan peristiwa 10 November 1945. Karya tari ini memiliki fokus isi perjuangan dalam peristiwa 10 November 1945, dan fokus bentuknya merupakan sajian dari sebuah karya tari yang bertipe dramatik.Dalam proses penciptaan karya tari Suroboyo Juang ini koreografer melakukan pengkajian terlebih dahulu terhadap karya yang telah diciptakan oleh koreografer terdahulu yang tentunya telah relevan seperti Tari Benteng Suroboyo, Tari Joko Berek, dan Tari Greget Sawunggaling. Tidak hanya itu, pengkajian teori juga menggunakan teori ungkapan, perjuangan, sejarah, dramatik, dan koreografi.Karya tari Suroboyo Juang menggunakan metode konstruksi yang telah dikenalkan oleh Jacqueline Smith digunakan sebagai langkah-langkah untuk membangun sebuah ide yang akhirnya menjadi konsep. Dalam mengkonstruksi karya tari dibutuhkan pemahaman tentang elemen dasar tari seperti tenaga, ruang, dan waktu serta tatanan tari yang baik melalui tahap rangsang awal, menentukan tipe tari, mode penyajian, eksplorasi, improvisasi, analisis dan evaluasi, serta penghalusan. Judul Suroboyo Juang menjadi makna dari rakyat Surabaya yang sedeang berjuang dalam peristiwa 10 Novenber 1945. Teknik dan gaya tari Suroboyo Juang ialah gaya Jawa Timuran yang dikembangkan dengan kelincahan kaki, kekuatan tangan dan kaki, serta ragam gerak Tari Remo yang menjadi acuan karena memiliki rasa yang sama yaitu perjuangan.Alur pada karya tari ini dibagi menjadi empat bagian yakni introduksi, adegan 1, adegan 2, dan adegan 3. Koreografi dalam karya ini tentunya harus didukung dengan tata rias dan busana yang menggambarkan atau menyimbolkan karakter tarian tersebut. Sebagai pendukung karya tari, iringan musik menjadi hal yang penting. Dalam karya ini menggunakan iringan pentatonic dalam bentuk digital.Karya tari Suroboyo Juang menawarkan bentuk sajian yang mengeksplorasi tubuh berdasarkan tipe tari dramatik. Penyampaian gerak dalam karya ini dipertimbangkan dari sisi konsep karya dan kemampuan para penari yang tentunya memiliki motivasi dan isi. Pada hal tersebut koreografer berharap kepada para penikmat untuk tidak melupakan sejarah dan selalu mengapresiasi perjuangan para pahlawan. Kata Kunci: Ungkapan, Suroboyo Juang, dan Dramatik.
UNGKAPAN KEANGGUNAN WANITA TIONGHOA SURABAYA DALAM TIPE TARI DRAMATIK MELALUI KARYA TARI “JUAN” KUSESWARI KANZHIRENGGANI, KENYA; TUTUKO, DJOKO
Solah Vol 8, No 2 (2018)
Publisher : Solah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Surabaya memiliki macam etnis sebagai masyarakatnya.salah satunya adalah etnis Tionghoa. Tionghoa hadir di Indonesia sudah sejak lama masuk dengan jalur perdagangan tepatnya di daerah utara Surabaya, mereka berdagang dan sukses berkembang di Indonesia sehingga mereka sungguh untuk tinggal dan menetap di Indonesia. Dari berbagai khas yang menarik dari Tionghoa, wanita tionghoa menjadi suatu khas yang menarik untuk di amati keelokan,kecantikan,dan keindahan yang dimilikinya membuat insan yang melihat hanyut dalam pandangannya. Fenomena tersebut yang melatar belakangi pada karya tari Juan ini. Karya tari Juan memiliki 2 variabel bentuk dan isi. Variabel bentuk yang digunakan adalah tipe tari dramatik dan variabel isi menceritakan tentang sosok wanita Tionghoa yang memiliki keanggunan dan keindahan dalam kesehariannya namun kini telah bergeser yang tidak ditemukan lagi pada wanita keturunan Tionghoa pada zaman sekarang. Penciptaan karya tari Juan yaitu sebagai wujud realisasi dari ide koregrafer dan Untuk bentuk pendeskripsian, mengkaji dan menganlisa dari karya tari ?Juan?. Sehingga karya tari ini tidak hanya dipahami oleh visual namun juga tersaji jelas secara teori. Metode yang digunakan adalah metode kontruksi oleh Jacqluline Smith sebagai acuan dan pijakan untuk membuat karya tari Juan ini.Kajian teori digunakan sebagai acuan atau pijakan untuk membuat sebuah karya sehingga karya yang tersaji tidak keluar dari kaidah-kaidah yang sudah ada, selain itu juga mempermudah proses menjadi lebih sistematis dan tertata rapi. Metode Kontrukasi oleh Jacqluline Smith menjadi pijakan dalam pembuatan karya ?Juan?. Proses sesuai dengan metode kontruksi dimulai dari tema yang dipilih yaitu keanggunan . Judul yang di ambil ?Juan? yang merupakan kata dari bahasa Cina yang memiliki arti indah menggambarkan laku indah seorang wanita Tionghoa . Tipe tari dramatik dipilih karena sinkron dengan keingan koreografer yang tidak ingin memunculkan tokoh yang spesifik dan cerita yang terlalu fulgar . Mode yang digunakan simbolis karena menggunakan simbol-simbol untuk menggambarkan gerak dan maksud, kemudian representatif karena mempresentasikan kembali bentuk objek wanita Tionghoa kedalam panggung. Teknik berasal dari kemampuan koreografer mengolah gerak sehingga menjadi karya yang baru murni dari pemikiran koreografer. Gaya yang digunakan tari tradisi Surabaya dan Cina yang diolah lalu dikembangkan dengan selaras. Jumlah penari sebanyak 5 orang wanita yang berperan menjadi wanita Tionghoa Surabaya dengan sifat yang anggun. Tata Teknik Pentas yang digunakan panggung prosenium dengan tata pencahayaan yang lengkap. Iringanyang digunakan merupakan ansamble instrumen campuran antara diatonis dan pentatonis bernuansa Jawa dan Cina. Kata Kunci: Etnis,Tionghoa,Dramatik,Wanita
PERWUJUDAN TOKOH MENAKJINGGA DENGAN TIPE TARI DRAMATIK MELALUI KARYA TARI “SANG MENAK” ASIYAH, TRI; TUTUKO, DJOKO
Solah Vol 8, No 2 (2018)
Publisher : Solah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Karya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Tari merupakan sebuah ungkapan ekspresi manusia yang diungkapkan melalui gerak tubuh dan ekspresi, erat dengan tenaga, ruang, dan waktu dalam keberadaanya. Karya tari berisi tentang gagasan penata tari yang diterjemahkan kedalam bentuk gerak serta telah mengalami stilisasi disusun dengan teori komposisi dan koreografi. Salah satu bentuk ungkapan jiwa manusia yang diwujudkan melalui gerak.Karya tari dengan judul ?Sang Menak? tersebut menceritakan tentang Sosok Joko Umbaran atau Menakjingga yang diingkari oleh Ratu Kencana Wungu yang mengakibatkan Joko Umbaran terluka batinnya menurut masyarakat Blambangan dalam perebutan hegemoni kerajaan Blambangan. Karya ini memiliki dua variabel yaitu variabel bentuk dengan menggunakan konsep dramatik dan variabel isi pada bentuk perwujudan tokoh menakjingga. Penggunaan tipe tari dramatik dapat memudahkan seorang koreografer untuk menciptakan sebuah karya tari, karena tipe tari dramatik telah memiliki tahapan-tahapan yang dapat dijadikan panutan untuk membuat sebuah karya tari. Karya ini melalui beberapa tahapan yaitu melalui tahap eksplorasi, improvisasi, evaluasi dll. Pada karya tari ?Sang Menak? koreografer berharap penikmat dapat mendapatkan pesan yang ingin disampaikan oleh koreografer dan dapat Mendeskripsikan bentuk penyajian pada karya tari ?Sang Menak? serta bentuk perwujudan Menakjinggo melalui pengenbangan elemen geraknya.Kata Kunci: Perwujudan, Dramatik, Menakjingga, ?Sang Menak?
WUJUD KETEGUHAN DEWI KUNTI DALAM TIPE DRAMATIK PADA KARYA TARI “ SANG PRITHA” PRISMA SUGONDO, ADITYA; TUTUKO, DJOKO
Solah Vol 8, No 2 (2018)
Publisher : Solah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Mahabharata merupakan kisah epik yang terbagi menjadi delapan belas kitab atau sering disebut Astadasaparwa. Rangkaian kitab menceritakan kronologi peristiwa dalam kisah Mahabharata, yakni semenjak kisah para leluhur Pandawa dan Korawa (Yayati, Yadu, Puru, Kuru, Duswanta, Sakuntala, Bharata) sampai kisah diterimanya Pandawa di surga. (Pendit,2005:18)Fokus karya merupakan sebuah kefokusan ide garap dalam karya tari. Fokus dalam penciptaan karya sangatlah penting, supaya maksud dan makna yang akan disampaikan oleh koreografer tersampaikan kepada penonton. Fokus karya pada karya tari ini terdapat dua variabel, yaitu variabel isi dan variabel bentuk. Variabel isi tentang keteguhan hati seorang Dewi Kunti dalam menjalani hidupnya. Variabel bentuknya merupakan sebuah karya tari tpe dramatik yang terinspirasi dari cerita Mahabharata.Karya tari ini menggambarkan bagaimana kehidupan Dewi Kunti melalui Tipe Dramatik. Kehidan Dewi Kunti yang tidak selalu berjalan mulus menjadi daya tarik koreografer dalam proses penciptaan karya tari ini, namun hal positif yang diambil disini yaitu keteguhan. Dimana Dewi Kunti sangat teguh menjalani kehidupannya sampai harus merelakan kedua putra kandungnya berperang dan salah satu dari mereka gugur di medan perang. Tipe dalam karya tari ini adalah dramatik. Pada karya tari ini tidak memusatkan cerita di dalam suatu kejadian atau sauna, melainkan menekankan pada kekutan ? kekuatan gerak untuk memvisualisasikan keteguhan Dewi KuntiKata Kunci : Tipe Dramatik, Keteguhan, Dewi Kunti
The Arts Learning Model of BPK2 (Creative Work Practice Learning) Activities Handayaningrum, Warih; Tutuko, Djoko; Suwahyono, Agus
Harmonia: Journal of Arts Research and Education Vol 19, No 1 (2019): June 2019
Publisher : Department of Drama, Dance and Music, FBS, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/harmonia.v19i1.23626

Abstract

The study program of Drama, Dance and Music Arts (Sendratasik) of FBS Unesa often gets visits from various schools in the city of Surabaya and surrounding areas for specific purposes, one of which is SMA Negeri 6. SMAN 6 Surabaya is one of the schools that organizes Creative Work Practice Learning (BPK2) at Sendratasik FBS Unesa. So that the implementation of BPK2 activities runs optimally, an appropriate learning model is needed. The purpose of this study is to describe the art learning model in BPK2 activities at SMA Negeri 6 Surabaya in Sendratasik FBS Unesa. The Qualitative approach was used in this study, the subjects are 306 students of SMA Negeri 6 Surabaya, 20 lecturers, and 20 students of FBS Unesa. The object of research, art learning models in Creative Work Practices Learning Activities (BPK2). Location in Sendratasik FBS Unesa. Data collection techniques: observation, interviews, documentation Data analysis is done during data collection, interactive with flexible techniques. Research results: Learning art with BPK2 activities use a humanistic approach that is optimizing the potential and interest of students in art. Art learning material includes appreciation and creation. Project-based models and apretensive models are used to produce works until they are performed. Staging learning outcomes as projects that must be completed by students are carried out well until BPK2 activities become meaningful learning because the benefits continue to be felt when returning to school. This research is important to encourage freedom of learning, so that art education according to its function gives rise to student creativity.