Wasisto Jati, Wasisto
Researcher at the Center for Media and Political Institute in Yogyakarta

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Dampak Populisme Agama dalam Pemilu Kepala Daerah: Pengalaman Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2007-2017 Jati, Wasisto
Jurnal Dialog Vol 46 No 2 (2023): Dialog
Publisher : Sekretariat Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Kementerian Agama RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47655/dialog.v46i2.752

Abstract

Abstrak Populisme agama menjadi kata kunci penting dalam membahas pola kebangkitan politik Islam kontemporer.  Absennya kemenangan partai politik Islam sebagai pemenang pemilu di Indonesia paska reformasi menjadikan populisme menjadi pilihan logis dalam menyampaikan aspirasi mengatasnamakan umat islam. Hal ini setidaknya terjadi pemilu gubernur DKI kontemporer yang dimulai sejak 2007 hingga 2017. Populisme agama menjadi poin penting dalam memberikan narasi penting yang berpengaruh kepada pemilih maupun kandidat yang akan maju di pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Tulisan ini akan berusaha mengelaborasi lebih lanjut mengenai transformasi populsime agama yang berlangsung dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta baru-baru ini. Adapun metode riset yang digunakan metode riset campuran berbasis studi lapangan dan juga studi kepustakaan. Hasil riset ini memperlihatkan bahwa dampak populisme agama dalam pemilu kepala daerah menjadikan kompetisi elektoral bertensi lebih tinggi. Terlebih lagi ketika di ruang publik, populisme agama berdampak pada labelisasi hitam dan putih yang berdampak pada relasi sosial. Abstract Religious populism becomes a main keyword to discuss the recent pattern of Islamic revivalism in Indonesia.  Th rise of religious populism comes to appear due to unfortunate position for Islamic parties in every election. This condition eventually encourages Muslim to look for alternative political aspiration that currently ends up in populism form. The populism itself has been growing up in recent Jakarta gubernatorial election from 2007 t0 2007. More importantly, religious populism is very strategic to attract voters because the extensive use of religion. Following up this background, this paper aims at further elaborating the transformation of religious populism during the recent Jakarta gubernatorial elections. The research method I use was mixed method that consists of fieldwork case study and archival research. This paper shows that the impact of religious populism on regional election turned the electoral competition more heated. Most importantly, when it comes to the public spaces, religious populism caused the social segmentation “black” and “white” that affects daily social interaction.
Reevaluating Approaches to Religious Moderation at the Grassroots Level: The Role of Muslim Youth in Advancing Interfaith Dialogue Jati, Wasisto; Syamsurijal, Syamsurijal; Halimatusa'diah, Halimatusa'diah; Aji, Gutomo; Yilmaz, Ihsan
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Vol 62, No 1 (2024)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2024.621.185-213

Abstract

This paper examines the potential role of Muslim youth as alternative partners in fostering religious moderation at the grassroots level. It identifies two central issues in current religious moderation policies in Indonesia: (1) an overemphasis on programs aimed at security and deradicalization, which overshadow initiatives that encourage harmonious inter- and intra-religious relationships, and (2) a predominantly top-down approach that limits grassroots participation, particularly among young people. These challenges expose gaps in policy strategies and highlight unequal public engagement in religious moderation efforts led by the government. Addressing these concerns, the study proposes alternative policy strategies that actively involve Muslim youth, who bring their own understanding of religious moderation cultivated through participation in various Islamic organizations and youth forums. This study adopts a qualitative research methodology, incorporating data from in-depth interviews with students, academics, and activists; direct observations of interfaith dialogue groups and communities; and document analysis. Fieldwork was conducted in Semarang and Yogyakarta—cities renowned for their robust interfaith dialogue networks and advocacy in Indonesia. The paper ultimately argues that Muslim youth’s active involvement in interfaith dialogue is a viable strategy to expand engagement at the grassroots level, especially among marginalized communities or those disadvantaged by hierarchical religious moderation policies.[Tulisan ini mengkaji peran muda-mudi muslim sebagai mitra alternatif dalam implementasi moderasi beragama di tingkat akar rumput. Ada dua permasalahan yang perlu digarisbawahi terkait kebijakan moderasi beragama: 1) program yang berorientasi pada keamanan dan deradikalisasi lebih besar daripada upaya membangun keharmonisan hubungan antar/intra umat beragama dalam kebijakan moderasi beragama, 2) pendekatan top-down tidak mengakomodasi partisipasi dari bawah khususnya generasi muda. Kedua permasalahan ini menimbulkan kesenjangan antara strategi kebijakan dan respons masyarakat terhadap program moderasi beragama yang dilakukan pemerintah. Berangkat dari permasalahan tersebut, tulisan ini menawarkan alternatif strategi kebijakan yang melibatkan generasi muda, yang mempunyai definisi tersendiri mengenai moderasi beragama melalui keterlibatan mereka dalam beberapa organisasi Islam dan forum kepemudaan lainnya. Tulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan data berupa hasil wawancara mendalam dengan mahasiswa, akademisi, dan aktivis; observasi langsung pada kelompok/komunitas dialog antaragama; dan analisis dokumen. Penelitian lapangan dilakukan di Semarang dan Yogyakarta, dua kota di Indonesia yang memiliki jaringan dan advokasi dialog antaragama yang baik. Penelitian ini menunjukkan bahwa keterlibatan generasi muda dalam dialog antaragama dapat menjadi strategi alternatif untuk menjangkau lebih banyak komunitas di tingkat akar rumput, terutama kelompok masyarakat yang menyandang status minoritas dan posisi yang tidak terfasilitasi akibat kebijakan moderasi beragama yang bersifat hierarkis.]
Redefining Religious Moderation Education for Urban Muslim Youth Jati, Wasisto; Bachtiar, Hasnan
EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan Vol. 22 No. 1 (2024): EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan
Publisher : Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32729/edukasi.v22i1.1832

Abstract

Religious moderation has been a government policy since 2015, aimed at countering radicalism and extremism. However, the hierarchical implementation of the program has led to the labeling of "moderate" and "conservative", and the policy's understanding remains unclear among the community, especially the middle class and youth. Despite the government's campaign, intolerance persists. This research aims to review the religious moderation policy and explore how urban Muslim youths could contribute to religious moderation education. The method involves in-depth interviews with urban Muslim youths in Manado and Semarang and critical analysis of relevant documents. The findings suggest that urban Muslim youths prioritize religious moderation through intensive dialogue and gatherings. Current educational practices should incorporate these informal approaches to be more effective. The inclusion of urban Muslim youths in religious moderation education appears to be a promising way to encourage religious moderation in Indonesia. This highlights the need for religious moderation implementation to be responsive to public aspirations.