Ahmat Saepuloh, Ahmat
Mahasiswa Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

QIRA’AT PADA MASA AWAL ISLAM Saepuloh, Ahmat
Episteme: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 9, No 1 (2014)
Publisher : Episteme: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ragam bacaan (qira’at) al-Qur’an sudah ada sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad di Mekkah. Akan tetapi qira’at ini mulai dipergunakan saat nabi sudah berada di Madinah. Saat menyampaikan wahyu yang telah diterimanya, nabi selalu menggunakan bacaan yang sesuai dengan kemampuan para sahabat yang hadir pada saat itu. Sehingga kemampuan sahabat dalam membaca al-Qur’an juga bervariasi, tergantung berapa macam bacaan (qira’at) yang telah ia dapatkan dari Rasulullah. Akibatnya, ragam qira’at yang berkembang di setiap daerah mengalami perbedaan. Sesudah Rasulullah wafat, para sahabat semakin giat menyebarluaskan al-Qur’an dengan mendirikan madrasah-madrasah di sekitar tempat mereka bermukim. Sehingga, tidak mengherankan apabila setelah generasi sahabat, muncul para ahli qira’at di kalangan tabi’in. Variant reading of the Qur’an (qira’at) has existed since it was revealed to Prophet Muhammad in Mecca. But it’s began to be used when the prophet was live in Medina. When the Prophet Muhammad extend the revelation, he always use appropriate reading ability of the friends who were present at that time. So, they reading ability of Qur’an have also variation, depending on how wide reading (qira’at) which he had got from the prophet. As a consequence, the kinds of qira’at also different in each region. After the prophet died, the prophet followers more actively disseminate the Qur’an by establishing madrasah around where they live. Thus, it is not surprising that after generations of prophet followers, appear qira’ah expert in tabi’in group
Kontruksi Sosial Tradisi Zikir Fida’ Pada Bulan Suro (Studi Living Qur’an dan Sunnah di Desa Wateskroyo Kecamatan Besuki Kabupaten Tulungagung) Saepuloh, Ahmat
Kontemplasi: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin Vol 12 No 1 (2024): Jurnal Kontemplasi
Publisher : UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/kontem.2024.12.1.174-197

Abstract

Tradisi zikir fida>’ pada bulan Suro oleh masyarakat desa Wateskroyo bukan sekedar tradisi keagamaan semata. Akan tetapi itu merupakan salah satu bentuk wajah al-Qur’an dan Sunnah yang hidup di masyarakat akibat penafsiran dan reformulasi progresif terhadap al-Qur’an dan Sunnah. Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini: pertama, bagaimana model variasi living Qur’an dan sunnah yang ada dalam tradisi zikir fida’ bulan Suro? Kedua, bagaimana kontruksi sosial pembacaan zikir fida’ bagi masayarakat desa Wateskroyo? Fenomena ini akan dianalisis menggunakan teori kontruksi social-nya Berger. Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Dari penelitian ditemukan enam ragam living Qur’an dan Sunnah dalam tradisi zikir fida>’ pada bulan Suro di desa Wateskroyo. Tradisi pembacaan zikir fida>’ terbentuk karena adanya tiga momen dialektik. Pertama, ekternalisasi, adanya budaya nahdliyin yang kental di masyarakat serta dogma dan ajaran tokoh agama yang membentuk. Kedua, Objektifasi. Rasa tenang dan harapan mendapatkan berkah serta mendapatkan ampunan serta tujuan dari zikir fida>’ sendiri merupakan daya tarik khusus yang bisa membuat tradisi tersebut masih tetap berlangsung. Ketiga, internalisasi. Masyarakat memiliki respon yang berbeda-beda terkait tradisi zikir fida>’ pada bulan Suro ini. Bagi yang menerima dan menjalankan tradisi ini juga mempunyai makna yang subjektif dan variatif. Ada yang memaknainya sebagai media untuk menarik masyarakat untuk memakmurkan masjid, media melatih masyarakat agar suka berzikir, momen silaturrahmi antar warga, melatih jiwa kedermawanan, momen mendekatkan diri kepada Allah Swt, perantara mendapatkan ampunan dan perantara untuk ketenangan hati.
Reading Yasin, Al Waqiah And Al Mulk At The Ar-Raudlah Al-Qur'aniyyah Karl Mannheim's Perspective Mubarok, Afriza Syahrul; Saepuloh, Ahmat
International Journal of Research Vol 2 No 1 (2024): International Journal of Research
Publisher : Institut Agama Islam Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55062//IJR.2024.v2i1/494/5

Abstract

This study discusses the tradition of reading Surat Yasin, al-Waqiah and al-Mulk after Maghreb prayers at the Ar-Raudlah Al-Qur'aniyyah Islamic Boarding School Sobontoro Tulungagung, as well as exploring the meaning inherent in the tradition of reading these selected letters. This paper uses an ethnographic approach through Living Quran research with qualitative descriptive methods, and uses Karl Maanheim's sociological theory of knowledge. The results of the research with this analysis can be found that the meaning of the tradition of reading Surat Yasin, al-Waqiah and al-Mulk after the Maghreb prayer is: ojective meaning, the students are enthusiastic and respond well to the tradition of reading the three letters. The meaning of expressiveness, the students feel that they get fadhilah from what they have tried, including getting peace of heart and mind, open feeling and cheapness. The meaning of documentary, the perpetrators do not fully know that the traditions they carry out will have a positive impact on them and can be used for a hold in the world until the end of the day. So the routine activity of reading selected letters is very positive for the students to practice for istiqamah and hope for the pleasure of Allah SWT.
Menimbang kesahihan hadis dalam perspektif Shi'ah Ima Noorhidayati, Salamah; Astuti, Robitoh Widi; Saepuloh, Ahmat
Universum Vol. 14 No. 2 (2020): December 2020
Publisher : LPPM IAIN Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30762/universum.v14i2.1156

Abstract

The study of Shi’ah is always interesting to be discussed and researched, both in terms of theology and scientific concepts. Shi’ah Ima>miyah whose entire religious building pivots on the Imam, of course, has implications in many ways, including in the hadith field. The position of the Imam as one source of teaching has an impact on the conception of the hadith and its validity criteria. The question is, whether in determining the quality of traditions among Shi’ah refers to the validity of this tradition? How is the process of criticism of hadith that used? And what about the results of the validity test? This article aimed to test the consistency between the validity of the hadith that has been formulated with the implementation process in determining the quality of the hadith. This research is a literature study in the hadith field. Data was collected from various literary works, articles, and other forms of information that were scientific and had a close relationship with the themes discussed. The data obtained were analyzed objectively by comparing one opinion with another, the conclusion was obtained from the research problem. This study concludes: first, in determining the quality of the hadith, the Shi’ah sect is guided by the validity of the formulated Hadith. Second, the assessment of the validity of the hadith through the process of criticism of the narrators in sanad by using their version of the book rija> l al-h}adi>th. However, because the Shi’ah believes that everything sourced from the Imam can be accepted as hujjah, then criticism of the matan is not carried out on the condition that the quality of the sanad is valid. Third, the implementation of the validity of the hadith has implications for the quality of multilevel hadith, namely s}ah}i>h}, h}asan, muwaththaq and d}a’i>f. Kajian tentang Shi’ah selalu menarik untuk dilakukan, baik dari aspek teologi maupun konsep keilmuannya. Shi’ah Ima>miyah yang seluruh bangunan keagamaannya berporos pada Imam, tentunya berimplikasi dalam banyak hal, termasuk dalam bidang hadis. Posisi Imam sebagai salah satu sumber ajaran berdampak pada konsepsi hadis dan kriteria kesahihannya. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah dalam penentuan kualitas hadis di kalangan Shi’ah mengacu kepada kaedah kesahihan hadis ini? Bagaimana proses kritik hadis yang mereka gunakan? Dan bagaimana hasil uji kaedah kesahihan tersebut?. Artikel ini bertujuan untuk menguji konsistensi antara kaedah kesahihan hadis yang telah dirumuskan dengan proses implementasinya dalam penentuan kualitas hadis. Penelitian ini merupakan studi kepustakaan di bidang ilmu hadis. Data dikumpulkan dari beberapa literatur berupa buku, artikel, dan sumber lain yang otoritatif dan memiliki relevansi dengan tema kajian. Data yang diperoleh dianalisis secara objektif dengan menggunakan metode komparatif, untuk kemudian diambil konklusinya. Penelitian ini menyimpulkan: pertama, dalam penentuan kualitas hadis, sekte Shi’ah berpedoman pada kaedah kesahihan hadis yang telah dirumuskan. Kedua, penilaian kesahihan hadis melalui proses kritik para perawi yang ada di sanad dengan menggunakan kitab rija>l al-h}adi>th versi mereka. Namun karena Shi’ah meyakini bahwa segala yang bersumber dari Imam bisa diterima sebagai h}ujjah, maka kritik terhadap matan tidak dilakukan dengan syarat kualitas sanad sudah sahih. Ketiga, implementasi kaedah kesahihan hadis berimplikasi pada kualitas hadis yang bertingkat, yaitu s}ah}i>h}, h}asan, muwaththaq dan d}a’i>f.