Josefien S. M. Saerang, Josefien S. M.
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Gambaran Pengetahuan Masyarakat yang Bekerja sebagai Nelayan tentang Pterigium di Desa Kapitu Kabupaten Minahasa Selatan Somba, Sary M.; Saerang, Josefien S. M.; Tongku, Yamin
e-CliniC Vol 6, No 2 (2018): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v6i2.21992

Abstract

Abstract: Pterygium is a wing-shaped tissue growth containing blood vessels and tissues originated from conjunctiva that can spread to the cornea. Pterygium can cause astig-matism and other disorders such as chronic irritation, recurrent inflammation, double vision, impaired eye movement, and even blindness if it spreads the the central part of cornea. This study was aimed to obtain the knowledge about pterygium among fishermen in Kapitu village South Minahasa. This was a descriptive study. Respondents in this study were 50 fishermen; all were males. The results showed that 75.4% of the respondents had good knowledge about pterygium. Conclusion: Most fishermen in Kapitu village South Minahasa had good knowledge about pterygium.Keywords: knowledge about pterygium, fishermen Abstrak: Pterigium merupakan pertumbuhan jaringan berbentuk sayap yang mengandung pembuluh darah dan jaringan yang berasal dari konjungtiva dan dapat menyebar ke kornea. Pterigium dapat menyebabkan terjadinya astigmatisme serta menimbulkan gangguan lain seperti iritasi kronik, inflamasi rekuren, penglihatan ganda, serta gangguan pergerakan bola mata bahkan kebutaan bila telah mencapai bagian sentral kornea. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pengetahuan masyarakat yang bekerja sebagai nelayan tentang pterigium di Desa Kapitu, Kabupaten Minahasa Selatan. Jenis penelitian ialah deskriptif. Responden penelitian ialah masyarakat yang bekerja sebagai nelayan sebanyak 50 orang laki-laki. Hasil penelitian mendapatkan bahwa 75,4% responden memiliki pengetahuan baik mengenai pterigium. Simpulan: Sebagian besar masyarakat yang bekerja sebagai nelayan di Desa Kapitu Kabupaten Minahasa Selatan memiliki pengetahuan baik tentang pterigium.Kata kunci: pengetahuan mengenai pterigium, masyarakat nelayan
PREVALENSI GLAUKOMA AKIBAT DIABETES MELITUS DI POLIKLINIK MATA RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO Allorerung, Risky N.; Saerang, Josefien S. M.; Rares, Laya M.
e-CliniC Vol 3, No 3 (2015): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.3.3.2015.9507

Abstract

Abstract: Glaucoma is a common group of diseases characterized by optic neuropathy typically, related with loosing of a field visual of vision. A very high intraocular pressure is one of the primary risk factors. Glaucoma can be caused by systemic diseases or local diseases of the eye. One of the systemic disorders that can lead to glaucoma is diabetes mellitus (DM). This study aimed to obtain the prevalence of glaucoma caused by DM in the Eye Clinic Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado from January to December 2013. This was a descriptive retrospective study. The results showed that of 15 patients who got glaucoma caused by DM there were 10 (66.7%) females and 5 (33.3%) males. Based on age group, the mean age group of elderly which was also the most frequent one was 61-70 years with 7 patients (46.7%). The most frequent type of DM was type 2 with 14 patients (93.3%) meanwhile DM type only 1 patient (6.7%). There were 12 patients (80%) with uncontrolled DM who were more prone to suffer from glaucoma than the 3 patients (20%) with controlled DM.Keywords: glaucoma, diabetic of mellitusAbstrak: Glaukoma adalah kelompok penyakit yang ditandai oleh neuropati optik yang khas, serta berhubungan dengan hilangnya lapang pandangan penglihatan. Tekanan intraokuli yang sangat tinggi merupakan salah satu faktor resiko primer. Glaukoma dapat disebabkan oleh penyakit sistemik maupun penyakit lokal pada mata. Kondisi kelainan sistemik yang dapat memicu terjadinya glaukoma salah satunya ialah diabetes mellitus (DM). Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi glaukoma akibat DM di Poliklinik Ilmu Kesehatan Mata BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari - Desember 2013. Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif. Hasil penelitian menunjukkan dari 15 pasien mengalami glaukoma akibat DM yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu 10 pasien (66,7%) sedangkan laki-laki 5 pasien (33,3%). Berdasarkan kelompok umur, rerata umur lansia dan yang paling banyak yaitu umur 61-70 sebanyak 7 pasien (46,7%). Dilihat dari Tipe DM, DM tipe 2 yang paling banyak yaitu 14 pasien (93,3%) dan DM tipe 1 hanya satu pasien (6,7%). DM tidak terkontrol ditemukan pada 12 pasien (80%) lebih mudah mengalami glaukoma di bandingkan diabetes terkontrol pada 3 pasien (20%).Kata kunci: glaukoma, diabetes melitus
BLEFAROPLASTI TEKNIK CUTLER-BEARD PADA KARSINOMA KELENJAR SEBASEA Vonica, Linda; Setiawan, Grando; Saerang, Josefien S. M.
JURNAL BIOMEDIK : JBM Vol 7, No 2 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.7.2.2015.9329

Abstract

Abstract: Sebaceous gland carcinoma is derived from Meibomian gland, Zeis gland, or sebaceous gland of caruncula. It is frequently misdiagnosed or late diagnosed because the lesion looks like chalazion or chronic blepharoconjunctivitis. The recommended therapy is wide local excision of the nodular lesion. Reconstruction of the eyelid will be done after the tumor resection either congenital or traumatic deffects. Defect of the upper eyelid that covers more than 50% of the margin needs wider excision. We reported a 48-year-old female with a lump on the right upper eyelid since a year ago associated with wedging sensation, sometimes itchy. The tumor grew slowly and had undergone curettage for 3 times. Opthalmological examination showed an irregular-formed tumor on the right upper eyelid, 1x1,5 cm, irregular surface, discrete border, associated with hard, painless, and immobile in palpation. Excision of the tumor was followed by a blepharoplasty with a Cutler-Beard flap. The pathological examination indicated a sebaceous gland carcinoma. Conclusion: In this case, the diagnosis of sebaceous gland carcinomas was confirmed based on anamnesis, opthalmological examination, and pathology examination. Excision of the tumor was followed by a blepharoplasty with a Cutler-Beard flap because the eyelid defect exceeded 50% of its margin.Keywords: sebaceous gland, blepharoplasty, Cutler-BeardAbstrak: Karsinoma kelenjar sebasea merupakan tumor ganas berpotensi mematikan yang berasal dari kelenjar Meibom, kelenjar Zeis, atau kelenjar sebasea dari karunkula. Diagnosis klinis sering terlewat atau tertunda karena lesi menyerupai kalazion atau blefarokonjungtivitis kronis. Rekomendasi terapi meliputi eksisi lokal luas pada lesi nodular. Rekonstruksi kelopak dilakukan pada defek setelah reseksi tumor baik kongenital maupun defek traumatik. Defek kelopak atas yang mengenai margin lebih dari 50% memerlukan perluasan jaringan sekitar. Kami melaporkan seorang pasien perempuan berusia 48 tahun dengan keluhan utama benjolan pada kelopak atas mata kanan sejak 1 tahun lalu disertai rasa mengganjal dan kadang-kadang terasa gatal. Benjolan membesar secara perlahan dan tetap ada walaupun sudah dikuret sebanyak 3 kali. Pada pemeriksaan oftalmologi palpebra mata kanan terdapat benjolan bentuk tidak beraturan, permukaan tidak rata, ukuran 1x1,5 cm, berbatas tegas, konsistensi keras, tidak nyeri tekan dan tidak mobile bila digerakkan. Tumor dieksisi dan dilakukan blefaropasti teknik Cutler-Beard. Hasil pemeriksaan patologi jaringan tumor menunjukkan suatu karsinoma kelenjar sebasea. Simpulan: Pada kasus ini, diagnosis karsinoma kelenjar sebasea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologis, dan pemeriksaan patologi. Eksisi tumor pada karsinoma kelenjar sebasea diikuti dengan blefaroplasti teknik Cutler-Beard karena defek pada kelopak mata atas lebih dari 50%.Kata kunci: blefaroplasti, Cutler-Beard, karsinoma kelenjar sebasea
Kelainan refraksi pada siswa SMP daerah pedesaan Mamesah, Indo; Saerang, Josefien S. M.; Rares, Laya M.
e-CliniC Vol 4, No 2 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v4i2.12659

Abstract

Abstract: Visual impairment is defined as a functional limitation of the eye/eyes or visual system and can manifest in decreased visual acuity or contrast sensitivity, visual field loss, photophobia, visual distortion, visual perceptual difficulties, or a combination of them. Examination of the eye and vision assessment are very important to detect conditions that can cause blindness and serious systemic conditions, which cause problems in school performance, or at a more severe level, life threatening. This study aimed to obtain the occurence of refractive anomalies among junior high school students in rural areas. This was an analytical observational study with a cross-sectional design. The study was conducted in SMP I Wori (rural area) and SMP I Airmadidi (urban area). There were 60 respondents; 30 respondents of each school. Distributions of respondent genders were nearly the same for both schools; the number of females was higher than males. The majority of SMP I Airmadidi students were 11 years old (36.7%), meanwhile the majority of SMP Wori students were 13 years (50%). Most student complaints in SMP I Airmadidi were itchy eyes and drowsiness (16.7%), meanwhile in SMP I Wori was headache (18.4%). Visual impairment was found in 16.6% of students of SMP I Airmadidi, meanwhile in SMP I there was no student with refractive anomaly. Conclusion: There was no refractive anomaly found among students of rural area, however, among students of urban area myopia was the refractive anomaly found.Keywords: refractive anomalyAbstrak: Gangguan penglihatan didefinisikan sebagai suatu keterbatasan fungsional pada mata atau kedua mata atau sistem visual yang dapat bermanifestasi terhadap penurunan ketajaman penglihatan atau sensitifitas kontras, hilangnya lapangan penglihatan, photofobia, distorsi visual, kesulitan perseptual visual atau kombinasi dari semua diatas. Pemeriksaan mata dan penilaian penglihatan sangat penting untuk mendeteksi kondisi yang dapat menyebabkan kebutaan dan kondisi sistemik serius, yang memicu masalah performa di sekolah, atau pada tingkat yang lebih berat, mengancam kehidupan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kelainan refraksi pada anak SMP di daerah pedesaan. Jenis penelitian ini analitik observasional dengan desain potong lintang. Penelitian dilakukan di SMPN I Wori (daerah luar Minahasa Utara/pedesaan) dan SMPN I Airmadidi (kota Kabupaten Minahasa Utara), dan diperoleh 60 responden penelitian. Distribusi jenis kelamin responden kedua sekolah hampir sama dimana jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki. Usia terbanyak di SMPN I Airmadidi ialah 11 tahun (36,7%) sedangkan di SMPN Wori 13 tahun (50%). Keluhan terbanyak siswa di SMPN I Airmadidi ialah mata gatal dan rasa kantuk (16,7%), sedangkan di SMPN I Wori ialah sakit kepala (18, 4%). Gangguan penglihatan ditemukan pada responden di SMPN I Airmadidi sebanyak 16,6 % sedangkan di SMPN I tidak ditemukan kelainan visus. Simpulan: Tidak ditemukan adanya gangguan refraksi pada siswa SMP di daerah pedesaan. Kelainan refraksi miopia ditemukan pada siswa SMP di perkotaan.Kata kunci: gangguan refraksi